Penjelasan KPK Terkait Perbedaan Tempat Pemeriksaan Gubernur Jatim dan Tersangka Korupsi
KPK akhirnya memberikan penjelasan mengenai perbedaan perlakuan terhadap Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dan bekas Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Kusnadi, dalam kasus dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat. Kusnadi yang sudah berstatus tersangka diperiksa di kantor KPK Gedung Merah Putih di Jakarta pada 19 Juni 2025, sedangkan Khofifah yang dimintai keterangan sebagai saksi diperiksa di Polda Jatim di Surabaya pada 10 Juli 2025.
Menurut Ketua KPK Setyo Budiyanto, Kusnadi diperiksa di Gedung Merah Putih karena akan dilakukan upaya paksa berupa penahanan. “Jadi, panggilannya waktu itu yang bersangkutan (Kusnadi) adalah sudah tersangka, bahkan akan dilakukan upaya paksa,” ujarnya di Jakarta, Minggu, 20 Juli 2025.
Pada saat itu, Kusnadi dijadwalkan diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, sedangkan Khofifah di Polda Jatim. Namun, upaya paksa terhadap Kusnadi tersebut tidak jadi dilaksanakan oleh KPK. “Karena hasil pemeriksaan medis ada catatan medis yang harus diselesaikan dulu, sehingga upaya paksa enggak jadi dilakukan,” katanya.
Setyo menjelaskan bahwa tidak ada diskriminasi dalam pemeriksaan saksi maupun pihak terkait yang dilakukan KPK sebab Kusnadi pun sempat diperiksa di Surabaya, Jatim. “Jadi, sebetulnya tidak ada istilah diskriminasi. Pada tanggal 24 Juni 2024, yang bersangkutan itu, si tersangka ini pernah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi di Kantor Perwakilan BPKP di Surabaya, Jatim,” ujarnya.
Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa KPK tidak mengistimewakan Khofifah dengan memeriksanya di Surabaya, sementara Kusnadi di Jakarta. “Jadi, saya tegaskan kembali, sama sekali penyidik tidak melakukan diskriminasi terhadap para pihak-pihak tersebut. Semua dilakukan dengan pertimbangan, dan bisa dipertanggungjawabkan bahwa kegiatannya itu sesuai dengan aturan yang berlaku di KPK,” katanya.
Pengembangan Kasus Dana Hibah Jatim
KPK telah menetapkan 21 orang tersangka dalam pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah Jatim tersebut. Salah satunya adalah Kusnadi. Dari 21 orang tersangka korupsi dana hibah, empat orang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan 17 orang lainnya sebagai tersangka pemberi suap.
Dari empat orang tersangka penerima suap, tiga orang merupakan penyelenggara negara dan satu orang lainnya merupakan staf dari penyelenggara negara. Untuk 17 orang tersangka pemberi suap, sebanyak 15 orang di antaranya adalah pihak swasta dan dua orang lainnya merupakan penyelenggara negara.
KPK pada 20 Juni 2025 mengungkapkan pengucuran dana hibah yang berkaitan dengan kasus tersebut untuk sementara terjadi pada sekitar delapan kabupaten di Jatim.
Kronologi Kasus Dana Hibah Jilid II
Kasus yang diusut KPK ini merupakan pengembangan dari dugaan korupsi dana hibah di Provinsi Jatim. Kasus pertama bermula dari OTT 14 Desember 2022. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menangkap basah Ilham Wahyudi memberikan uang suap kepada Rusdi, yang merupakan staf dari Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P Simandjuntak.
Sahat menerima suap Rp 1 miliar dari pengurusan dana hibah tahun 2022. Uang itu baru sebagian dari komitmen fee Rp 2 miliar. Uang itu terkait pengurusan alokasi dana hibah dari APBD Provinsi Jawa Timur.
Pada 2021 dan 2022, Provinsi Jawa Timur mengucurkan dana hibah sebesar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, dan organisasi masyarakat. Kelompok masyarakat yang dikoordinasi Abdul Hamid mendapatkan dana hibah sebesar Rp 40 miliar setiap tahun.
“Sahat menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah melalui kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka atau ijon. Abdul Hamid yang menjabat sebagai kepala desa, bersedia menerima tawaran tersebut,” kata Wakil Ketua KPK kala itu, Johanis Tanak.
Selain Rusdi dan Sahat, KPK juga menyeret Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi ke pengadilan. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya, memvonis Sahat Tua P Simanjuntak 9 tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider penjara 6 bulan, serta uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 39,5 miliar pada 26 September 2023.
Modus Korupsi Dana Hibah
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada 17 Juli 2024, mengatakan, dana hibah tersebut diberikan dalam bentuk Pokok Pikiran (Pokir) yaitu hasil penyerapan aspirasi masyarakat yang masuk APBD. Ada lebih dari 14 ribu proyek dengan nominal sekitar Rp 1 sampai Rp 2 triliun. Uang itu pun dibagi-bagikan ke banyak kelompok masyarakat (pokmas) dalam bentuk proyek pekerjaan, seperti pembangunan jalan desa, selokan, dan lainnya.
Dia menjelaskan uang itu dibagi-bagi untuk proyek dengan nilai yang telah dipatok di bawah Rp 200 juta. “Dilakukan untuk menghindari kewajiban proses lelang,” ujarnya.
Asep mengatakan bahwa koordinator pokmas menyetorkan uang ijon kepada anggota DPRD Jatim yang mengusulkan pokir. Dia mencontohkan, seorang koordinator pokmas mendapatkan 10 proyek senilai Rp 200 juta sehingga totalnya Rp 2 miliar. Kemudian, dari setiap proyek diminta uang ijon sebesar 2 persen atau Rp 40 juta.
