Pengakuan Immanuel Ebenezer Sebelum Ditangkap KPK
Pengakuan mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau yang akrab disapa Noel sebelum ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menarik perhatian publik. Ia mengungkapkan bahwa gaji yang diterimanya sebagai pejabat negara hanya sebesar Rp 46 juta per bulan, terdiri dari gaji pokok sebesar Rp 11 juta dan tunjangan sebesar Rp 35 juta. Dalam wawancara yang diunggah di YouTube pada 9 Mei 2025, ia menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki penghasilan tambahan selain gaji resmi tersebut.
Noel juga menegaskan bahwa jika seseorang ingin mendapatkan uang tambahan, mereka harus pintar-pintar dalam mencari cara. Namun, ia menekankan bahwa dirinya tetap hidup sederhana dan bukan berasal dari keluarga kaya atau selebritis. Perkataannya ini menjadi ironi ketika akhirnya ia sendiri terjerat dalam kasus korupsi.
KPK Tetapkan 11 Tersangka dalam Kasus Pemerasan Sertifikasi K3
Kini, idealisme yang pernah dikumandangkan oleh Noel justru runtuh di hadapan publik. KPK resmi menetapkan Noel sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait penerbitan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dalam pernyataannya, Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menyebutkan bahwa ada 11 tersangka dalam perkara ini, termasuk pejabat di Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak swasta.
Noel diduga menerima aliran dana hingga Rp 3 miliar pada Desember 2024, serta sebuah motor mewah. Selain itu, beberapa pejabat struktural lain seperti koordinator bidang, direktur, dan subkoordinator K3 juga turut dijerat. Dari pihak swasta, dua orang dari PT Kem Indonesia juga ikut terseret dalam kasus ini.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada 20–21 Agustus 2025, KPK berhasil mengamankan barang bukti yang mencengangkan, antara lain 15 unit mobil, 7 sepeda motor, uang tunai sebesar Rp 170 juta, serta 2.201 dolar AS.
Dari Pengawal Anggaran ke Jerat Korupsi
Pernyataan Noel saat menjabat terasa getir bila diingat kembali. Ia pernah menyatakan bahwa dirinya harus menjadi “anjing penjaga” di lingkungan pemerintahan, menjaga agar tidak ada praktik korupsi. Ia bahkan menyampaikan pesan kepada Presiden bahwa para menteri jangan hanya untuk “mengerampok duit rakyat”.
Namun, kini mantan aktivis itu justru menjadi sorotan karena perbuatannya sendiri. Publik yang dulu mendengar lantang seruannya memberantas praktik jual beli jabatan, kini menyaksikan dirinya masuk dalam pusaran kasus yang ia lawan sendiri.
Skema Korupsi yang Berlangsung Sejak 2019
Menurut konstruksi perkara yang dipaparkan KPK, praktik korupsi ini berlangsung sistematis sejak 2019. Modusnya adalah oknum pejabat menarik selisih biaya dari perusahaan jasa K3 (PJK3) yang mengurus sertifikasi dengan tarif resmi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Total dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 81 miliar, mengalir ke berbagai pihak, termasuk Noel dan pejabat Kemnaker lain. Beberapa pejabat diduga rutin menerima setoran, seperti FRZ (Dirjen Binwasnaker dan K3) serta HR yang disebut menerima Rp 50 juta setiap minggu. Ada pula pejabat lain yang mendapatkan mobil maupun setoran miliaran rupiah.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU Tipikor, dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Antara Idealisme dan Realita
Kisah Noel menambah panjang daftar pejabat yang pernah berbicara lantang soal integritas, namun akhirnya tersandung kasus korupsi. Pernyataannya mengenai “anjing penjaga anggaran” kini berbalik menjadi ironi. Sosok yang pernah mengaku cukup hidup dengan Rp 46 juta per bulan, justru diduga ikut menikmati aliran dana haram dari praktik pemerasan sertifikasi K3.
Kini, publik menunggu bagaimana proses hukum yang berjalan di KPK, sekaligus menyoroti janji pemerintah untuk memberantas jual beli jabatan dan praktik korupsi di tubuh kementerian.


