Isu Pembangunan Fasilitas Mewah di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo
Pulau Padar, yang terletak di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), menjadi perhatian utama masyarakat akhir-akhir ini. Beberapa hari belakangan, berbagai media sosial ramai membicarakan rencana pembangunan fasilitas pariwisata mewah di pulau tersebut. Rencana tersebut dilakukan oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) dengan membangun 619 unit fasilitas, termasuk 448 unit vila.
Pulau Padar dikenal sebagai salah satu destinasi wisata favorit baik untuk wisatawan lokal maupun internasional. Keindahan alamnya serta statusnya sebagai situs warisan dunia UNESCO menjadikannya tempat yang sangat strategis dan bernilai tinggi. Namun, isu pembangunan fasilitas mewah menimbulkan kekhawatiran akan dampak ekologis terhadap lingkungan sekitarnya.
Anggota DPRD Kabupaten Manggarai Barat, Hasanudin, menyampaikan pandangan mengenai rencana tersebut. Ia menegaskan bahwa Pulau Padar merupakan kawasan konservasi yang menjadi habitat alami komodo. Pembangunan besar-besaran di wilayah ini dinilai dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan mengancam kelangsungan hidup satwa langka tersebut.
“Proyek ini harus dikaji ulang secara menyeluruh karena bisa merusak keseimbangan ekosistem kawasan konservasi,” ujarnya. Ia juga menyoroti potensi pencemaran laut akibat limbah dari vila-vila yang direncanakan. Menurutnya, pengelolaan limbah rumah tangga harus dipastikan tidak sampai mencemari perairan sekitar yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat setempat.
Hasanudin juga mengingatkan bahwa sejak tahun 2021, UNESCO dan International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah memberi peringatan agar proyek-proyek yang membahayakan nilai warisan dunia di TNK dihentikan. Ia menegaskan bahwa kawasan ini adalah milik masyarakat Manggarai Barat dan harus dijaga dengan baik.
Tanggapan dari Kementerian Kehutanan
Mengenai isu pembangunan di Pulau Padar, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Kehutanan, Krisdianto, menjelaskan bahwa pengusahaan wisata alam di zona pemanfaatan merupakan amanah UU No. 5 Tahun 1990 jo UU No. 32 Tahun 2024. PT KWE memiliki izin usaha sarana pariwisata alam sejak 2014, dengan lokasi izin usaha berada di zona pemanfaatan Pulau Padar.
Menurutnya, luas pembangunan yang direncanakan sangat terbatas, yaitu sekitar 15,375 hektar atau 5,64 persen dari total 274,13 hektar perizinan berusaha di Pulau Padar. Pembangunan akan dilakukan dalam lima tahap dan dibagi dalam tujuh blok lokasi.
Krisdianto menambahkan bahwa saat ini proses masih berada pada tahap konsultasi publik atas dokumen Environmental Impact Assessment (EIA) sesuai standar World Heritage Centre (WHC) dan IUCN. Pemerintah Indonesia tidak akan mengizinkan pembangunan apa pun sebelum dokumen EIA disetujui oleh WHC dan IUCN sebagai bagian dari komitmen terhadap perlindungan Outstanding Universal Value (OUV) situs warisan dunia.
Proses Penilaian dan Evaluasi
Pemerintah menjamin bahwa setiap pembangunan tidak akan berdampak negatif terhadap kelestarian komodo dan habitatnya. Evaluasi terhadap OUV, baik dari aspek ekologi, lanskap, hingga sosial-budaya, menjadi dasar utama dalam seluruh proses penilaian. Selain itu, dokumen EIA merupakan respons terhadap mandat dari hasil Reactive Monitoring Mission TN Komodo 2022, serta keputusan resmi sidang WHC ke-46 (Riyadh, 2023) dan WHC ke-47 (Paris, 2025).
Pembangunan hanya dapat dilakukan jika seluruh rekomendasi EIA dipenuhi dan tidak ada risiko terhadap integritas situs warisan dunia. Kemenhut juga menghargai perhatian publik terhadap keberlanjutan dan kelestarian satwa Komodo dan Pulau Padar. Mereka mengajak semua pihak untuk menunggu proses penilaian internasional yang sedang berlangsung, serta menghindari penyebaran informasi yang tidak akurat dan berpotensi menyesatkan publik.
