Pemuda Bunuh Pesilat di Malang Karena Suara Knalpot Bising

Posted on

Penusukan Pesilat di Malang: Kronologi, Dampak, dan Kontroversi Pembelaan Diri

Peristiwa penusukan tragis terjadi di Kota Malang, Jawa Timur, pada Jumat (4/7/2025) dini hari. Seorang pria berinisial FR alias Fatur (25) menusuk tiga pesilat yang sedang dalam konvoi rombongan perguruan silat. Satu korban meninggal dunia akibat luka tusuk di dada tembus paru-paru, sementara dua lainnya mengalami cedera serius dan masih menjalani perawatan intensif.

Kronologi Peristiwa

Kejadian bermula saat FR bersama dua temannya sedang makan nasi goreng di Jalan Raden Panji Suroso, Kecamatan Blimbing, sekitar pukul 01.30 WIB. Saat itu, sebuah rombongan konvoi perguruan silat dengan jumlah sekitar 200 orang melintas di jalan tersebut. Rombongan memainkan gas kendaraan mereka berkali-kali, menghasilkan suara bising yang mengganggu ketenangan malam.

FR yang diketahui dalam pengaruh minuman alkohol merasa terganggu dan mulai meneriaki rombongan konvoi. Situasi semakin memanas hingga terjadi adu argumen dan intimidasi antara kedua pihak. Meski sempat dilerai oleh temannya, FR kemudian mengeluarkan pisau lipat dari dalam tas dan melakukan aksi penusukan secara membabi buta ke arah rombongan pesilat.

Akibatnya, MAS (18), warga Wonodadi, Kabupaten Blitar, tewas karena luka tusuk di dada kiri yang menembus paru-paru. Dua korban lainnya, yaitu RPS (asal Singosari, Malang) dan DA (juga dari Wonodadi), mengalami luka tusuk di bagian dada dan paha, serta luka sabetan di lengan.

Reaksi Polisi dan Langkah Antisipasi

Satreskrim Polresta Malang Kota langsung bertindak cepat pasca kejadian. Dalam waktu kurang dari empat jam, tepatnya sekitar pukul 05.00 WIB, pelaku berhasil ditangkap saat sedang mengobati luka di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang. Barang bukti berupa pisau lipat juga telah diamankan.

Kapolresta Malang Kota, Kombes Nanang Haryono, menyatakan bahwa langkah antisipasi sebenarnya sudah dilakukan oleh pihak kepolisian. Rombongan konvoi perguruan silat sebagian besar telah disekat di berbagai titik, bahkan sebagian diminta putar balik. Namun, euforia di jalanan sulit diprediksi sepenuhnya.

“Ini murni tindakan kriminal pelaku yang merasa terganggu dengan adanya konvoi lalu emosinya tersulut,” ujar Nanang dalam konferensi pers.

Kontroversi dari Kuasa Hukum Pelaku

Di sisi lain, kuasa hukum pelaku, Dimas Juardiman, memberikan versi berbeda. Ia menyebut penusukan terjadi secara spontan setelah FR dikeroyok oleh rombongan pesilat. Menurutnya, rombongan konvoi lebih dulu memicu keributan dengan memainkan gas motor secara berlebihan, lalu turun dari kendaraan dan memukuli pelaku.

Dimas menegaskan bahwa pisau lipat yang dibawa oleh FR adalah alat pertahanan diri. Hal ini dikarenakan FR memiliki trauma pernah menjadi korban begal sebelumnya. “Dia menggunakan pisau itu secara membabi buta, bukan untuk mengarah ke orang tertentu, supaya pengeroyokan itu berhenti. Itu murni pembelaan diri karena posisinya di bawah terdesak dan dikeroyok,” jelas Dimas.

Meski demikian, pihak kepolisian tetap menjerat FR dengan Pasal 351 ayat (3) subsider Pasal 351 ayat (2) juncto Pasal 64 KUHP. Ancaman hukumannya mencapai tujuh tahun penjara.

Dampak Insiden dan Tanggapan Masyarakat

Insiden ini menimbulkan reaksi keras dari masyarakat. Banyak pihak mengecam aksi penusukan yang berujung pada kematian satu orang. Sementara itu, beberapa kelompok masyarakat mendesak agar kepolisian lebih ketat dalam mengatur konvoi perguruan silat yang sering kali menimbulkan gangguan ketertiban umum.

Polisi pun berkomitmen untuk meningkatkan koordinasi dengan perguruan silat agar tidak ada lagi insiden serupa. “Kami akan terus berkoordinasi agar kegiatan seperti ini bisa diatur dan tidak mengganggu ketertiban serta keselamatan masyarakat,” tandas Nanang.

Kesimpulan

Tragedi penusukan di Malang menjadi pengingat pentingnya menjaga ketertiban dan saling menghormati antarwarga masyarakat. Konflik yang bermula dari gangguan suara knalpot berujung pada hilangnya nyawa dan luka-luka. Kasus ini juga membuka diskusi tentang perlunya regulasi lebih ketat terhadap aktivitas konvoi perguruan silat serta pentingnya edukasi masyarakat mengenai kepemilikan senjata tajam.