Klarifikasi KPU Solo: Berkas Pencalonan Jokowi Tidak Ada

Posted on

Klarifikasi KPU Solo Mengenai Hilangnya Berkas Pencalonan Jokowi

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solo, Yustinus Arya Artheswara, memberikan penjelasan yang jelas mengenai tudingan hilangnya berkas pencalonan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), saat ia mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo. Penjelasan ini merespons pernyataan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Roy Suryo, yang menyebut bahwa dokumen tersebut tidak ditemukan di Kantor KPUD Solo.

Yustinus membantah tudingan tersebut dengan menyatakan bahwa seluruh dokumen pencalonan Jokowi masih ada dan dalam kondisi lengkap. Ia menjelaskan bahwa berkas tersebut kini telah diserahkan kepada Polda Metro Jaya sebagai bagian dari proses penyelidikan terkait tuduhan ijazah palsu terhadap Jokowi.

“Berkas pencalonan Pak Jokowi sudah kami serahkan ke Polda Metro Jaya. Pada saat kami menerima panggilan dari Polda Metro Jaya pada tanggal 26 Mei, satu bendel berkas itu sudah kami serahkan semuanya dan kami memiliki tanda terimanya,” ujar Yustinus dalam pernyataannya.

Isu yang Diumumkan oleh Roy Suryo

Sebelumnya, Roy Suryo menyampaikan bahwa tidak adanya berkas pencalonan Jokowi di KPUD Solo merupakan hasil temuan dari rekannya, Rismon Hasiholan Sianipar. Rismon disebut telah datang langsung ke kantor KPUD Solo dan tidak menemukan dokumen yang dimaksud. Informasi ini kemudian digunakan dalam buku kontroversial “Jokowi’s White Paper”, yang ditulis bersama Roy Suryo, Rismon, dan dokter Tifauzia Tyassuma, yang secara terbuka meragukan keaslian ijazah Jokowi.

Roy menilai absennya berkas pencalonan Jokowi dari KPU Solo sebagai hal yang sangat penting. Ia mempertanyakan keabsahan ijazah yang digunakan Jokowi saat mendaftar sebagai calon Wali Kota Solo, serta membandingkannya dengan dokumen yang digunakan saat mencalonkan diri di Jakarta.

“Padahal ini fatal kalau data-data itu tidak ada di sana. Karena cek saja, sama atau tidak ijazah yang pernah digunakan oleh pejabat publik yang bernama Joko Widodo itu ketika daftar di KPUD Solo, dan sama lagi tidak ketika digunakan di Jakarta,” kata Roy.

KPU Solo Menegaskan Berkas Lengkap dan Sudah Diserahkan

Menanggapi hal ini, Yustinus menekankan bahwa tudingan tersebut tidak berdasar. Ia menyatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya memiliki bukti penyerahan resmi dokumen ke pihak kepolisian, termasuk tanda terima sebagai bukti administratif yang sah. Pernyataan ini menjadi bantahan resmi atas narasi yang berkembang melalui buku Jokowi’s White Paper dan menjadi bagian dari klarifikasi KPU dalam menjaga integritas penyelenggaraan pemilu di daerah.

Kronologi Jokowi Terpilih Sebagai Wali Kota Solo 2005

Sebelumnya, Ketua KPU Solo, Yustinus Arya Artheswara, menegaskan bahwa seluruh dokumen pendidikan yang diserahkan Jokowi saat mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo telah diverifikasi dan dinyatakan lengkap, termasuk ijazah dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Yustinus menyebut bahwa sesuai aturan yang berlaku, calon kepala daerah cukup menyerahkan ijazah terakhir minimal jenjang SMA. Namun, jika calon ingin menyerahkan ijazah pendidikan yang lebih tinggi, seperti sarjana, maka dokumen tersebut harus disertai legalisasi resmi.

Saat itu, Jokowi menyampaikan ijazah S1, SMA, SMP, dan SD. Semuanya telah diverifikasi dan dinyatakan lengkap. Ia menegaskan bahwa ijazah sarjana Jokowi berasal dari UGM dan sudah melalui proses verifikasi yang sesuai ketentuan. Dokumen tersebut dilengkapi cap dan tanda tangan basah dari pihak perguruan tinggi, yang merupakan syarat legalisasi sah secara administratif.

Karena dokumen sah, KPU Solo pun merestui Jokowi maju di Pemilihan Wali Kota Solo 2005.

Pemilihan Umum Wali Kota Surakarta 2005

Pemilihan Umum Wali Kota Surakarta 2005 menjadi tonggak penting dalam sejarah politik lokal Kota Solo. Pemilihan kepala daerah yang digelar secara langsung ini diselenggarakan pada 27 Juni 2005 dan diikuti oleh empat pasangan calon yang mewakili berbagai kekuatan politik.

Pasangan Joko Widodo dan F.X. Hadi Rudyatmo, yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), keluar sebagai pemenang dalam kontestasi tersebut. Kemenangan ini menjadi awal dari karier politik nasional Jokowi yang kemudian menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan akhirnya Presiden Republik Indonesia.

Selain pasangan Jokowi-Rudy, pilwalkot ini juga diikuti oleh:

  • Achmad Purnomo dan Istar Yuliadi, yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN).
  • Hardono dan Dipokusumo, yang diusung koalisi Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
  • Slamet Suryanto dan Hengky Nartosabdo, diusung oleh koalisi 14 partai kecil. Slamet merupakan mantan Wali Kota Surakarta periode sebelumnya.

Partisipasi Tinggi, Namun Suara Rusak dan Golput Dominan

Tingkat partisipasi pemilih dalam Pilwalkot Surakarta 2005 tercatat sebesar 72,32 persen, angka yang cukup tinggi dalam konteks pemilu daerah. Namun menariknya, jumlah suara rusak dan golput justru melebihi jumlah suara yang diperoleh pasangan pemenang, Joko Widodo – F.X. Hadi Rudyatmo.

Fakta ini sempat menjadi catatan tersendiri dalam evaluasi pemilihan kala itu, meskipun tidak menghalangi penetapan hasil secara sah. Kemenangan Jokowi dalam Pilwalkot 2005 menjadi momentum penting yang mengangkatnya dari seorang pengusaha mebel menjadi figur publik dengan elektabilitas tinggi. Gaya kepemimpinan populis dan pendekatan langsung kepada warga menjadi ciri khas kepemimpinannya di Solo, yang kemudian berlanjut di Jakarta dan nasional.