Lahan Sekolah Disita, Siswa SD Riau Belajar di Kebun Sawit

Posted on

Anak-anak SD di Riau Belajar di Kebun Sawit Akibat Lahan Disita

Di tengah kawasan hutan yang terbentang luas, anak-anak Sekolah Dasar (SD) di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau, harus belajar di bawah pohon kelapa sawit. Kondisi ini terjadi karena lahan tempat mereka tinggal disita oleh pemerintah dan dinyatakan masuk dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Video yang menunjukkan anak-anak mengenakan seragam merah putih duduk melingkar di atas terpal sambil belajar di bawah pohon sawit viral di media sosial. Mereka adalah siswa baru dari Dusun Toro Jaya yang berjumlah 58 orang. Saat hari pertama masuk sekolah, kondisi tersebut terjadi.

Anak-anak belajar di tanah dengan atap dari terpal dan sebagian hanya dilindungi pelepah daun dari panas matahari. Seorang guru perempuan tampak mengajar di tengah-tengah mereka. Beberapa anak menggunakan topi sekolah untuk mengipas tubuhnya karena kepanasan. Di belakang mereka, para orang tua juga duduk di tanah sambil menyaksikan proses belajar anak-anak mereka.

Penyebab Kondisi Ini

Sekolah yang sebelumnya digunakan oleh anak-anak SD 20 Dusun Toro Jaya disita oleh pemerintah karena termasuk dalam kawasan TNTN. Akibatnya, sekolah tersebut dilarang menerima murid baru. Sementara itu, siswa kelas dua hingga enam masih diperbolehkan bersekolah dengan total 455 siswa dalam 10 rombongan belajar.

Sebelum penyitaan lahan, SD 20 merupakan kelas jauh dari SD Negeri 003 Desa Lubuk Kembang Bunga dan baru berstatus negeri pada September 2024. Namun, setelah penyitaan, orangtua diminta mendaftarkan anak-anak ke SD induk yang berjarak sekitar dua jam perjalanan. Hal ini membuat banyak orangtua tidak bisa mengantar anak-anaknya ke sekolah.

Akibatnya, warga berinisiatif membangun tenda sederhana dari terpal plastik di luar kawasan TNTN agar anak-anak tetap bisa belajar. Mereka juga meminta bantuan seorang guru untuk mengajar secara sukarela.

Perasaan Orang Tua dan Anak

Menurut Abdul Aziz, juru bicara warga TNTN, banyak orangtua menangis menyaksikan anak-anak mereka belajar di tanah. Mereka merasa seperti berada di zona perang tanpa ampun. “Tidak ada toleransi, tidak ada solusi. Masyarakat disuruh mencari solusi sendiri,” ujarnya.

Pada hari pertama sekolah, anak-anak diberikan pemahaman tentang situasi yang mereka alami. Mereka bertanya mengapa harus belajar di kebun sawit. Guru menjelaskan kondisi tersebut, dan banyak dari mereka serta ibunya yang menangis.

Aziz menilai pemerintah seharusnya memberikan solusi konkret agar pendidikan anak-anak tidak terdampak. Menurutnya, ini seperti hukuman yang diwariskan turun-temurun. “Hukuman kepada orangtuanya itu, sawit yang tak laku lagi, anaknya harus menderita karena sekolahnya seperti itu,” katanya.

Situasi Terkini

Beberapa waktu lalu, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menyita lahan yang digarap warga di TNTN, termasuk di Dusun Toro Jaya. Pemerintah meminta warga melakukan relokasi mandiri, namun banyak yang menolak dengan alasan lahan itu dibeli secara sah. Hingga kini, ribuan warga masih bertahan di lokasi tersebut.

Kondisi ini menunjukkan betapa kompleksnya masalah pengelolaan kawasan hutan dan dampaknya terhadap masyarakat setempat. Diperlukan solusi yang lebih manusiawi dan berkelanjutan agar pendidikan anak-anak tidak terganggu dan kehidupan warga tetap layak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *