Kasus Korupsi Proyek Pembangunan RSUD Kolaka Timur
Kasus korupsi yang melibatkan Bupati Kolaka Timur (Koltim), Abdul Azis (ABZ), dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tipe C di daerahnya, kini menjadi perhatian serius dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dugaan ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di beberapa kota seperti Kendari, Jakarta, dan Makassar. Sebanyak lima orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Pelaku Utama dalam Kasus Ini
Para tersangka termasuk Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis (ABZ); PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, Andi Lukman Hakim (ALH); PPK proyek pembangunan RSUD Koltim, Ageng Dermanto (AGD); pihak swasta PT Pilar Cerdas Putra (PCP), Deddy Karnady (DK); dan pihak swasta KSO PT PCP, Arif Rahman (AR).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa proyek pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) bernilai sebesar Rp 126,3 miliar, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2025. Dalam proses pembangunan ini, diduga ada praktik korupsi yang melibatkan pihak-pihak terkait.
Proses Pengaturan Lelang
Pada Desember 2024, Kemenkes menggelar pertemuan dengan lima konsultan perencana untuk membahas basic design RSUD yang didanai DAK. Pihak Kemenkes membagi pekerjaan pembuatan basic design 12 RSUD ke para rekanan dengan penunjukan langsung di masing-masing daerah. Untuk Kolaka Timur, pekerjaan tersebut dikerjakan oleh NB.
Pada Januari 2025, terjadi pertemuan antara Pemkab Koltim dengan Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tersebut. Diduga, AGD yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memberikan sejumlah uang kepada ALH. Selanjutnya, ABZ bersama pejabat Pemkab Koltim lain berangkat ke Jakarta untuk mengatur agar PT PCP memenangkan lelang pembangunan RSUD.
Penyaluran Dana dan Peran Pihak Terkait
Setelah pengaturan tersebut, pada Maret 2025, AGD menandatangani kontrak pembangunan RSUD dengan PT PCP senilai Rp 126,3 miliar. Pada akhir April 2025, AGD menyerahkan uang Rp 30 juta kepada ALH di Bogor. Kemudian, pada periode MeiāJuni 2025, PT PCP melalui DK menarik uang sekitar Rp 2,09 miliar. Dari jumlah itu, Rp 500 juta diserahkan kepada AGD di lokasi proyek, disertai permintaan komitmen fee 8 persen dari AGD kepada pihak PT PCP.
Pada Agustus 2025, DK kembali menarik cek senilai Rp 1,6 miliar yang diserahkan kepada AGD, lalu diberikan kepada YS, staf Bupati Abdul Azis. Penyerahan dan pengelolaan uang ini diketahui oleh ABZ dan sebagian digunakan untuk kebutuhan pribadinya.
Tindakan KPK dan Dugaan Penggunaan Dana
Selain itu, DK juga menarik uang tunai Rp 200 juta dan menyerahkannya kepada AGD, serta melakukan penarikan cek Rp 3,3 miliar. Semua aliran dana ini, kata Asep, merupakan bagian dari kesepakatan fee yang diminta oleh Bupati Koltim dari PT PCP atas proyek pembangunan RSUD tersebut. Tim KPK kemudian menangkap AGD dengan barang bukti uang tunai Rp 200 juta yang diterimanya sebagai bagian dari komitmen fee sekitar Rp 9 miliar.
KPK memastikan akan menelusuri aliran uang lebih lanjut, termasuk dugaan penggunaan dana untuk kepentingan pribadi Abdul Azis. Atas perbuatannya, DK dan AR sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan ABZ, AGD, dan ALH, sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


