Peninjauan Distribusi Jabatan Pangdam di TNI AD
Pengamat komunikasi politik dan militer Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, menyampaikan kritik terhadap distribusi jabatan panglima kodam (pangdam) di TNI Angkatan Darat. Ia menyoroti bahwa dari 21 kodam yang ada di Indonesia, tidak semua korps utama mendapatkan representasi proporsional dalam posisi kepemimpinan tersebut.
Menurut Ginting, dari 21 pangdam, sebanyak sembilan orang berasal dari Infanteri Komando (Kopassus), sementara tujuh lainnya berasal dari Infanteri non-Komando. Sementara itu, Korps Kavaleri tidak memiliki pangdam sama sekali, Artileri Medan (Armed) memiliki tiga pangdam, Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) satu pangdam, dan Zeni satu pangdam. Hal ini dinilai tidak seimbang dan tidak mencerminkan keberagaman korps-korps utama dalam TNI AD.
Ginting menyarankan agar distribusi jabatan pangdam lebih proporsional. Ia menyarankan agar empat pangdam berasal dari Infanteri Komando dan sembilan dari Infanteri non-Komando. Sisanya, dua pangdam dari Zeni, dua dari Arhanud, dua dari Armed, serta dua dari Kavaleri. Dengan demikian, setiap korps akan memiliki perwakilan yang cukup dalam pengambilan keputusan strategis.
Selain itu, Ginting juga menyoroti komposisi abiturien pangdam. Dari 21 pangdam, terdapat perbedaan angkatan lulusan Akademi Militer (Akmil). Ada yang berasal dari angkatan 1990 hingga 1997. Menurutnya, idealnya saat ini prioritas diberikan kepada abiturien dari angkatan 1990-1991-1992-1993. Namun, beberapa pangdam berasal dari angkatan 1994-1995-1996-1997 yang dinilai masih terlalu muda.
Ginting berpesan kepada para pemimpin TNI, termasuk Panglima TNI dan KSAD, untuk membatasi jumlah pangdam dari angkatan 1994-1995-1996-1997. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas organisasi dan menghindari kemungkinan adanya penundaan rotasi dan mutasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, masa jabatan pati TNI adalah sampai usia 61 tahun.
Jika pangdam dari Akmil 1997 saat ini berusia sekitar 48 tahun, maka mereka masih bisa bertugas selama 13 tahun lagi. Bahkan, jika mencapai pangkat bintang tiga atau empat, masa dinasnya bisa mencapai 14-15 tahun. Dampaknya, roda organisasi TNI bisa terganggu dan menjadi tidak sehat.
Pentingnya Pemahaman Ancaman Wilayah dalam Pemilihan Pangdam
Selain itu, Ginting menekankan bahwa ancaman dan potensi yang ada di setiap wilayah kodam harus menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan pangdam. Misalnya, jika wilayah kodam menghadapi ancaman udara, maka pangdam sebaiknya berasal dari Korps Arhanud. Jika wilayah berbatasan dengan negara tetangga, maka pangdam sebaiknya berasal dari Korps Infanteri. Untuk pembangunan infrastruktur daerah, pangdam dari Korps Zeni akan lebih efektif. Sementara itu, Korps Armed dapat memberikan dukungan tembakan yang sesuai dengan ancaman wilayah.
Dengan memperhatikan karakteristik wilayah dan korps yang relevan, masalah di lapangan dapat lebih mudah diatasi. Ginting menegaskan bahwa pemimpin TNI harus memiliki semangat integrasi untuk membangun organisasi militer yang sehat dan berkelanjutan.
Rekomendasi untuk Masa Depan TNI AD
Ginting menyarankan agar TNI AD lebih memperhatikan aspek proporsionalitas dalam perekrutan dan penempatan pangdam. Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap korps memiliki peran yang seimbang dalam sistem komando. Selain itu, rotasi dan mutasi perlu dilakukan secara berkala agar tidak terjadi stagnasi dalam organisasi.
Dalam rangka menjaga stabilitas dan kesehatan organisasi TNI, perlu adanya kesadaran kolektif dari para pemimpin untuk mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia, latar belakang korps, dan karakteristik wilayah dalam pengambilan keputusan. Dengan langkah-langkah ini, TNI AD dapat lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.
