Kisah Melanie Perkins Pemilik Canva, Gigih Meski Sering Ditolak

Posted on

Canva menjadi salah satu platform desain grafis yang paling populer di dunia, digunakan oleh jutaan orang untuk membuat presentasi, poster, hingga konten media sosial dengan mudah. Bahkan anak sekolah juga bisa mendapatkan akun Canva premium jika akun dan emailnya tercatat di beberapa sekolah negeri. Akun ini diberikan secara gratis.

Meskipun di balik kesuksesan besar ini, ada kisah perjuangan panjang dari sang pendirinya, Melanie Perkins. Perjalanannya tidaklah mulus.

Sebelum Canva mencapai kesuksesan seperti sekarang, Melanie harus menghadapi ratusan penolakan dari investor yang ragu-ragu dengan ide-nya. Dengan ketekunan, keyakinan, dan kerja keras, ia berhasil membuktikan bahwa visinya tentang desain yang lebih mudah diakses bukanlah sekadar khayalan.

rangkum berikut ini.

1. Latar belakang Melanie Perkins

Melanie Perkins adalah seorang kreatif yang digerakkan oleh ambisi, membuat dampak transformatif pada dunia desain grafis. Dia menjabat sebagai CEO dan salah satu pendiri Canva yang diluncurkan pada tahun 2014.

Melanie Perkins lahir dalam keluarga multikultural, ayahnya berasal dari Malaysia sementara ibunya berasal dari Australia. Kedua orang tuanya memiliki latar belakang di bidang teknik dan pendidikan, yang berpengaruh besar dalam membentuk cara berpikirnya sejak kecil.

Sejak masa kecil, Perkins menunjukkan kemampuan wirausaha. Pada usia 14 tahun, ia memulai bisnis pertama kali dengan menjual syal buatan tangan di pasar lokal di Perth, Australia. Ia melanjutkan pendidikannya di Sacred Heart College sebelum melanjutkan ke University of Western Australia, mengambil jurusan komunikasi, psikologi, dan perdagangan.

Saat kuliah, Perkins aktif mengajar desain komputer dasar. Dari pengalaman ini, ia menyadari kesulitan yang dihadapi oleh mahasiswanya dalam mengoperasikan program desain yang kompleks. Kesulitan ini yang mendorongnya untuk mengembangkan platform desain yang lebih sederhana, yang kemudian menjadi awal dari Canva.

2. Perjuangannya hingga Canva menjadi seperti yang saat ini

dengan berbagai template desain.

Setelah Fusion Books terbentuk, Perkins terus berusaha mengembangkan bisnisnya dengan memperkuat hubungan dengan perguruan tinggi dan universitas untuk menarik lebih banyak klien.

Seiring berjalannya waktu, Fusion Books berkembang pesat dan menjadi perusahaan buku tahunan terbesar di Australia. Namun, bisnis ini sempat menghadapi kesulitan keuangan yang menghambat pertumbuhannya.

Perkins dan Obrecht lalu mencoba mencari pendanaan dari para investor ventura, tetapi usaha mereka telah ditolak oleh investor sebanyak ratusan kali dengan alasan proposal mereka.

Dalam perjalanan ini, mereka akhirnya memutuskan untuk mengembangkan ide mereka yang lebih besar dan mengubah Fusion Books menjadi Canva Inc. Meskipun telah melakukan perubahan, perjuangan mereka dalam mencari investor tetap tidak mudah.

.

3. Mimpinya dan motivasinya dalam dirinya terus berkembang

Tahun-tahun sebelum Canva diluncurkan secara resmi merupakan masa penting bagi Melanie Perkins dalam menemukan arah bisnisnya serta dampak yang hendak ia capai. Ia mengungkapkan bahwa Canva memiliki rencana dua langkah untuk mencapai tujuannya.

“Langkah pertama adalah membangun salah satu perusahaan paling berharga di dunia. Langkah kedua adalah melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan,” ujarnya.

Perkins percaya bahwa meskipun Canva telah berkembang pesat, masih ada banyak hal yang harus dilakukan untuk mencapai visinya. Ia terus mencari cara untuk mengoptimalkan platform dan komunitas Canva guna menciptakan perubahan lebih besar.

Rencana untuk menjadikan Canva menjadi salah satu perusahaan terbesar di dunia telah memberikan hasil yang signifikan. Saat ini, Canva tersedia di 190 negara dan tersedia dalam 100 bahasa.

“Kamu dapat mengubah desain kamu menjadi situs web. Ada banyak hal yang dapat kamu lakukan karena kami ingin memberdayakan siapa pun untuk mendesain,” kata Perkins.

Meskipun telah mencapai pencapaian luar biasa, Perkins menghadapi berbagai tantangan dalam memperluas akses Canva ke berbagai negara. Salah satu tantangan terbesar adalah menyesuaikan platform agar dapat digunakan dalam bahasa Arab, Ibrani, dan Urdu, hal ini memerlukan perubahan teknis besar agar antarmuka dapat diakses dari kanan ke kiri.

“Ini adalah inisiatif besar serta upaya rekayasa yang cukup besar. Akan tetapi sekarang kami benar-benar dapat mengaktifkan seluruh dunia untuk mendesain. Ini adalah filosofi kami sejak awal. Jadi, saya senang melihatnya terjadi, tetapi masih banyak lagi yang perlu kita lakukan,” ungkapnya.

4. Tidak menyerah adalah pilihan

Melanie Perkins mengajarkan bahwa ketekunan, inovasi, dan visi yang jelas adalah kunci dalam membangun bisnis sukses, dan menyerah bukanlah pilihan yang tepat. Meskipun ia menghadapi beberapa ratus penolakan dari investor, ia tidak menyerah dan terus mencari cara untuk mewujudkan impian bisnisnya.

Dari pengalaman mengajar desain, ia melihat peluang untuk membuat platform yang lebih mudah digunakan, yang akhirnya berkembang menjadi Canva, sebuah perusahaan bernilai miliaran dolar. Selain itu, Perkins juga menunjukkan bahwa adaptasi terhadap tantangan, seperti memperkenalkan Canva dalam berbagai bahasa dan budaya, merupakan faktor penting dalam menjangkau pasar global.

Perjuangannya menunjukkan bahwa dengan ketabahan dan keberanian menghadapi tantangan, sebuah ide sederhana dapat berkembang menjadi inovasi besar yang mengubah dunia.


Baca juga:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *