Kronologi Penembakan di Perbatasan RI-RDTL
Seorang saksi dari Desa Inbate, yang menyaksikan peristiwa penembakan terhadap warga sipil Indonesia bernama Paulus Taek Oki oleh anggota UPF Negara Timor Leste, memberikan keterangan lengkap mengenai insiden tersebut. Insiden ini terjadi di wilayah perbatasan antara Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL), tepatnya di Distrik Oecusse.
Menurut pengakuan saksi, pada Hari Minggu, 24 Agustus 2025, sejumlah petani Desa Inbate sedang berada di lahan pertanian mereka yang berada di wilayah perbatasan. Mereka menyaksikan aktivitas Unidade Patrullamentu Fronteira (UPF) atau polisi perbatasan Timor Leste serta warga negara Timor Leste di sekitar perbatasan. Aktivitas tersebut dilakukan untuk membuka jalan menuju lahan milik warga setempat guna pembangunan patok perbatasan.
Saat itu, salah satu warga Desa Inbate bernama Antonius Kaet bertanya kepada UPF Timor Leste tentang tujuan mereka. Dijawab bahwa mereka akan membangun patok perbatasan. Antonius kemudian meminta UPF untuk melaporkan kegiatan tersebut kepada Danpos Nino, yang merupakan pejabat setempat di Desa Inbate dan Buk.
Meskipun demikian, lokasi pembangunan patok perbatasan tersebut berada di atas lahan milik warga Desa Inbate, yaitu lahan milik Antonius. Hal ini menjadi titik perselisihan karena masyarakat menolak pembangunan patok baru yang berjarak sekitar 300 meter dari patok perbatasan lama.
Pada malam hari, tanggal yang sama, sejumlah warga Desa Inbate berkumpul untuk membahas rencana pembangunan patok perbatasan oleh UPF Timor Leste. Mereka menolak pembangunan patok di titik tersebut karena sudah ada patok lama yang digunakan sebagai patokan selama ini.
Pada Senin, 25 Agustus 2025, sebanyak 24 orang warga Desa Inbate berencana menuju lokasi pembangunan patok perbatasan dengan niat memotong alang-alang untuk pembangunan rumah adat. Ketika tiba di lokasi, mereka menemukan warga Timor Leste bersama peralatan yang siap membangun patok perbatasan.
Warga Timor Leste kemudian kembali ke wilayah negara mereka. Namun tidak lama kemudian, mereka kembali bersama sejumlah anggota UPF Timor Leste. Menurut saksi, terdapat 7 orang anggota UPF yang membawa senjata. Saat mereka kembali ke lokasi, mereka memanggil warga Desa Inbate untuk berjumpa. Namun warga menolak ajakan tersebut.
Alasan penolakan adalah karena masyarakat tidak setuju dengan pembangunan patok perbatasan di lokasi tersebut. Mereka juga telah membuat pernyataan sikap dan mengirimkannya ke Bupati TTU beberapa waktu lalu. Karena tidak mau menemui UPF, akhirnya UPF melakukan tembakan.
Dari lokasi kejadian, terdengar 7 kali bunyi tembakan. Satu tembakan lainnya terdengar cukup jauh dari TKP. Diduga tembakan tersebut mengenai bahu Paulus Taek Oki, seorang warga Desa Inbate. Setelah UPF pulang, Paulus merasakan luka di bahunya dan menyampaikan bahwa jika para pelaku mengetahui dirinya terluka, pasti akan terjadi hal buruk.
Insiden ini menjadi yang pertama kali terjadi di lokasi tersebut. Masyarakat kesal karena pembangunan jalan menuju lokasi patok perbatasan baru tidak disampaikan atau diketahui oleh pemerintah desa. Jika ada rencana pembangunan patok perbatasan, seharusnya dilakukan perundingan dan diskusi dengan masyarakat atau pemerintah setempat.
Kepala Desa Inbate, Matias Eko, menjelaskan bahwa lokasi kejadian merupakan kebun milik warga Desa Inbate. Selama ini, masyarakat mengolah lahan tersebut untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Secara turun-temurun, lahan ini menjadi sumber hasil pertanian warga. Selama ini, tidak pernah terjadi bentrok berdarah di lokasi tersebut.
Masyarakat Desa Inbate meminta agar tidak dilakukan pembangunan patok perbatasan di lokasi tersebut. Pasalnya, titik tersebut selama ini menjadi titik sengketa antara warga Indonesia dan Timor Leste. Mereka berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan meminta masyarakat untuk tetap menjaga keamanan.
