Masjid At-Taubah, Simbol Keberlanjutan dalam Pembangunan Infrastruktur
Di tengah gencarnya pembangunan Tol Jogja-Solo seksi 2 paket 2.2, khususnya di ruas Trihango menuju Junction Sleman, terdapat satu pemandangan yang menarik perhatian: sebuah masjid kecil bernama Masjid At-Taubah masih berdiri tegak di tengah trase tol. Meskipun tanah di sekitarnya sudah ditimbun tinggi, masjid ini tetap menjadi tempat ibadah bagi warga dan pekerja proyek.
Fenomena ini mencerminkan dinamika sosial yang muncul di balik proyek infrastruktur besar. Relokasi masjid bukan hanya tentang pemindahan fisik bangunan, melainkan juga berkaitan dengan emosi, sejarah, dan ikatan warga terhadap tempat ibadah tersebut.
Tantangan dalam Pemindahan Lokasi Masjid
Pemerintah telah menyiapkan lahan baru untuk memindahkan Masjid At-Taubah. Namun, lokasi pengganti yang dipilih ternyata berada di area lahan sawah dilindungi (LSD). Status lahan ini membuat proses pemindahan tidak bisa dilakukan secara langsung. Diperlukan rekomendasi dari Kementerian ATR dan Kementerian Pertanian agar lahan tersebut dapat digunakan.
Setelah melalui proses panjang, akhirnya rekomendasi dikeluarkan. Tahap selanjutnya adalah pelelangan pembangunan masjid baru. Artinya, masih ada waktu yang harus dilalui sebelum Masjid At-Taubah benar-benar bisa dipindahkan.
Proses Wakaf Ulang untuk Menjaga Keberkahan
Relokasi masjid tidak hanya berhenti pada pemindahan bangunan. Ada prosesi penting yang harus dilakukan: wakaf ulang. Dengan wakaf ulang, tanah dan bangunan masjid baru tetap memiliki status sebagai milik umat. Ini adalah bentuk kearifan lokal yang dijaga, agar masjid tetap menjadi pusat kegiatan spiritual dan sosial bagi warga setempat.
Bagi sebagian orang, wakaf ulang ini bukan sekadar formalitas hukum. Ia adalah simbol keberlanjutan, memastikan bahwa meski lokasi berubah, nilai dan keberkahan yang melekat pada masjid tetap terjaga.
Warga Menerima dengan Lapang Dada
Meski proses pemindahan terdengar rumit, warga sekitar menunjukkan sikap bijak. Mereka tetap menggunakan Masjid At-Taubah yang lama sambil menunggu proses relokasi rampung. Bahkan, para pekerja proyek pun turut memanfaatkannya sebagai tempat shalat.
Bagi warga, relokasi masjid adalah bagian dari konsekuensi pembangunan besar. Ada harapan bahwa masjid baru akan berdiri lebih kokoh, nyaman, dan strategis. Mereka percaya, perubahan ini bukanlah akhir, melainkan awal baru untuk kehidupan sosial yang lebih harmonis.
Harmoni Antara Pembangunan dan Kearifan Lokal
Proyek tol yang menghubungkan Jogja-Solo, Jogja-Bawen, dan Jogja-YIA diharapkan mampu memangkas waktu tempuh, mengurangi kemacetan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, pembangunan ini juga menguji bagaimana masyarakat beradaptasi dengan perubahan ruang hidupnya.
Relokasi Masjid At-Taubah menjadi contoh bagaimana pembangunan fisik bisa berjalan seiring dengan nilai sosial dan spiritual masyarakat. Selama ada komunikasi yang baik, mekanisme yang transparan, serta penghormatan terhadap kearifan lokal, harmoni bisa tetap terjaga.
Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Ketika nanti simpang susun megah Junction Sleman selesai, ia bukan hanya akan menjadi ikon infrastruktur baru Yogyakarta. Di baliknya ada kisah tentang masjid kecil yang sempat bertahan di tengah gempuran proyek besar, lalu berpindah ke tempat baru dengan penuh kehormatan.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa pembangunan sejati bukan hanya soal jalan yang menghubungkan kota ke kota, tetapi juga tentang bagaimana menjaga agar hati warga tetap terhubung satu sama lain.


