Perguruan Tinggi Gencarkan Dukungan untuk Net Zero Emission 2060

Posted on

Peran Perguruan Tinggi dalam Mendukung Transisi Energi Bersih

Perguruan tinggi di Indonesia memiliki peran penting dalam mendukung transisi energi bersih dan mewujudkan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Dalam upaya ini, institusi pendidikan tinggi tidak hanya bertanggung jawab menciptakan sumber daya manusia yang unggul, tetapi juga berkontribusi dalam pengembangan teknologi dan solusi inovatif untuk menghadapi tantangan perubahan iklim.

Pemerintah sedang mempercepat pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebagai bagian dari strategi mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan ketahanan energi nasional. EBT mencakup sumber-sumber energi alami yang berkelanjutan seperti matahari, angin, air, biomassa, dan panas bumi. Tujuan utamanya adalah mencapai kondisi Net Zero Emission, di mana jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan seimbang dengan jumlah yang diserap kembali, sehingga tidak ada peningkatan emisi secara bersih.

Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk mencapai NZE pada tahun 2060 atau bahkan lebih cepat. Strategi yang diterapkan mencakup beberapa langkah, antara lain:

  • Peningkatan pemanfaatan energi baru seperti surya, air, angin, dan panas bumi.
  • Pengurangan bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara subcritical mulai 2031.
  • Elektrifikasi sektor transportasi.
  • Pengembangan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).
  • Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama pada 2045.

Selain itu, keberhasilan transisi energi juga membutuhkan kontribusi aktif dari perguruan tinggi. Samuel P. Kusumocahyo, Rektor Swiss German University (SGU), menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus berperan aktif dalam mencetak SDM unggul yang siap menghadapi tantangan menuju NZE di tahun 2050 dan 2060.

Forum “Germany and Indonesia Towards Net Zero Emission 2050/2060” menjadi contoh nyata kerja sama antara dua institusi pendidikan tinggi dari Indonesia dan Jerman. Hadir sebagai perwakilan dari Jerman, Prof. Dr.-Ing. Robert Bach dari Fakultas Teknik Energi Listrik Fachhochschule Südwestfalen, Soest, menyampaikan bahwa kerja sama ini bukan hanya tentang pertukaran ilmu pengetahuan, tetapi juga membangun jembatan antara dua bangsa yang memiliki visi bersama dalam menghadapi tantangan global.

Langkah Konkret Menuju Energi Mandiri

Di tingkat nasional, pemerintah terus mempercepat proyek-proyek besar untuk mendukung transisi energi. Salah satu langkah yang dilakukan adalah rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 100 Giga Watt (GW). Proyek ini akan dibangun di desa-desa dan dikelola melalui skema Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa arahan Presiden Prabowo adalah membangun listrik dari energi baru terbarukan, termasuk tenaga matahari. Proyek ini akan memberikan akses listrik yang mandiri bagi desa-desa, serta memperkuat ekosistem industri baterai dalam negeri.

Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyebutkan bahwa pemerintah sedang mengkaji pembangunan panel surya di 80.000 desa, masing-masing seluas 1 hingga 1,5 hektare. Dengan proyek ini, setiap desa, kecamatan, dan kabupaten dapat memiliki energi yang mandiri.

Dana yang dibutuhkan untuk proyek ini diperkirakan mencapai US$ 100 miliar atau sekitar Rp 1.627 triliun. Meski biayanya besar, pemerintah optimistis bahwa investasi ini akan membebaskan Indonesia dari ketergantungan subsidi energi dalam empat tahun ke depan. Setelah investasi selesai, Indonesia tidak lagi memerlukan subsidi energi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *