Perbedaan Putusan MA dan MK dalam Penentuan Usia Calon Kepala Daerah
Pada masa menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, DPR RI sempat menjadi sorotan tajam karena terlibat dalam perdebatan mengenai syarat usia calon kepala daerah. Isu ini muncul setelah DPR memilih untuk mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang menetapkan bahwa usia calon dihitung sejak pelantikan, alih-alih putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa usia dihitung sejak penetapan pasangan calon.
Perbedaan ini memicu reaksi publik yang menilai bahwa langkah DPR tersebut tidak sesuai dengan kewenangan MK sebagai pengawal konstitusi. Beberapa pihak bahkan menyebut bahwa keputusan DPR bisa membuka jalan bagi Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, untuk maju dalam Pilkada meskipun usianya belum genap 30 tahun saat penetapan calon.
Ketentuan Usia dalam UU Pilkada
Aturan mengenai usia calon kepala daerah diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam aturan ini disebutkan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun, sedangkan calon bupati/wali kota serta wakilnya minimal 25 tahun. Namun, undang-undang tidak secara eksplisit menyebutkan kapan usia tersebut dihitung.
Ketidakjelasan ini kemudian memicu gugatan ke MA dan MK. Gugatan ini diajukan oleh berbagai pihak, sehingga menghasilkan dua putusan yang bertolak belakang. Putusan MA menyatakan bahwa usia dihitung sejak pelantikan, sementara MK menegaskan bahwa usia harus dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU.
Putusan MA: Usia Dihitung Sejak Pelantikan
Putusan MA dikeluarkan pada 30 Mei 2024, yang menyatakan bahwa syarat usia dihitung sejak pelantikan. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa UU Pilkada hanya menyebutkan angka usia tanpa menentukan waktu penghitungan. Oleh karena itu, MA mengambil tafsir bahwa usia minimum dihitung saat pelantikan.
Dengan demikian, calon yang belum cukup umur saat penetapan calon tetap bisa maju asalkan sudah memenuhi usia minimal ketika dilantik. Putusan ini langsung dikaitkan dengan peluang Kaesang Pangarep, yang masih berusia 29 tahun saat penetapan calon pada Agustus 2024, namun sudah genap 30 tahun pada 25 Desember 2024.
Putusan MK: Usia Dihitung Sejak Penetapan Calon
Berbeda dengan MA, MK menegaskan bahwa usia calon kepala daerah harus dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU. Putusan ini dibacakan pada 20 Agustus 2024 dalam sidang perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh Anthony Lee dan Fahrur Rozi.
MK menyatakan bahwa pemenuhan syarat usia merupakan bagian dari kepastian hukum yang harus sudah terpenuhi sejak awal pencalonan. Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan bahwa titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Namun, MK menolak memasukkan ketentuan perinci tersebut ke dalam bunyi Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada yang dimohonkan Anthony dan Fahrur. MK beranggapan bahwa pasal tersebut sudah jelas maknanya, sehingga tidak perlu direvisi.
DPR Memilih Ikuti Putusan MA
Meski MK telah mengeluarkan putusan yang bersifat final dan mengikat, Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada di Baleg DPR pada 21 Agustus 2024 justru memilih untuk merujuk pada putusan MA. Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi (Awiek), menyatakan bahwa tafsir MA dianggap lebih memberikan kepastian.
Awiek juga berdalih bahwa keputusan ini diambil karena MA dan MK adalah dua lembaga tinggi negara dengan tingkatan yang setara. Langkah ini memicu tudingan bahwa DPR sedang membuka jalan bagi Kaesang.
Gelombang Protes dan Pembatalan Pengesahan
Keputusan Baleg tersebut akhirnya memicu gelombang aksi protes dari berbagai elemen masyarakat. Aksi unjuk rasa bertajuk “Peringatan Darurat” dan gerakan #KawalPutusanMK digelar di berbagai daerah. Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengingatkan bahwa jika DPR tetap mengesahkan revisi UU Pilkada dengan merujuk pada putusan MA, maka akan timbul konsekuensi serius.
DPR sejatinya sudah menjadwalkan pengesahan revisi UU Pilkada dalam rapat paripurna 22 Agustus 2024. Namun, agenda ini dibatalkan setelah demonstrasi semakin meluas hingga berujung kericuhan dan tensi politik terus meningkat.
Komisi II Kembali ke Putusan MK
Setelah kegaduhan itu, DPR akhirnya melunak dengan menempuh jalan tengah. Pada 25 Agustus 2024, Komisi II DPR bersama KPU RI menyetujui revisi PKPU Nomor 8 Tahun 2024 yang sepenuhnya mengacu pada Putusan MK. Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menyatakan bahwa PKPU yang baru tidak lagi menimbulkan tafsir ganda.
Dengan keputusan ini, aturan yang berlaku dalam Pilkada 2024 kembali pada tafsir MK: syarat usia minimal calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon oleh KPU. Keputusan ini sekaligus menutup polemik yang sempat memicu ketegangan politik dan gelombang unjuk rasa di berbagai daerah.
