Perayaan Karnaval Sound di Banyuwangi dengan Anggaran Besar
Di Desa Sidorejo, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, para pemuda setempat kembali mempersiapkan perayaan karnaval yang menarik perhatian banyak pihak. Acara ini tidak hanya menjadi ajang hiburan tetapi juga menjadi wadah untuk mengekspresikan semangat dan kebersamaan antar masyarakat. Salah satu hal yang mencuri perhatian adalah besarnya anggaran yang dialokasikan untuk acara tersebut.
Perkumpulan pemuda yang tergabung dalam kelompok Mbogeg Gank mengungkapkan bahwa mereka telah mengumpulkan dana sebesar Rp 38 juta sebagai iuran dari 15 anggota. Dana tersebut digunakan untuk menyewa sound horeg yang berasal dari Jember dengan biaya sekitar Rp 30 juta. Sisa dana sebesar Rp 8 juta akan digunakan untuk dekorasi penjor, kebutuhan operasional selama karnaval, pembuatan kaos, serta logistik lainnya. Jika masih tersisa, uang tersebut akan disimpan untuk kegiatan pemuda di masa mendatang.
Para pemuda yang terlibat dalam iuran ini memiliki latar belakang pekerjaan beragam, seperti petani, pedagang, pekerja ekspedisi, hingga pelajar. Meskipun jumlah iuran per orang mencapai lebih dari Rp 1,5 juta, mereka tetap bersedia membayar demi bisa ikut serta dalam acara yang dinantikan oleh banyak orang.
“Kita punya semangat dan tujuan yang sama untuk memeriahkan karnaval,” ujar Sony, perwakilan dari kelompok tersebut. Ia menjelaskan bahwa penyewaan sound horeg akan digunakan dalam karnaval desa yang diikuti sekitar 14 kelompok pada bulan Oktober 2025. “Kami memilih bulan Oktober karena trafik di bulan Agustus sudah sangat tinggi,” tambahnya.
Meski anggaran besar dikeluarkan, Sony mengaku bahwa semua anggota ikhlas tanpa memikirkan balasan atau manfaat yang langsung didapat. Selain itu, mereka juga patuh terhadap aturan yang ditetapkan pemerintah, termasuk batas kebisingan maksimal 120 desibel (dBA) sesuai Surat Edaran Gubernur Jawa Timur.
Sony menilai bahwa aturan tersebut cukup rasional, meskipun tidak sepenuhnya sesuai dengan keinginan penikmat sound horeg. Namun, ia memilih untuk mentaati aturan agar acara dapat berjalan lancar. Dalam acara tersebut, mereka tetap bisa menciptakan suasana meriah melalui atraksi lighting, tampilan videotron, barisan, dan kostum yang menarik.
Antusiasme masyarakat terhadap karnaval sound yang digelar sejak dua tahun terakhir terbilang tinggi. Meski ada stigma negatif terhadap sound horeg, Sony menilai bahwa pandangan setiap orang bisa berbeda. Menurutnya, stigma tersebut sering kali berasal dari persepsi yang terlalu sempit.
Ia menekankan bahwa para penikmat sound horeg tetap taat aturan dan membutuhkan wadah serta fasilitas yang memadai untuk menyalurkan minat mereka. Untuk itu, pihaknya berupaya agar acara tidak menimbulkan konflik dengan masyarakat yang tidak setuju. Hal ini dilakukan dengan memenuhi seluruh persyaratan izin, mulai dari desa hingga kepolisian, serta menjunjung tinggi peraturan yang berlaku.
“InsyaAllah sudah memenuhi persyaratan. Semoga bisa menjadi acara yang baik dan tidak bertabrakan dengan aturan yang diterapkan,” tutup Sony.


