Kisah Tongkat Komando Jenderal Soedirman yang Penuh Mistis dan Klotek-klotek Setiap Magrib

Posted on

Warisan Sejarah dan Misteri Tongkat Keluarga Jenderal Soedirman

Ganang Priyambodo, cucu dari Panglima Besar Jenderal Soedirman, pernah menerima sebuah benda unik dari ayahnya, Ahmad Tidarwono Soedirman. Benda tersebut berupa tongkat kecil yang jika dibuka menyerupai tongkat komando. Ganang mengungkapkan bahwa sebelum wafat, ayahnya memberikan pesan khusus agar benda itu dirawat dengan baik. Namun, ia mengaku tidak terlalu memperhatikan peninggalan tersebut.

Selama disimpan di rumah, tongkat tersebut sering menimbulkan pengalaman mistis. Setiap waktu magrib, kotak yang menyimpan tongkat itu selalu mengeluarkan bunyi “klotek-klotek” yang membuat bulu kuduk berdiri. Saat diperiksa, tidak ada hal aneh yang ditemukan, namun istri dan anak-anak Ganang merasa takut. Akhirnya, karena merasa tidak mampu merawat benda bersejarah itu, Ganang memutuskan untuk menyerahkan tongkat tersebut ke Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Soedirman di Yogyakarta.

Anehnya, setelah dipindahkan ke museum, fenomena mistis tersebut tidak pernah muncul lagi. Menurut Ganang, mungkin karena tempat tersebut dulunya adalah rumah kakeknya di Bintaran, sehingga lebih pas disimpan di sana.

Soedirman dan “Jimat” yang Bukan Benda

Ganang menegaskan bahwa keluarga besar Jenderal Soedirman dididik dengan pondasi agama yang kuat. Karena itu, ia menolak anggapan bahwa sang kakek mengandalkan jimat. Menurut Ganang, ada tiga “jimat” sejati Soedirman, yaitu selalu menjaga wudhu, ketulusan hati, dan memegang teguh amanah. “Itu yang membuat eyang dilindungi Tuhan, bukan jimat benda,” ujarnya.

Peninggalan Tongkat Lain di Indonesia

Kisah tentang tongkat bersejarah bukan hanya dimiliki oleh keluarga Soedirman. Beberapa tokoh bangsa juga memiliki peninggalan serupa yang sarat nilai simbolis:

  1. Tongkat Bung Karno

    Presiden pertama RI, Soekarno, dikenal kerap membawa tongkat komando berwarna hitam. Tongkat itu bukan sekadar penunjang penampilan, melainkan simbol kewibawaan seorang pemimpin bangsa. Kini, tongkat Bung Karno disimpan di Museum Nasional dan beberapa replika dipamerkan di Museum Blitar.

  2. Tongkat Bung Hatta

    Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta, juga memiliki tongkat yang digunakan sebagai alat bantu jalan di masa tuanya. Tongkat itu kini menjadi salah satu koleksi berharga di Museum Hatta di Bukittinggi, Sumatera Barat.

  3. Tongkat Kyai Ageng Pemanahan

    Dalam tradisi Jawa, tongkat pusaka milik tokoh pendiri Mataram Islam, Kyai Ageng Pemanahan, diyakini memiliki nilai spiritual. Tongkat tersebut hingga kini masih dirawat oleh keturunannya di Kotagede, Yogyakarta.

  4. Tongkat KH Hasyim Asy’ari

    Pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari, juga memiliki tongkat yang disakralkan sebagai simbol kepemimpinan ulama. Peninggalan itu kini tersimpan di Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari, Jombang, Jawa Timur.

  5. Tongkat Diponegoro

    Tongkat ini dikenal sebagai tongkat komando atau tongkat pusaka yang selalu dibawa Diponegoro saat memimpin perang. Tongkat Diponegoro tidak dianggap pusaka mistis semata, melainkan simbol perjuangan dan keteguhan hati melawan penjajahan Belanda. Tongkat Pangeran Diponegoro saat ini menjadi salah satu koleksi penting di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.

Warisan Sejarah, Bukan Sekadar Benda

Sejarah mencatat, tongkat bukan hanya benda fisik, melainkan simbol kekuatan, amanah, dan kharisma. Bagi keluarga Soedirman, warisan tongkat komando itu kini menjadi pengingat tentang nilai perjuangan, ketulusan, dan integritas sang Panglima Besar.

Sekilas tentang Jenderal Soedirman

Jenderal Soedirman, Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia, sekaligus seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Ia dikenal sebagai sosok yang dihormati di Indonesia berkat jasanya yang telah menggugurkan para penjajah. Ia dilantik pada tanggal 18 Desember 1945 dan selama tiga tahun melawan tentara kolonial Belanda. Bahkan, ia berhasil mengalahkan mereka melalui sebuah perjanjian yang disusun olehnya yang dikenal sebagai perjanjian Linggarjati dan Renville.

Soedirman merupakan anak dari pasangan Karsid Kartawiraji dan Siyem. Ia lahir di Purbalingga, 24 Januari 1916. Sejak kecil, Soedirman diasuh oleh pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo, karena ia memiliki kondisi keuangan yang jauh lebih baik dibandingkan keluarganya. Soedirman pun diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi dan ia diberi gelar kebangsawanan suku Jawa, menjadi Raden Soedirman.

Soedirman tumbuh besar menjadi seorang siswa rajin dan aktif dalam kegiatan sekolah serta mengikuti organisasi Islam. Selain itu, ia juga diajarkan etika dan tata krama priyayi serta kesederhanaan sebagai rakyat biasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *