Perbandingan Usaha Beternak dan Menjual Ayam Pedaging di Indonesia
Ayam menjadi salah satu sumber protein hewani yang sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Tidak hanya karena harganya terjangkau, tetapi juga mudah diolah dan disukai oleh berbagai lapisan masyarakat. Namun, di balik popularitasnya, ada dua jenis usaha yang sering dibandingkan: beternak ayam pedaging atau menjual ayam pedaging. Pertanyaannya adalah, mana yang lebih menguntungkan?
Risiko Tinggi dalam Usaha Beternak Ayam
Beternak ayam memang terlihat menjanjikan pada awalnya. Peternak membeli bibit ayam atau DOC (Day Old Chick), kemudian memeliharanya hingga siap panen. Dalam waktu sekitar 30-35 hari, ayam bisa mencapai bobot 1,5-2 kilogram. Namun, proses ini penuh risiko.
Pertama, harga DOC bisa naik kapan saja. Harga normal berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 7.500 per ekor, tetapi bisa melonjak drastis akibat keterbatasan pasokan. Kedua, biaya pakan menyumbang sekitar 60-70 persen dari total biaya produksi. Harga jagung, bungkil kedelai, hingga konsentrat sangat bergantung pada fluktuasi pasar global dan kebijakan impor pemerintah.
Selain itu, ada biaya obat-obatan, vaksin, listrik, dan air minum. Ancaman penyakit unggas seperti flu burung, ND (Newcastle Disease), atau CRD (Chronic Respiratory Disease) juga bisa membuat peternak kehilangan banyak ayam dalam hitungan hari. Cuaca ekstrem juga menjadi faktor penting. Pada musim panas, ayam rentan dehidrasi, sedangkan pada musim hujan, penyakit lebih mudah menyerang.
Jika ayam berhasil dipelihara hingga panen, tantangan berikutnya datang dari harga jual. Harga ayam hidup di tingkat peternak sering kali jatuh di bawah biaya produksi. Ada masa di mana harga hanya Rp 15.000-18.000 per kilogram, padahal biaya produksi bisa di atas Rp 20.000. Banyak peternak merugi bahkan gulung tikar karena kondisi ini.
Keuntungan Stabil dalam Usaha Menjual Ayam
Berbeda dengan beternak, usaha menjual ayam pedaging justru terlihat lebih stabil. Modal utamanya adalah menyiapkan tempat pemotongan, peralatan sederhana, dan tenaga juru sembelih halal (juleha). Pedagang tidak perlu memelihara ayam sejak kecil, tidak menanggung risiko pakan atau penyakit, hanya menunggu ayam hidup diantar ke tempat pemotongan.
Jika harga ayam hidup sampai ke pedagang sekitar Rp 26.000 per kilogram, maka biaya modal awal sudah jelas. Setelah dipotong dan diproses, biaya tambahan rata-rata sekitar Rp 5.000 per ekor. Dengan asumsi satu ekor ayam menghasilkan 1,5 kilogram daging, maka total biaya modal sekitar Rp 31.000 per kilogram.
Di Provinsi Kepulauan Riau, harga jual daging ayam rata-rata Rp 38.000 per kilogram. Itu artinya pedagang bisa meraup keuntungan Rp 7.000 per kilogram. Bayangkan, jika satu pedagang mampu menjual 50 ekor ayam per hari, setara dengan 75 kilogram daging, maka keuntungan bersihnya sekitar Rp 525.000 per hari. Dalam sebulan, angka ini bisa mencapai Rp 15,75 juta. Jika penjualan meningkat menjadi 100 ekor sehari, maka keuntungan pun otomatis berlipat ganda.
Data dan Fakta Pendukung
Data Bapanas menunjukkan bahwa konsumsi daging ayam ras nasional terus meningkat. Pada 2024, konsumsi per kapita diperkirakan mencapai 13,5 kilogram per tahun, naik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Artinya, permintaan ayam di pasar domestik akan terus tumbuh.
Di sisi lain, harga ayam hidup memang sering fluktuatif. Menurut catatan asosiasi peternak, harga ayam di tingkat kandang pernah anjlok ke Rp 17.000 per kilogram pada saat oversupply, sementara biaya produksi per kilogram di kisaran Rp 21.000-22.000. Kondisi ini membuat banyak peternak mengalami kerugian.
Sebaliknya, harga daging ayam di tingkat konsumen relatif lebih stabil. Bahkan, di saat harga ayam hidup turun, harga daging ayam di pasar jarang ikut turun drastis. Hal ini karena biaya pemotongan, distribusi, dan margin pedagang tetap dihitung. Dengan kata lain, posisi pedagang lebih aman secara bisnis dibandingkan peternak.
Prinsip Bisnis: Meminimalkan Risiko
Dalam dunia usaha, prinsip utama adalah semakin tinggi risiko, semakin tinggi potensi keuntungan, tetapi juga semakin besar kemungkinan rugi. Peternak ayam memang berpotensi meraup untung besar jika semua faktor mendukung: harga pakan stabil, harga ayam hidup tinggi, dan penyakit bisa ditekan. Namun, faktor-faktor itu sering kali sulit dikendalikan oleh peternak kecil.
Sementara pedagang ayam beroperasi di sisi hilir rantai pasok. Mereka menghadapi risiko jauh lebih kecil. Margin keuntungan bisa diprediksi, dan perputaran modal lebih cepat. Apalagi, konsumsi daging ayam sehari-hari selalu tinggi. Hampir semua rumah tangga, warung makan, hingga restoran membutuhkan ayam segar. Dengan jaringan pelanggan yang kuat, pedagang bisa mendapatkan penghasilan harian yang stabil.
Usaha Pangan Tetap Menjanjikan
Kita bisa menarik kesimpulan sederhana, dalam situasi saat ini, jualan ayam pedaging lebih menguntungkan dibandingkan beternak ayam pedaging. Namun, bukan berarti usaha beternak harus ditinggalkan. Peternakan tetap penting untuk menjaga ketersediaan pasokan ayam dalam negeri. Hanya saja, peternak memerlukan dukungan lebih, baik berupa regulasi harga yang benar-benar berpihak, subsidi pakan, maupun perlindungan dari risiko pasar.
Pada akhirnya, usaha yang paling menguntungkan di era sekarang memang bertumpu pada tiga sektor: energi, kesehatan, dan pangan. Dari ketiganya, pangan adalah kebutuhan paling mendasar. Ayam sebagai sumber protein murah akan terus dicari masyarakat. Tinggal pilih, apakah kita berani menanggung risiko besar di hulu sebagai peternak, atau memilih jalur lebih aman di hilir sebagai pedagang.
Bagi pelaku usaha kecil, menjual ayam pedaging jelas lebih pasti, lebih stabil, dan secara hitungan kasar, lebih menguntungkan. Sedangkan beternak ayam membutuhkan modal besar, pengetahuan teknis, dan kesiapan mental menghadapi risiko yang tidak bisa diprediksi. Dari uraian ini, jelas terlihat perbedaan mendasar antara beternak dan menjual ayam pedaging. Peternak menanggung semua risiko dari harga pakan, bibit, penyakit, hingga harga jual yang jatuh. Sementara pedagang hanya perlu memastikan proses pemotongan dan distribusi berjalan lancar. Dalam bahasa sederhana, pedagang ayam tidur lebih nyenyak, peternak ayam tidur lebih gelisah. Namun, keduanya saling melengkapi. Tanpa peternak, pedagang tidak punya pasokan. Tanpa pedagang, ayam peternak tidak sampai ke meja makan konsumen. Pertanyaannya kembali kepada kita, mau ambil posisi risiko tinggi dengan peluang untung besar, atau bermain aman dengan keuntungan stabil? Semoga bermanfaat!
