Kasus Pemerasan Kemnaker: 11 Tersangka Ditangkap, Termasuk Suami Pegawai KPK

Posted on

KPK Tetapkan 11 Orang sebagai Tersangka dalam Kasus Pemerasan Sertifikat K3

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan sebanyak 11 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait penerbitan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Salah satu nama yang mengejutkan adalah Miki Mahfud, yang ternyata merupakan suami dari seorang pegawai KPK. Meski memiliki hubungan keluarga dengan salah satu pegawai lembaga antirasuah tersebut, penyidik KPK memastikan bahwa proses hukum tetap berjalan tanpa ada pengecualian.

Proses Hukum Berjalan Sesuai Aturan

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa Miki Mahfud termasuk dalam daftar tersangka yang ditetapkan. Penyidik KPK menegaskan bahwa lembaga ini menerapkan sikap zero tolerance terhadap setiap tindakan melawan hukum, bahkan jika melibatkan pihak-pihak yang memiliki kedekatan dengan internal KPK. Dalam pemeriksaan, Miki Mahfud diduga terlibat langsung dalam praktik pemerasan melalui perantara perusahaan tertentu.

Selain itu, penyidik juga telah memeriksa istri dari tersangka yang berstatus sebagai pegawai KPK. Hasil penyelidikan menunjukkan tidak adanya indikasi keterlibatan maupun keterkaitan langsung dengan perkara tersebut. KPK memastikan bahwa seluruh proses pemeriksaan dilakukan secara transparan dan profesional.

Rangkaian Kasus Pemerasan K3 di Kemnaker

Kasus ini bermula dari laporan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengurusan sertifikat K3. Sertifikat tersebut menjadi syarat penting bagi perusahaan untuk memastikan standar keselamatan kerja, sehingga bernilai strategis bagi banyak pelaku industri. Dalam praktiknya, para pejabat dan oknum terkait diduga melakukan pemerasan terhadap pihak-pihak yang membutuhkan sertifikasi tersebut. Aliran dana tidak resmi kemudian mengalir ke sejumlah pejabat hingga ke pihak swasta yang bekerja sama.

Daftar Lengkap 11 Tersangka

Berikut daftar lengkap nama-nama yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK:

  • Irvian Bobby Mahendro – Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 (2022–2025)
  • Gerry Aditya Herwanto Putra – Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja (2022–sekarang)
  • Subhan – Subkoordinator Keselamatan Kerja Dit Bina K3 (2020–2025)
  • Anitasari Kusumawati – Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja (2020–sekarang)
  • Immanuel Ebenezer Gerungan – Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI
  • Fahrurozi – Dirjen Binwasnaker dan K3 (Maret 2025–sekarang)
  • Hery Sutanto – Direktur Bina Kelembagaan (2021–Februari 2025)
  • Sekarsari Kartika Putri – Subkoordinator
  • Supriadi – Koordinator
  • Temurila – Pihak PT KEM Indonesia
  • Miki Mahfud – Pihak PT KEM Indonesia

Dampak Politik dan Pemerintahan

Kasus ini tidak hanya mencoreng wajah Kemnaker, tetapi juga memunculkan spekulasi terkait integritas sejumlah pejabat publik. Terlebih, nama Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, ikut terseret sebagai salah satu tersangka. Kondisi ini menimbulkan guncangan politik dan menambah sorotan terhadap tata kelola pemerintahan, terutama dalam sektor ketenagakerjaan.

Dampak terhadap Dunia Usaha

Skandal pemerasan sertifikat K3 berpotensi mempengaruhi kepercayaan pelaku usaha. Sertifikat yang seharusnya menjadi instrumen perlindungan pekerja justru dijadikan ladang pungli. Banyak perusahaan kini mengaku khawatir proses perizinan menjadi terhambat dan menimbulkan biaya tambahan di luar ketentuan resmi.

KPK Pastikan Proses Berlanjut

KPK menegaskan proses hukum akan berjalan hingga tuntas, termasuk kemungkinan adanya pengembangan tersangka baru. Lembaga antirasuah itu berkomitmen membersihkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam sistem birokrasi, khususnya di sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan pengungkapan kasus ini, publik berharap adanya perbaikan sistem sertifikasi keselamatan kerja yang lebih transparan dan bebas dari pungutan liar. Pemerintah pun dituntut segera mengambil langkah reformasi agar praktik serupa tidak terulang.