Pengalaman Awal Masuk Sekolah yang Tidak Sepenuhnya Menyenangkan
Sekitar setahun yang lalu, tepat di awal tahun ajaran baru, menjadi momen yang tak terlupakan bagi saya dan anak bungsu. Hari itu menjadi hari pertama masuk sekolah TK untuknya. Sebagai anak yang lahir di masa pandemi, ia sangat dekat dengan saya. Segala sesuatu harus dilakukan bersama ibunya. Bahkan, ia jarang bermain dengan teman sebaya.
Di hari pertama masuk sekolah, para guru memberikan pesan kepada orang tua. Mereka meminta agar anak-anak ditinggal saja setelah tiba di sekolah. Namun, seperti kebanyakan orang tua lainnya, kami tetap membandel. Kami tidak meninggalkan sekolah. Saya sendiri memilih menunggu di area latar musala sambil mengawasi si bungsu dari kejauhan.
Mungkin karena melihat teman-temannya tetap ditunggui orang tua masing-masing, anak saya jadi panik. Ia beberapa kali mencari-cari sosok keberadaan ibunya. Namun, hingga pulang sekolah, ia berhasil melepaskan diri dari saya. Tidak ada tangisan. Sebagai anak introvert, ia lebih memilih diam dan tidak berinteraksi dengan teman-teman yang belum dikenalnya.
Tapi, drama tidak terjadi di hari pertama. Justru di hari kedua hingga seminggu pertama, ia mulai menunjukkan reaksi yang berbeda. Setiap kali diajak bersekolah, ia menolak. Saya dan ayahnya harus membujuknya berkali-kali. Saat kami mengira sudah tenang, tiba-tiba tangisnya pecah dan terus menangis setelah berada di sekolah.
Saya tetap tenang, menjaga jarak, dan membiarkannya bersama guru dan teman-temannya. Yang panik justru wali murid lain dan salah satu teman bungsu saya. Bahkan, teman si bungsu, yang tahu bahwa saya adalah ibu dari temannya, langsung menghampiri dan menarik saya untuk mendekat ke si bungsu.
Akhirnya saya menghampiri si bungsu karena melihat ada temannya yang juga menangis. Situasinya kurang kondusif karena ada guru yang sampai menggendong anak saya dan anak lain yang sama-sama menangis demi menenangkan mereka.
Memaklumi dan ‘Tega’ saat Terjadi Drama
Tidak ada yang salah jika anak menangis di hari pertama masuk sekolah. Guru di pendidikan usia dini atau sekolah dasar biasanya memakluminya. Namun, tidak semua orang tua bisa menerima hal ini. Ada yang memilih tetap menjaga anak di lingkungan sekolah. Ada yang justru menuruti anak untuk tidak bersekolah dulu. Ada juga yang memarahi anak karena menganggap menangis saat masuk sekolah tidak pantas. Atau mungkin seperti saya, yang memilih untuk ‘tega’ meninggalkannya.
Alasan saya melakukan ini berdasarkan pengalaman saat dulu pernah menjadi kepala sekolah di sebuah penitipan anak. Hampir semua anak kecil yang diletakkan di tempat baru akan menangis. Mereka merasa bingung, takut dengan lingkungan dan orang asing, serta hal baru yang belum pernah mereka alami sebelumnya.
Jadilah mereka menangis, merasa sedih karena tidak lagi bersama orang yang mereka sayangi. Alasan-alasan itulah yang membuat banyak anak menangis di hari pertama masuk sekolah. Namun yang perlu orang tua sadari, drama itu tidak akan selamanya. Mereka hanya butuh waktu beradaptasi. Dan kita sebagai orang tua perlu mengerti dan membantu mereka mengenali kondisi.
Meminimalisir Drama Anak di Hari Pertama Masuk Sekolah
Tidak ada yang salah dengan tangisan anak saat memasuki lingkungan sekolah baru. Guru, terutama orang tua lah yang perlu membantu anak-anak untuk bisa menetralisir segala rasa tak nyaman yang ada. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:
1. Pahami Perbedaan Karakter Anak
Anak memiliki karakter yang berbeda. Anak pertama saya tipe ekstrovert. Saat baru masuk sekolah, bertemu banyak teman baru, ia malah suka. Berbeda dengan adiknya yang introvert. Ia membutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi. Kita tidak bisa membandingkan dua anak berbeda karakter dengan mengatakan, “Dulu kakakmu lho nggak nangis waktu pertama masuk sekolah.”
2. Kenalkan Sekolah Sebelum Hari Pertama
Biasanya sebelum masuk sekolah, ada momen di mana orang tua calon siswa baru diajak berkumpul. Orang tua bisa menjadikan momen ini untuk mengenalkan sekolah barunya. Bisa dengan mengenalkan guru-guru, mengajak kenalan teman baru, atau mengajak keliling lingkungan sekolah.
3. Ajak Anak Mengenali Rasa dan Cari Solusi
Saat anak menangis hingga tantrum di hari pertama, ajak ia mengenali rasa tak nyamannya. Peluklah ia, lalu tanyakan apa yang ia rasakan. Jawaban anak bisa membantu mencari solusi. Hindari memberi solusi yang tidak berkaitan.
4. Bekerja Sama dengan Guru
Guru di pendidikan usia dini paham bagaimana cara menghadapi anak yang membuat drama. Jika memang anak sulit ditenangkan, orang tua bisa memberi tahu guru karakter anak seperti apa, dan atau berikan solusinya. Biarkan dan percayakan pada guru untuk mengatasi ketidaknyamanan yang dirasakan anak.
5. Berikan Apresiasi Ketika Anak Berani Bersekolah
Saat anak sudah berani mengatasi rasa tak nyaman, berikan apresiasi positif. Ajak anak bercerita tentang keseruan di sekolah sambil melakukan hal menyenangkan. Misalnya jalan-jalan ke suatu tempat atau mengajak ke kafe untuk menikmati makanan kesukaannya.
Jadi, saat anak membuat drama di hari pertama bersekolah, pahamilah bahwa ia punya alasan untuk melakukannya. Karena nantinya, ia pasti punya alasan untuk tidak lagi merasa asing dengan segala hal di sekolah barunya.


