Kehilangan Energi dan Identitas di Tengah Ekspektasi Sosial Gen Z

Posted on

Fenomena Burnout di Kalangan Generasi Z

Burnout, atau kelelahan emosional yang berkepanjangan, kini menjadi isu yang semakin mendapat perhatian serius, terutama di kalangan Generasi Z. Generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 ini menghadapi tekanan yang lebih berat dibanding generasi sebelumnya. Peningkatan kasus burnout tercatat dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah masa pandemi. Fenomena ini tidak hanya muncul di lingkungan kerja, tetapi juga di dunia akademik dan kehidupan sosial digital.

Menurut penelitian dari Universitas Bina Nusantara (2024), penyebab utama burnout pada Gen Z adalah ambisi tinggi dan ekspektasi besar, baik dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Tekanan untuk selalu berprestasi membuat mereka rentan kehilangan arah dan identitas diri. Hal ini memicu rasa lelah yang terus-menerus serta menurunnya motivasi.

Apa Itu Burnout?

Burnout merupakan kondisi kelelahan emosional, mental, dan fisik akibat tuntutan yang berlebihan. Gejalanya mencakup rasa lelah yang tak kunjung hilang, menurunnya motivasi, hingga perasaan terasing dari lingkungan. Penelitian di ResearchGate (2024) menyebutkan bahwa kasus burnout di kalangan Gen Z meningkat pesat di dunia kerja, terutama karena jam kerja panjang, kurangnya keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi, serta budaya hustle yang masih dominan.

Mengapa Generasi Z Rentan Terkena Burnout?

Sebuah studi dari Jurnal Ekobis Unissula (2023) menunjukkan bahwa Gen Z cenderung menetapkan standar tinggi terhadap diri sendiri. Di sisi lain, paparan media sosial membuat mereka terus membandingkan diri dengan orang lain. Akibatnya, muncul rasa cemas, merasa tidak cukup baik, dan sulit puas.

Tekanan juga datang dari dunia pendidikan. Artikel dalam Jurnal Ilmiah Inovasi Pendidikan (2023) menyebutkan bahwa mahasiswa Gen Z sering mengalami stres akademik, mulai dari tugas yang menumpuk, persaingan ketat, hingga tuntutan untuk segera sukses. Kondisi ini berkontribusi langsung pada risiko burnout.

Data tentang Burnout di Kalangan Mahasiswa Gen Z

Berdasarkan data dari Journal Sadewa (2024), lebih dari 60 persen mahasiswa Gen Z yang diteliti mengaku mengalami gejala burnout ringan hingga sedang. Bahkan, sekitar 25 persen di antaranya berada pada kategori burnout berat yang membutuhkan intervensi profesional. Angka ini menunjukkan bahwa masalah burnout bukan sekadar isu sepele, tetapi fenomena nyata yang perlu diperhatikan bersama.

Dampak Burnout terhadap Kehidupan Sehari-hari

Burnout tidak hanya menurunkan produktivitas, tetapi juga berdampak pada kesehatan mental. Generasi Z yang mengalami burnout cenderung lebih mudah merasa putus asa, sulit fokus, dan kehilangan minat terhadap aktivitas sehari-hari. Penelitian di Lintar Untar (2022) menambahkan bahwa burnout berkorelasi dengan meningkatnya risiko depresi, gangguan kecemasan, hingga keinginan untuk menarik diri dari lingkungan sosial.

Psikolog klinis juga menyoroti dampak jangka panjang. Jika tidak ditangani, burnout bisa menurunkan performa kerja, mengganggu hubungan sosial, hingga memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan. “Gen Z adalah generasi yang dinamis, kreatif, dan adaptif. Namun, jika tekanan dibiarkan tanpa ruang pemulihan, potensi besar mereka justru bisa terkikis,” ujar salah satu psikolog dalam laporan BINUS (2024).

Cara Mengatasi Burnout

Ahli psikologi menyarankan beberapa langkah preventif, seperti menjaga keseimbangan antara kerja dan waktu istirahat, membatasi konsumsi media sosial, serta memperkuat support system dari teman dan keluarga. Selain itu, penting bagi individu untuk mengenali tanda-tanda burnout sejak dini, seperti rasa lelah yang terus-menerus atau kehilangan semangat terhadap hal-hal yang biasanya disukai.

Institusi pendidikan dan perusahaan juga diharapkan lebih peduli. Misalnya, kampus dapat menyediakan layanan konseling gratis, sementara perusahaan bisa memberikan program kesehatan mental atau menerapkan kebijakan jam kerja yang lebih fleksibel. Pemerintah pun memiliki peran dalam membangun kesadaran publik tentang pentingnya kesehatan mental, sekaligus menyediakan akses layanan psikologis yang terjangkau.

Tanggung Jawab Bersama dalam Menghadapi Burnout

Fenomena ini bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga lembaga pendidikan, organisasi, dan pemerintah. Dibutuhkan kesadaran kolektif bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan pencapaian akademik maupun karier. Dengan langkah nyata, burnout yang semakin marak di kalangan Gen Z bisa ditekan sebelum berdampak lebih luas.

Pada akhirnya, memahami fenomena burnout di kalangan Generasi Z penting agar kita tidak hanya menyoroti prestasi mereka, tetapi juga kesejahteraan emosional yang kerap terabaikan. Sebab, generasi ini adalah aset masa depan yang perlu dijaga agar tetap sehat, produktif, dan berdaya saing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *