Masalah yang Muncul dalam Program Makan Bergizi Gratis di Sumsel
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Sumatera Selatan kembali menjadi perhatian setelah beberapa kasus muncul, seperti makanan berulat dan keracunan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kualitas makanan yang disajikan oleh program tersebut.
Menurut Ketua Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI) Sumsel, Yenita, DCN., M.P.H., R.D., secara umum komposisi makanan MBG sudah sesuai. Terdapat nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Namun, dari segi ukuran porsi, masih ada yang belum sesuai dengan standar yang ditetapkan. Misalnya, seharusnya 50 gram, tetapi hanya diberikan 25 gram. Hal ini menunjukkan bahwa porsi makanan tidak memenuhi standar yang sudah ditentukan.
Yenita menyatakan bahwa proses pelaksanaannya sudah sesuai dengan standar yang telah dibuat. Namun, masalah utama terletak pada pengawasan. Ia menegaskan bahwa dari sisi ahli gizi yang membuat menu, tidak ada masalah. Menu sudah sesuai, hanya saja proses pelaksanaannya yang masih perlu pengawasan lebih ketat.
Penyebab Keracunan dan Faktor yang Perlu Diperiksa
Jika terjadi kasus keracunan, maka harus dilakukan penelusuran terlebih dahulu untuk mengetahui penyebabnya. Prosesnya dimulai dari tempat penyedia makanan. Apakah tempat tersebut higienis dan memiliki sertifikasi sanitasi? Selain itu, kualitas bahan makanan juga perlu diperiksa. Apakah bahan yang dipilih sudah baik dan disiapkan dengan benar?
Misalnya, apakah sayur sudah disortir dan dibuang jika ada ulatnya? Untuk lauk, apakah ayam masih segar atau tidak? Proses pengolahan juga perlu diperhatikan. Apakah makanan dimasak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan sehingga bakteri dan kuman dapat dibunuh?
Setelah proses pemasakan, makanan akan didiamkan atau disimpan sebelum didistribusikan. Apakah tempat penyimpanan layak dan tertutup? Apakah ada lalat yang bisa hinggap? Pengemasan makanan juga menjadi faktor penting. Kapan makanan dikemas sebelum diantar? Faktor-faktor ini bisa memengaruhi risiko adanya bakteri jika tidak diperhatikan.
Risiko Keracunan Massal dan Tindakan Pencegahan
Bakteri E. coli dan virus merupakan penyebab utama anak-anak mengalami keracunan jika mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Gejalanya bisa berupa diare, pusing, mual, dan muntah. Oleh karena itu, sumber air juga perlu dicek.
Perlu dilakukan evaluasi terhadap penyedia-penyedia MBG. Apakah layak? Apakah mereka sudah uji kelayakan higienis dan sanitasinya? Apakah penjamah makanan sudah sesuai dengan prosedur?
Selain itu, perlu dievaluasi jumlah penyelenggara MBG, apakah sesuai dengan peralatan dan tenaga kerja yang cukup. Jika kurang tenaga kerja, proses pengolahan bisa dilakukan asal-asalan.
Batas Aman Konsumsi Makanan di Suhu Ruang
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), batas waktu aman konsumsi makanan di suhu ruangan hanya 2 jam. Jika terpaksa, tidak lebih dari 4 jam. Jika melebihi waktu tersebut, risiko pertumbuhan bakteri meningkat drastis dan bisa menyebabkan keracunan.
Makanan yang disimpan terlalu lama di suhu ruangan menjadi ladang subur bagi bakteri. Anak-anak yang mengonsumsinya bisa langsung mengalami mual, muntah, hingga dehidrasi berat. Dalam banyak kasus, makanan MBG diproses malam hari, lalu dikirim ke sekolah pagi hari, dan baru dikonsumsi siang. Rentang waktu yang panjang ini membuka peluang bakteri berkembang biak, terutama jika makanan tidak disimpan dalam refrigerator atau kulkas.
Anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan karena sistem imun mereka lebih lemah dibanding orang dewasa. Efek jangka pendek bisa berupa muntah dan diare, namun jika tidak ditangani dengan cepat, kondisi ini berpotensi berujung pada kerusakan organ bahkan kematian.
Kasus Siswa yang Sakit Usai Mengonsumsi MBG
Beberapa siswa SDN 178 Palembang mengalami gejala sakit mual, muntah, lemas, pusing, dan sakit perut setelah menyantap menu MBG. Salah satu dari 13 siswa yang sakit, Disfa, masih dirawat di RS Pusri. Guru PJOK SDN 178, Rajjis, mengatakan bahwa dari 13 siswa yang sakit, 12 sudah pulang ke rumah dan satu masih dirawat.
Disfa mengaku trauma untuk menyantap menu MBG lagi karena khawatir dampaknya membuat dia sakit lagi. Ia menyatakan bahwa makanan terasa pahit dan ayamnya agak masam. Ia memilih membawa bekal sendiri dari rumah.
Sementara itu, Agung, salah satu teman Disfa, juga mengalami gejala serupa seperti mual, sakit perut, sakit kepala hingga panas tinggi dan kejang-kejang. Setelah dirujuk ke RS Pusri, kondisi Agung mulai membaik, meskipun masih sedikit panas dan lemas akibat muntah.
Keluarga Agung merasa trauma setelah melihat anaknya mengalami kejang-kejang. Mereka memutuskan untuk tidak makan menu MBG lagi dan memilih membawa bekal sendiri dari rumah.
