Penolakan Usulan Stafsus Menteri HAM terhadap Tersangka Perusakan Rumah Singgah di Sukabumi
Peristiwa yang menimbulkan kontroversi dan perhatian publik terjadi di Kampung Tangkil, Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kejadian tersebut berawal dari kegiatan retret para pelajar Kristiani yang diadakan di sebuah vila. Warga setempat awalnya mengira bahwa vila tersebut digunakan sebagai tempat ibadah. Akibatnya, mereka membubarkan aktivitas dan merusak beberapa fasilitas di lokasi tersebut.
Setelah ditemukan bahwa vila itu memang sedang digunakan untuk kegiatan retret, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka. Namun, jumlah tersangka kemudian bertambah menjadi delapan orang. Mereka dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang perusakan secara bersama-sama dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang.
Awal Ide Stafsus Menteri HAM
Staf Khusus Menteri HAM, Thomas Harming Suwarta, memberikan usulan kepada pihak berwenang untuk menjamin kebebasan tujuh tersangka tersebut. Ia menyatakan bahwa Kementerian HAM siap menjadi penjamin bagi para tersangka dan akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan secara resmi kepada pihak kepolisian.
Thomas mengungkapkan bahwa ide ini muncul setelah ia dan tim melakukan pemantauan langsung di lapangan. Ia menilai bahwa peristiwa tersebut berawal dari miskomunikasi di masyarakat. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menjaga persepsi yang tepat agar tidak memicu tindakan yang kontraproduktif.
Namun, dalam keterangan tertulis yang dirilis pada hari Sabtu, Thomas menyatakan bahwa usulan tersebut hanya sebatas masukan. Ia menegaskan bahwa Kementerian HAM belum memiliki sikap resmi terkait hal ini.
Penolakan oleh Menteri HAM
Menteri HAM Natalius Pigai menolak usulan dari stafsusnya. Alasan utama penolakan adalah karena tindakan para tersangka bertentangan dengan hukum dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Selain itu, ia menilai bahwa usulan tersebut dapat mencederai perasaan korban.
Pigai menulis dalam akun media sosialnya bahwa ia tidak akan menindaklanjuti usulan spontanitas dari Thomas. Ia menekankan bahwa tindakan yang bertentangan dengan hukum merupakan perbuatan individu yang tidak sesuai dengan prinsip negara.
Saat ini, Kementerian HAM belum mengeluarkan surat atau sikap resmi terkait peristiwa ini. Hal ini dikarenakan masih menunggu laporan dari Kanwil Jawa Barat.
Adanya Indikasi Tindakan Intoleransi
Stafsus Menteri HAM, Thomas, juga menyampaikan bahwa dari hasil pemantauan di lokasi, KemenHAM menemukan adanya tindakan intoleransi yang dilakukan oleh sekelompok warga. Tindakan tersebut berupa perusakan rumah yang digunakan sebagai tempat kegiatan retret.
Selain itu, Thomas mencatat adanya potensi gangguan terhadap stabilitas sosial dan hubungan antarumat beragama di Desa Tangkil. Oleh karena itu, ia mengusulkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) demi menciptakan rekonsiliasi dan perdamaian di tengah masyarakat.
Ia menegaskan bahwa Kementerian HAM tetap mendukung penegakan hukum terhadap pelaku. Hal ini sebagaimana diatur dalam beberapa pasal Undang-Undang Dasar 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Pentingnya Keberagaman dan Kebebasan Beragama
Thomas menekankan bahwa Indonesia adalah negara yang beragam dan memiliki kebebasan beragama yang kompleks. Oleh karena itu, pengelolaannya memerlukan hikmat dan kebijaksanaan.
Dalam konteks ini, ia menilai bahwa pendekatan restoratif dapat menjadi solusi yang efektif untuk menciptakan harmoni dan saling pengertian antar komunitas. Namun, semua langkah harus tetap sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Kementerian HAM tetap berkomitmen untuk melindungi hak asasi manusia serta memastikan bahwa semua pihak mematuhi proses hukum yang berlaku.
