Nikita Mirzani Jadi Terdakwa Pemerasan dan TPPU, Ahli: Bank Harus Patuhi Permintaan Hukum

Posted on

Penjelasan tentang Pembukaan Data Transaksi Perbankan Nikita Mirzani

Nikita Mirzani, seorang artis ternama di Indonesia, mengungkapkan kekecewaannya setelah mengetahui bahwa data transaksi perbankannya—yang dikenal sebagai rekening koran—dibuka dan dipaparkan di ruang sidang tanpa sepengetahuannya. Hal ini terjadi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (14/8/2025). Rekening koran adalah dokumen resmi yang mencatat seluruh aktivitas transaksi dalam suatu rekening bank, termasuk setor tunai, transfer masuk dan keluar, serta saldo akhir.

Nikita menjadi terdakwa kasus pemerasan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam persidangan tersebut. TPPU adalah kejahatan yang dilakukan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana, agar tampak seolah-olah sah secara hukum. Kasus ini terkait laporan dari selebgram dan pengusaha skin care, Reza Gladys.

Dalam sidang tersebut, data transaksi Nikita diserahkan oleh pihak bank kepada penyidik Polda Metro Jaya dan kemudian diungkap oleh saksi dari pihak bank atas permintaan jaksa penuntut umum (JPU). Saksi yang hadir adalah dari PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Nikita merasa kecewa karena data aktivitas perbankannya diungkap tanpa izinnya.

Penjelasan dari Mantan Kepala PPATK

Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, menjelaskan bahwa bank wajib memberikan informasi kerahasiaan nasabah jika diminta aparat penegak hukum. PPATK adalah lembaga independen negara yang bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.

Menurut Yunus, jika nasabah menjadi terdakwa kasus dugaan TPPU, maka pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk meminta informasi terkait rekening nasabah kepada bank dalam mengusut kasus tindak pidana. Bank juga diberikan kekebalan hukum sehingga tidak dapat dituntut secara perdata ataupun pidana atas tindakan tersebut.

Yunus menambahkan bahwa Pasal 72 ayat (2) UU TPPU secara eksplisit mengecualikan rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan untuk kepentingan pemeriksaan perkara pencucian uang oleh penegak hukum. Tindakan bank sebagai penyedia jasa keuangan yang segera menindaklanjuti permintaan dari PPATK dalam rangka pengusutan kasus pencucian uang juga sudah sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 44 ayat (2) UU TPPU.

Pandangan dari Pengamat Hukum

Pengamat hukum sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, menambahkan bahwa aparat penegak hukum berhak mengakses rekening perbankan terdakwa kasus tindak pidana tanpa harus meminta persetujuan dari nasabah yang bersangkutan. Menurutnya, membuka rekening merupakan upaya paksa. Memang perlu izin dari lembaga hukum terkait, tapi bukan dari tersangka atau terdakwa.

Kerahasiaan data perbankan, menurut Hibnu, tidak bersifat mutlak. Demi kepentingan peradilan, data rekening dapat dibuka dan dijadikan alat bukti di persidangan. “Kalau memang dibutuhkan harus dibuka karena untuk kepentingan peradilan. Tidak ada rahasia mutlak karena untuk kepentingan peradilan,” imbuh Hibnu.

Penjelasan BCA

PT Bank Central Asia (BCA) buka suara terkait pembukaan daftar transaksi perbankan milik Nikita Mirzani dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025). EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, mengatakan bahwa sebagai lembaga perbankan, BCA selalu tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku. Hal tersebut termasuk kewajiban untuk memenuhi permintaan data oleh aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan undang-undang di Indonesia.

“Sehubungan dengan kehadiran perwakilan BCA sebagai saksi pada salah satu persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dapat kami sampaikan bahwa BCA sebagai lembaga perbankan tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, termasuk kewajiban untuk memenuhi permintaan data oleh aparat penegak hukum sesuai ketentuan Undang-Undang di Republik Indonesia,” kata Hera dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (15/8/2025).

Selain itu, BCA juga menegaskan komitmennya untuk konsisten menjaga dan melindungi keamanan serta kerahasiaan seluruh data nasabah. “Perlu kami tegaskan bahwa BCA senantiasa berkomitmen untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan data nasabah sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tambahnya.

Awal Mula Kasus Nikita Mirzani

Kasus yang menyeret nama Nikita Mirzani bermula dari unggahan video TikTok dari akun @dokterdetektif yang mengulas produk kecantikan Glafidsya milik Reza Gladys pada Rabu (9/10/2024). Pemilik akun, Samira, menyebut kandungan produk Glafidsya berupa serum vitamin C booster tidak sesuai dengan klaim, bahkan harganya dinilai tidak sebanding dengan kualitasnya.

Dua hari kemudian, ia kembali mengulas lima produk Glafidsya lainnya, yakni sabun cuci muka, serum, dan krim malam yang lagi-lagi disebut tidak sesuai klaim. Dalam video tersebut, Samira mengajak warganet untuk tidak membeli produk yang diklaim dapat mencegah penuaan dini, sekaligus meminta Reza agar menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan menghentikan penjualan produknya sementara waktu.

Reza pun menuruti permintaan itu dengan mengunggah video permintaan maaf. Di momen inilah Nikita muncul dengan melakukan siaran langsung di TikTok melalui akun @nikihuruhara. Dalam siaran tersebut, ia berulang kali menjelek-jelekkan Reza dan produknya, bahkan menuding kandungan produk kecantikan Reza berpotensi memicu kanker kulit. Ia juga mengajak warganet untuk berhenti menggunakan produk apa pun dari Glafidsya.

Satu minggu setelahnya, rekan sesama dokter bernama Oky memprovokasi Reza untuk memberikan uang ke Nikita supaya tidak lagi menjelek-jelekkan produknya. Melalui Ismail, Nikita justru mengancam Reza dengan mengatakan dia bisa dengan mudah menghancurkan bisnis Reza Gladys. Untuk itu, ia meminta uang tutup mulut sebesar Rp 5 miliar. Merasa terancam, Reza setuju memberikan Rp 4 miliar yang membuatnya mengalami kerugian dengan jumlah sama.

Ia kemudian melaporkan peristiwa tersebut ke Polda Metro Jaya pada Selasa (3/12/2024). Atas perbuatannya, Nikita dan Ismail dijerat Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE, Pasal 369 KUHP tentang pemerasan, serta Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).