Negara Tanggung Biaya ONH 2026 Sebesar Rp33,2 Juta

Posted on

Biaya Haji 2026 Turun, Tapi Kualitas Layanan Harus Tetap Terjaga

Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk tahun 2026 ditetapkan sebesar Rp87,4 juta. Dari jumlah tersebut, pemerintah menanggung sebesar Rp33,2 juta, sehingga jamaah hanya perlu membayar Rp54,1 juta sebagai ongkos naik haji (ONH). Keputusan ini disepakati oleh Komisi VIII DPR RI bersama Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj), Rabu (29/10/2025).

Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua), Azhar Gazali, menyambut baik langkah pemerintah dalam menurunkan biaya penyelenggaraan ibadah haji. Namun, ia mengingatkan agar efisiensi biaya tidak berujung pada penurunan mutu pelayanan.

“Jangan sampai ada penurunan kualitas layanan. Kalau bisa, dengan harga yang seminimal mungkin, pelayanannya tetap bagus, bahkan lebih baik lagi,” katanya.

Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Sulsel, Iqbal Ismail, mengatakan hingga kini masih menunggu hasil dari pemerintah pusat. “Kami masih menunggu,” katanya.

Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI bersama pemerintah menyetujui BPIH tahun 2026 senilai Rp87.409.365. Kesepakatan ini dalam rapat antara Komisi VIII dan Kemenhaj di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/10/2025).

Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) ditanggung jamaah calon haji ditetapkan senilai Rp54.193.806. Ketua Panja Haji, Abdul Wachid, menjelaskan angka ini turun Rp2,8 juta dibandingkan BPIH 2025 senilai Rp89.410.268.

Secara simbolis, Wachid menyerahkan dokumen hasil kesepakatan tersebut kepada Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang.

Tahun depan Indonesia mendapat kuota haji 221.000 jamaah. Dari jumlah itu, kuota haji reguler 203.320 jamaah, sedangkan haji khusus 17.680 jamaah.

Wamenhaj Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan, untuk haji reguler, total penerbangan disiapkan mencapai 525 kloter.

Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyatakan BPIH 2026 disepakati Rp2 juta dibanding 2025.

“Kami akhirnya menyepakati usulan pemerintah turun Rp1 juta lagi. Jadi dibandingkan tahun lalu, totalnya turun Rp2 juta,” ujar Marwan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/10/2025).

Kemenhaj sebelumnya mengusulkan BPIH 2026 senilai Rp88.409.365,47 dengan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) ditanggung jamaah Rp54.924.000. Angka tersebut diklaim sudah turun Rp1 juta dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, setelah melalui pembahasan lagi, Panja Komisi VIII DPR RI dan pemerintah menyepakati penurunan BPIH menjadi Rp87.409.365,45, atau turun Rp2,8 juta dari BPIH 2025 yang mencapai Rp89.410.268.

Marwan menjelaskan, proses pembahasan cukup alot karena sejumlah faktor teknis disesuaikan, termasuk kenaikan kurs rupiah dan proses negosiasi dengan Pemerintah Arab Saudi belum tuntas.

“Kita hitung manual lagi tadi malam, kita urai satu per satu. Pemerintah sudah menyodorkan data dan bukti, terutama karena kurs naik dan nego di Saudi belum selesai. Akhirnya kita sepakat turun Rp2 juta dari tahun lalu,” jelasnya.

Kualitas Haji Harus Tetap Terjaga

Ketua AMPHURI wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua, Azhar Gazali, menyambut baik langkah pemerintah menurunkan biaya penyelenggaraan ibadah haji. Menurutnya, penurunan biaya haji Rp2 juta kebijakan positif selama tidak mengorbankan kualitas pelayanan bagi para jamaah.

“Kita hargai upaya pemerintah dengan apa yang sudah dilakukan. Di pemerintahan Prabowo ini luar biasa sekali dukungannya terhadap calon jamaah haji,” kata Azhar, Rabu (29/10/2025).

Meski jumlah penurunannya tidak terlalu besar, kebijakan ini membawa dampak signifikan, terutama bagi jamaah di daerah. Dana yang semula dialokasikan untuk biaya haji bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lain selama berada di Tanah Suci, seperti belanja atau membantu kebutuhan keluarga jamaah di rumah.

Namun, Direktur Utama Aliyah Wisata ini mengingatkan agar efisiensi biaya tidak berujung pada penurunan mutu pelayanan.

“Jangan sampai ada penurunan kualitas layanan. Kalau bisa, dengan harga yang seminimal mungkin, pelayanannya tetap bagus, bahkan lebih baik lagi,” katanya.

Langkah pemerintah menurunkan BPIH 2026 senilai Rp2 juta juga mendapat sambutan positif dari CEO Al Jasiyah Travel, Nurhayat. Ia menilai kebijakan tersebut memberikan kemudahan bagi jamaah calon haji, terutama dari kalangan menengah ke bawah.

“Tentu kita sambut baik karena bermanfaat bagi jamaah,” ujar Hayat.

Meski demikian, Hayat mengingatkan agar pemerintah tetap menjaga kualitas pelayanan meskipun biaya haji mengalami penurunan. Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Sulsel ini tekankan pentingnya pengawasan untuk mencegah munculnya pungutan tambahan terhadap jamaah haji reguler.

“Ini perlu pengawasan. Jangan sampai banyak biaya lain muncul dari biaya yang sudah ditetapkan,” tegas Hayat.

Senada disampaikan CEO Bulusaraung Travel, Suryadi. Ia menyebut kebijakan penurunan biaya haji ini dinantikan masyarakat, terutama di Sulsel yang menjadi salah satu provinsi dengan kuota haji reguler terbanyak tahun 2026.

“Ini kabar bagus bagi jemaah, apalagi Sulsel termasuk daerah dengan kuota besar. Tapi tentu kualitas pelayanan juga harus terus ditingkatkan,” kata Suryadi.

Berdasarkan data Kementerian Haji dan Umrah, Sulsel termasuk dalam empat provinsi dengan kuota haji reguler terbanyak, setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Sistem Kuota Haji 2026

Wakil Menteri Haji dan Umrah (Wamenhaj), Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan pembagian kuota haji 2026 disusun berdasarkan UU Nomor 14/2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Sistem pembagian kuota menekankan prinsip keadilan, sehingga provinsi dengan jumlah pendaftar lebih banyak otomatis memperoleh kuota lebih besar.

“Kami membagi kuota haji reguler per provinsi berdasarkan proporsi daftar tunggu jemaah haji antar provinsi,” ujar Dahnil dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Selasa (28/10/2025).

Selain itu, Dahnil menjelaskan masa tunggu jamaah haji reguler di seluruh provinsi disamaratakan menjadi 26 tahun. Penyamarataan ini dimaksudkan agar nilai manfaat diterima setiap jamaah haji sama, karena lamanya waktu tunggu setara di semua provinsi.

“Perhitungan kuota tahun 2025 pada setiap provinsi tidak memiliki landasan hukum. Sementara rencana kuota 2026 telah sesuai UU Nomor 14/2025. Tahun lalu, masa tunggu jamaah bervariasi hingga 47 tahun, tapi tahun 2026 disamaratakan,” jelas Dahnil.

Kemenhaj sebelumnya telah resmi merilis jumlah kuota haji reguler untuk 34 provinsi. Ibadah haji 2026, Indonesia mendapat kuota 221.000 jamaah, dengan haji reguler 203.320 jamaah dan haji khusus 17.680 jamaah.

Jawa Timur menjadi provinsi dengan kuota haji reguler terbanyak, yaitu 42.409 jemaah. Disusul Jawa Tengah dengan 34.122 jamaah dan Jawa Barat 29.643 kouta jamaah. Sulawesi Selatan 9.670 jamaah, dan Banten 9.124 jamaah.

Sementara itu, terdapat provinsi-provinsi mendapat kuota paling sedikit. Bahkan empat dari lima provinsi itu hanya mendapat jatah di bawah 500 jamaah. Sulawesi Utara menjadi provinsi dengan kuota terendah, yaitu 402 jamaah. Disusul Papua Barat (447 jemaah) dan Nusa Tenggara Timur 516 jamaah, Kalimantan Utara 489 jamaah, dan Maluku sebanyak 587 jamaah.

Dengan pembagian kuota ini, Kemenhaj berharap sistem distribusi jamaah haji menjadi lebih adil dan proporsional, menyesuaikan jumlah pendaftar di masing-masing provinsi.

Perbedaan BPIH, Bipih, dan Nilai Manfaat

BPIH

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, BPIH diatur sebagai sejumlah dana yang digunakan untuk operasional penyelenggaraan ibadah haji. BPIH bersumber dari Bipih, Nilai Manfaat, Dana Efisiensi, hibah, wakaf, dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan perhitungan yang akuntabel berbasis Nilai Manfaat.

Pasal 45 ayat (1) UU 14/2025 menjelaskan bahwa BPIH digunakan untuk 13 hal, antara lain: penerbangan, akomodasi, konsumsi, transportasi, pelayanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, perlindungan, dokumen perjalanan, perlengkapan jemaah, biaya hidup, pembinaan jemaah di Indonesia dan Arab Saudi, pelayanan umum, serta pengelolaan BPIH yang terkait langsung dengan jemaah haji.

Untuk ibadah haji 2026, BPIH ditetapkan Rp87.409.365 oleh Komisi VIII DPR bersama pemerintah.

Bipih

Sementara itu, Bipih adalah sejumlah uang harus dibayar warga negara yang akan menunaikan ibadah haji, atau dengan kata lain, biaya yang ditanggung langsung oleh calon jemaah. Calon jamaah membayarkan Bipih melalui tiga tahap setoran: setoran awal, setoran angsuran, dan pelunasan akhir.

Dalam Pasal 49A UU 14/2025 dijelaskan, apabila calon jemaah tidak melunasi pembayaran Bipih selama lima tahun berturut-turut, statusnya dapat digantikan oleh ahli waris atau dibatalkan, dan dana setoran awal maupun angsuran berikut nilai manfaatnya dikembalikan.

Untuk haji 2026, Bipih yang harus dibayarkan calon jamaah sebesar Rp54.193.806.

Nilai Manfaat

Nilai manfaat adalah dana diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji melalui penempatan dan/atau investasi. Dana ini menjadi salah satu komponen BPIH selain Bipih, dana efisiensi, dan sumber lain. Nilai manfaat bisa digunakan untuk mengurangi biaya haji atau untuk program kemaslahatan umat, seperti pendidikan, kesehatan, dan penguatan ekonomi.

Dalam rapat kerja antara Komisi VIII DPR dengan Kemenhaj, disepakati bahwa nilai manfaat untuk jamaah haji 2026 senilai Rp33.215.000.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *