Pemerintah Dianggap Gagal Pahami Pesan Bung Hatta tentang Rumah Rakyat

Posted on

Perumahan Rakyat di Indonesia: Tantangan dan Kebijakan yang Belum Mencapai Visi Bung Hatta

Pasar perumahan rakyat di Indonesia terus menjadi isu penting yang memerlukan perhatian serius. Seiring dengan berkembangnya kebijakan pemerintah, beberapa kritik muncul mengenai sejauh mana upaya pemerintah dalam mencapai visi Bapak Perumahan Nasional, Mohammad Hatta atau Bung Hatta.

Bung Hatta, dalam pidatonya pada Kongres Perumahan Rakyat tahun 1950, memiliki harapan bahwa seluruh rakyat Indonesia akan hidup sejahtera dan tinggal di rumah layak huni dalam lingkungan permukiman yang baik dan sehat. Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa setiap masa pemerintahan berganti, semakin banyak masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh yang jauh dari layak huni. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah gagal dalam menangkap pesan Bung Hatta.

Perubahan Konsep Perumahan

Konsep perumahan rakyat telah berubah dari fokus awalnya pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) ke golongan menengah atas. Perumahan rakyat yang seharusnya memperkuat peran negara untuk mengelola sumber daya kunci seperti tanah dan prasarana, kini cenderung menyimpang melalui kebijakan liberal yang menyerahkan tanggung jawab merumahkan rakyat kepada bisnis properti.

Bung Hatta telah melihat berbagai sistem negara kesejahteraan di Eropa dan memahami pentingnya sistem perumahan yang berkelanjutan. Namun, pemerintah tidak sepenuhnya memahami cita-cita Bung Hatta tersebut. Sistem public housing tidak kunjung terpupuk, selain main proyek rusunawa yang tidak terencana dan tidak dikelola dengan baik.

Program 3 Juta Rumah yang Masih Tidak Memenuhi Cita-Cita

Program ambisius bertajuk 3 Juta Rumah untuk membangun dan merenovasi sebanyak 3 juta unit per tahun masih belum membuahkan hasil. Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah menyatakan bahwa program ini belum memberikan hasil yang signifikan. Ia bahkan meminta maaf kepada Menteri Koordinator IPK Agus Harimurti Yudhoyono dalam rapat tersebut.

Selama 10 bulan ini, Kementerian PKP malah bekerja di luar Key Performance Indicator (KPI), seperti begerak di bidang Corporate Social Responsibility (CSR) hingga Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Menurutnya, harusnya fokus pada apa yang seharusnya dikerjakan sebagai KPI.

Penggunaan Lahan BLBI untuk Pembangunan Perumahan

Pemerintah berencana memanfaatkan tanah eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Jalan Boulevard Palem Raya, Kelurahan Kelapa Dua, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, untuk program 3 juta rumah. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rio Silaban menyatakan bahwa total luas lahan eks BLBI Karawaci adalah 3,7 hektar. Lahan senilai Rp 459 miliar itu sudah clean and clear dan siap dimanfaatkan untuk program 3 juta rumah.

Selain lahan eks BLBI Karawaci, Ara juga ingin memanfaatkan lahan eks BLBI di Kalimalang, Bekasi. Namun, lahan seluas 5,2 hektar tersebut sudah ditinggali oleh 1.000 kepala keluarga (KK).

Keterlibatan CSR Perusahaan Besar

Kementerian PKP juga getol menggandeng perusahaan besar tanah air untuk Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang perumahan. Beberapa perusahaan seperti Sugianto Kusuma, Grup Adaro, dan PT Berau Coal Energy Tbk telah membangun ribuan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Yayasan Buddha Tzu Chi juga turut membantu dari sisi renovasi rumah. Total, yayasan ini melakukan renovasi terhadap 1.500 unit rumah, yang tersebar di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Selain itu, Kadin Indonesia akan merenovasi 500 rumah tidak layak huni (RTLH).

Perubahan Aturan Luas Minimal Rumah Subsidi

Wacana mengubah aturan luas minimal rumah subsidi menjadi 18 meter persegi beberapa waktu lalu menuai kritik dari masyarakat. Setelah ramai dikritik, Menteri PKP mengatakan bahwa wacana tersebut hanya test the water atau mengecek respons publik. Ia menegaskan bahwa ide tersebut baru sebatas draft dan tidak akan dipaksakan jika respons publik tidak mendukung.

Perubahan Batas Maksimal Gaji MBR

Kementerian PKP juga mengubah batas maksimal gaji MBR untuk membeli rumah subsidi. Aturan ini dimaksudkan untuk memperluas penerima manfaat, sehingga masyarakat berpenghasilan menengah juga masih bisa mendapatkan FLPP. Berikut rincian zona dan batas maksimal gaji pemohon KPR subsidi sesuai Permen PKP:

  • Zona 1 Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Sumatera, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat:
  • Umum dan lajang: Rp 8,5 juta
  • Pasangan menikah: Rp 10 juta
  • Peserta tapera: Rp 10 juta

  • Zona 2 Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali:

  • Umum dan lajang: Rp 9 juta
  • Pasangan menikah: Rp 11 juta
  • Peserta tapera: Rp 11 juta

  • Zona 3 Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya:

  • Umum dan lajang: Rp 10,5 juta
  • Pasangan menikah: Rp 12 juta
  • Peserta tapera: Rp 12 juta

  • Zona 4 Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi:

  • Umum dan lajang: Rp 12 juta
  • Pasangan menikah: Rp 14 juta
  • Peserta tapera: Rp 14 juta