Murid SD Semarang Terjebak di Sungai Akibat Jalan Ditutup Tetangga

Posted on

Siswa SD Terpaksa Berangkat Sekolah Lewat Sungai Akibat Perselisihan Tanah

Seorang siswa kelas II SD Negeri 01 Sampangan di Kota Semarang, Jawa Tengah, terpaksa berangkat ke sekolah melalui sungai karena akses jalan yang biasa digunakan ditutup. Kejadian ini menimbulkan perhatian luas, terutama karena mengancam hak dasar anak untuk mendapatkan pendidikan.

Kondisi jalan yang sebelumnya bisa dilalui oleh keluarga siswa kini tidak lagi tersedia. Hal ini disebabkan oleh sengketa lahan antara orang tua siswa dengan pihak lain. Sengketa tersebut bermula dari pembelian tanah oleh orang tua siswa, Juladi Boga Siagian (54), kepada almarhum Zaenal pada tahun 2011. Pembelian dilakukan secara bertahap dan hanya didasarkan pada kesepakatan lisan tanpa surat keterangan resmi.

Setelah Zaenal meninggal, adik kandungnya, Sri Rejeki, mengklaim bahwa tanah tersebut telah berganti nama atas namanya. Dia memiliki sertifikat kepemilikan tanah yang menjadi dasar klaimnya. Permasalahan ini berlanjut hingga ke pengadilan. Pada 17 Juli 2025, Juladi dinyatakan bersalah dalam perselisihan tersebut dan dihukum tiga bulan penjara.

Setelah putusan inkrah, pihak Sri Rejeki kemudian menutup akses jalan yang selama ini digunakan oleh keluarga Juladi. Sejak saat itu, mereka terpaksa menggunakan jalur sungai untuk keluar-masuk rumah. Kondisi tepi sungai yang sempit dan berbahaya membuat situasi semakin memprihatinkan.

Juladi mengaku telah mengajukan banding atas putusan pengadilan. Ia juga menyampaikan kekecewaannya terhadap proses hukum yang dinilai tidak menjawab pertanyaan mendasar, seperti berapa meter tanah yang dianggap diserobot. Meski demikian, ia tetap mengakui kesalahan yang dilakukannya.

Dalam situasi ini, anak Juladi harus melewati sungai setiap hari untuk pergi ke sekolah. Kondisi ini sangat membahayakan dan memicu emosi orang tua. Juladi akhirnya merekam aktivitas anaknya dan mengunggahnya ke media sosial. Ia merasa kasihan terhadap kondisi yang dialami anaknya.

Respons dari DPRD dan Dinas Pendidikan

Anggota Komisi A DPRD Kota Semarang dari Fraksi PDIP, Rahmulyo Adi Wibowo, menyoroti pentingnya musyawarah dalam menyelesaikan konflik ini. Menurutnya, masalah ini tidak hanya terkait hukum, tetapi juga mengganggu hak dasar anak dalam mengakses pendidikan. Ia menyarankan semua pihak duduk bersama untuk mencari solusi yang lebih manusiawi.

Rahmulyo menekankan bahwa penyelesaian konflik tidak boleh hanya mengandalkan aspek legalitas. “Kalau bicara soal hukum, ya enggak ada habisnya,” ujarnya. Ia menyarankan agar semua pihak mengedepankan komunikasi dan kerja sama.

Di sisi lain, Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Kota Semarang, Aji Nur Setiawan, menyatakan bahwa pihaknya siap membantu agar anak tersebut tetap bisa mengenyam pendidikan. Ia menegaskan bahwa permasalahan ini bukanlah tanggung jawab sekolah. Pihak sekolah akan memberikan dukungan sejauh kemampuan mereka.

Kesimpulan

Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya penyelesaian konflik secara damai dan mengedepankan kepentingan anak. Selain itu, hal ini juga mengingatkan masyarakat tentang pentingnya dokumen resmi dalam transaksi tanah. Tanpa surat keterangan yang sah, risiko sengketa akan terus terjadi dan berdampak pada kehidupan sehari-hari, termasuk akses pendidikan.