Perbedaan Sikap 5 Bupati dan Wali Kota Jabar Terkait Arahan Dedi Mulyadi soal PBB

Posted on

Kebijakan Penghapusan Tunggakan PBB di Jabar: Respons Beragam dari Kepala Daerah

Pada perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia, berbagai kebijakan dan respons dari para kepala daerah di Jawa Barat terhadap usulan penghapusan tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) muncul. Kebijakan ini disebut sebagai “kado kemerdekaan” untuk rakyat, namun setiap wilayah menanggapinya dengan pendekatan yang berbeda.

Di Purwakarta, Bupati Saepul Bahri Binzein atau akrab disapa Om Zein mengambil langkah tegas dengan langsung menghapuskan semua tunggakan PBB perorangan dari tahun 1994 hingga 2024. Keputusan ini diumumkan tepat pada momentum peringatan 17 Agustus. Ia menyatakan bahwa warga tidak perlu membayar tunggakan tersebut, tanpa denda, dan hanya perlu melunasi pajak tahun 2025 saja. Meski demikian, pembayaran pajak tahun berjalan tetap wajib dilakukan, dengan tenggat waktu mulai 25 Agustus hingga 30 November.

Om Zein menjelaskan bahwa kebijakan ini bukan sekadar menjalankan arahan provinsi, tetapi bentuk keberpihakan nyata kepada rakyat. Ia berharap langkah ini menjadi awal kesadaran masyarakat untuk lebih tertib dalam membayar pajak.

Sementara itu, Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, memilih sikap hati-hati. Pemkot Cirebon masih melakukan kajian mendalam sebelum memutuskan apakah akan menerapkan usulan penghapusan tunggakan. Dasar hukum PBB di Cirebon masih merujuk pada Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Sebagai bentuk keringanan, pemerintah kota memberikan potongan hingga 50 persen bagi wajib pajak, berlaku sampai akhir 2025, tanpa syarat khusus.

Selain diskon, Pemkot juga sedang merancang mekanisme baru untuk 2026 bersama DPRD. Skema tersebut diharapkan lebih adil dan tidak membebani masyarakat. Data BPKPD Kota Cirebon mencatat piutang PBB sejak 2010 hingga 2024 mencapai hampir Rp100 miliar. Oleh karena itu, selain diskon, Pemkot tetap menempuh jalur penagihan, termasuk memasukkan tunggakan lima tahun ke belakang ke dalam SPPT PBB serta menjadikannya syarat transaksi BPHTB.

Di Cimahi, Wali Kota Ngatiyana mengambil langkah yang sedikit berbeda. Ia memastikan bahwa tahun 2026, wajib pajak dengan nominal Rp100 ribu akan dibebaskan. Sebelumnya, Pemkot Cimahi sudah menjalankan arahan Gubernur Jabar dengan menghapus tunggakan hingga 2024 dan denda terkait. Kebijakan relaksasi telah berjalan, mulai dari pembebasan PBB Rp50 ribu hingga potongan 15 persen untuk tagihan di atas Rp100 ribu. Tingkat kepatuhan pajak di Cimahi disebut sangat tinggi, mencapai lebih dari 80 persen.

Di Sumedang, Bupati Dony Ahmad Munir menegaskan tidak ada kebijakan menaikkan tarif PBB. Menurutnya, jika ada perubahan jumlah, itu disebabkan oleh pemutakhiran data aset, misalnya tanah yang sebelumnya tercatat tanpa bangunan kini tercatat lengkap. Ia juga mengeluarkan SK Bupati yang berisi penghapusan denda PBB, sehingga warga yang memiliki tunggakan cukup membayar pokok pajak tanpa tambahan biaya.

Di Kabupaten Bandung Barat, Bupati Jeje Ritchie Ismail mengambil langkah serupa dengan Purwakarta dengan menghapus tunggakan pokok dan denda PBB tahun 2024 dan sebelumnya. Ia menyebut, selain mengikuti arahan Kang Dedi, kebijakan ini merupakan upaya meringankan beban warga sekaligus hadiah ulang tahun kemerdekaan ke-80 RI.

Imbauan penghapusan tunggakan PBB pertama kali dilontarkan Kang Dedi lewat unggahan media sosialnya pada 15 Agustus 2025. Ia menulis bahwa masyarakat sudah cukup terbebani, sehingga pemerintah daerah perlu membangun tradisi pajak sehat, di mana rakyat membayar sesuai kemampuan dan pemerintah mengelola hasilnya untuk kesejahteraan bersama.

Meskipun kebijakan penghapusan tunggakan PBB tidak bersifat wajib, respons beragam dari para kepala daerah menunjukkan bagaimana setiap wilayah menyesuaikan arahan tersebut dengan kondisi fiskal dan sosialnya. Semua langkah ini bertujuan sama: meringankan beban rakyat di tengah momentum kemerdekaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *