Mantan Menkopolhukam Akui Tidak Menangani Kasus Silfester Matutina
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM RI (Menkopolhukam), Mahfud MD, akhirnya angkat bicara mengenai kasus yang melibatkan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina. Ia menjelaskan alasan mengapa tidak menangani kasus tersebut saat menjabat sebagai Menkopolhukam pada masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin.
Menurut Mahfud MD, pada tahun 2019, ketika ia diangkat menjadi Menkopolhukam, kasus Silfester Matutina vs Jusuf Kalla belum muncul ke publik. Ia menyatakan bahwa jika kasus tersebut telah mencuat, maka dirinya akan bertindak tegas.
“Jangan bilang, ‘Lah, Pak Mahfud ngapain aja 2019?’ Saya 2019 itu belum jadi menteri,” ujarnya dalam tayangan Sapa Indonesia Malam, Kompas TV, Jumat (15/8/2025).
Ia menegaskan bahwa setelah menjadi menteri, kasus ini tidak menjadi masalah publik. Oleh karena itu, bukan tugas Menko untuk mencari-cari hal-hal yang tidak relevan. “Kalau pada saat itu menjadi masalah, pasti saya suruh tangkap gitu. Karena ini baru muncul sesudah terjadi perubahan politik.”
Dua Kali Mengenal Silfester Matutina
Mahfud MD mengaku hanya dua kali mengetahui sosok Silfester Matutina. Pertama, saat ramai berita Silfester Matutina berantem dengan pengamat politik sekaligus eks dosen filsafat Universitas Indonesia (UI), Rocky Gerung pada September 2024 lalu.
“Saya tahu tentang Silfester ini baru dua kali melihat. Pertama, waktu dia mau berkelahi dengan Rocky Gerung itu, yang bilang, ‘Waduh, ini saya Fakultas Hukum juga, saya pengacara,’” jelas Mahfud MD.
Ia kemudian bertanya-tanya, “Ini dari universitas mana?” Ada yang bilang tuh, dari universitas tertutup gitu. Tertutup itu artinya universitas sudah ditutup.
Kali kedua, saat Silfester disebut-sebut oleh pakar telematika Roy Suryo sebagai narapidana atau terdakwa kasus fitnah terhadap Jusuf Kalla (JK). Baru kemudian Mahfud MD mencari sumber putusan hukum terhadap Silfester.
“Terakhir saya baru tahu kalau dia itu narapidana, terpidana. Itu sesudah ribut dengan Roy Suryo di debat televisi yang Roy Suryo bilang, ‘kamu itu narapidana, kamu terpidana tapi belum masuk.’ Iya kan?” papar Mahfud MD.
Ia lalu mencari sumber putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 287 tanggal 20 Mei tahun 2019. “Ternyata betul, ada direktori putusan MA nomor 287 tanggal 20 Mei tahun 2019, ini saya belum jadi menteri,” tambahnya.
Tudingan Pihak yang Melindungi Silfester Matutina
Pada kesempatan lain, Mahfud MD mengungkap pihak yang diduga melindungi Silfester Matutina. Meskipun sudah divonis 1,5 tahun penjara atas kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Silfester belum dieksekusi ke penjara.
Padahal vonis itu sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah sejak Mei tahun 2019. Terkait hal ini, Mahfud MD mendesak kepada kejaksaan untuk bertanggungjawab.
“Yang pasti ada yang melindungi, sekurang-kurangnya yang melindungi kejaksaan. Karena yang harus mengeksekusi dan tahu itu adalah kejaksaan. Supaya dikaitkan dengan situasi politik pada saat itu,” tegas Mahfud MD.
Ia menyalahkan kejaksaan, meski tidak tahu siapa yang menyuruh mereka. “Siapa yang melindungi? saya menyalahkan kejaksaan. Siapa yang disuruh kejaksaan? kita tidak tahu.”
Alasan Tidak Bertindak Saat Menjabat
Mahfud MD mengaku tidak melakukan langkah apapun saat menjabat sebagai Menkopolhukam. Ia beralasan bahwa pada Mei 2029, ia belum menjabat sebagai Menkopolhukam. Dan, ketika menjabat, kasus ini tidak muncul dan menjadi persoalan publik.
“Sehingga bukan urusan menko untuk mencari-cari hal yang tidak menjadi masalah. Kalau saat itu jadi masalah, saya pasti suruh tangkap. Ini baru muncul ketika terjadi perubahan politik,” katanya.
Ia mengaku mengetahui Silfester hanya dua kali, yakni ketika akan berkelahi dengan Rocky Gerung dan saat berdebat dengan Roy Suryo di televisi. “Roy Suryo bilang kamu terpidana tapi belum masuk. Saya baru tahu itu,” katanya.
Setelah mengetahui putusan Mahkamah Agung yang memutus bersalah Silfester pada 20 Mei 2019, Mahfud MD menyatakan bahwa satu-satunya cara adalah Silfester harus menjalani hukuman di penjara.
Meskipun Silfester berdalih sudah berdamai dengan Jusuf Kalla, Mahfud MD menegaskan bahwa tidak ada damai dalam vonis hukum pidana. “Musuh orang terpidana itu bukan orang yang menjadi korban, tapi musuhnya adalah negara. Dan negara diwakili oleh kejaksaan.”
Desakan untuk Segera Mengeksekusi
Mahfud MD menegaskan bahwa selama ini kejaksaan getol sekali menangkap orang yang kabur dari kewajiban hukum. Karena itu, menjadi hal yang aneh kalau Silfester yang riwa-riwi di depan mata justru tidak ditangkap.
“Seharusnya langsung dijemput, tidak usah dipanggil. Ini sudah enam tahun,” katanya.
Selain itu, lanjut Mahfud, kejaksaan juga harus diperiksa untuk mengungkap siapa-siapa saja yang menjadi dalangnya. Meskipun, kemungkinan besar pejabatnya sudah berganti atau bahkan pensiun.
“Itu kongkalikong dengan siapa. Itu harus diperiksa dengan benar-benar. Karena bahaya negara ini kalau orang sudah divonis bisa berkeliaran, dan jaksa tidak berbuat apa-apa,” katanya.
Mahfud kembali menegaskan secara formal bahwa kejaksaan melindungi. Bentuk perlindungannya adalah lalai tidak mengeksekusi. “Kalau melindungi secara sengaja, pasti ada yang menyuruh. Kemungkinannya ada atasan yang membeking, kemungkinannya suap,” katanya.
Untuk menemukan dalangnya, Mahfud meminta agar dicari lebih dahulu direktorat apa dan siapa pejabat yang berwenang di kasus ini. “Nanti akan ketemu siapa yang memesan, apakah ini pemain politik, atau pemimpin pemerintahan, menteri atau apa. Ini harus diusut. Karena bahaya kalau dibiarkan,” tukasnya.
