Juventus dan Perjalanan Timnas Indonesia: Satu Mimpia Bersama

Posted on

Yang dilakukan PSSI bersama pelatih Shin Tae-yong tampaknya menarik perhatian salah satu klub sepak bola besar dunia, Juventus. Hal ini berhubungan dengan spekulasi mengenai penggantian manajernya, yaitu Thiago Motta.

Jurnalis Fabrizio Romano dalam beberapa hari belakangan ini sering menyebutkan bahwa keberlangsungan karir pelatih Thiago Motta yang baru saja diangkat untuk melatih tim Bernabeu mulai awal musim tampaknya tak akan berlanjut sampai akhir musim panas mendatang. Di minggu Senin tanggal 23 Maret 2025 pagi waktu Indonesia Barat, orang yang dikenal dengan taglinenya “here we go” itu membagikan informasi terbarunya.

” Breaking News: Igor Tudor Menyetujui Tawaran Juventus, Kandidat Utama untuk Menggantikan Thiago Motta”, sebagaimana dilaporkan.
instagram Fabrizio Romano
.

Tiba-tiba saja berita itu menyebabkan saya merasakan sensasi seperti déjà vu dari Maret tahun sebelumnya ketika keributan besar terjadi akibat perubahan pelatih di tim nasional sepak bola Indonesia. Saat itu sang pelatih lama memiliki visi yang tegas tetapi masih dalam proses mewujudkannya. Meskipun hasil pertandingan baru-baru ini menunjukkan penurunan performa, manajemen tampak tak sabar dan langsung mengganti dia dengan pelatih “sementara” yang diharapkan bisa memberikan dampak cepat.

Thiago Motta sering menerima kritikan dari berbagai kalangan, termasuk sejumlah eks pemain Juventus. Dia dianggap kurang memiliki “darah” Inter Milan dan disinyalir tak dapat membangkitkan semangat permainan seperti yang dimiliki Juve.

Hingga sebelum jeda internasional, Kenan Yazici dan kawan-kawannya ternyata masih bisa bersaing untuk posisi empat besar di Serie A. Saat itu mereka menempati urutan kelima dengan 52 poin, hanya selisih satu poin dari Bologna – mantan klub pelatihnya Thiago Motta. Meskipun demikian, jarak antara mereka dengan pemuncak klasemen, Inter Milan, tetap cukup lebar yaitu 12 poin.

Hasil penting tentang titik balik dalam pemikiran manajerial tim disoroti oleh performa negatif selama dua bulan terakhir.

Mari kita teliti lebih jauh mengenai skema penggantian pelatih tim yang memiliki dukungan para pendukung besar di tanah air ini, mari kita uraikan secara bertahap.

Keputusan Menepikan Dusan Vlahovic

Setelah Danilo pergi dari klub melalui jendela transfer musim dingin kemarin, terdapat harapan bahwa pemain asal Serbia, Dusan Vlahovic, tidak hanya akan menjadi kekuatan utama tim tetapi juga bakal memegang peran sebagai kapten masa depan klub tersebut.

Hal itu bisa dimaklumkan, melihat bagaimana Vlahovic sangat sulit untuk dilepaskan oleh beberapa klub raksasa Eropa seperti Arsenal dan Chelsea yang tertarik kepadanya. Pemain berusia 25 tahun tersebut memiliki catatan performa yang memukau dengan menyumbangkan 14 gol dan 2 assist, selain itu dia kerap kali harus membawa beban tim saat meraih hasil-hasil kurang optimal.

Tetapi segalanya menjadi berbeda sejak kehadiran Randal Kolo Muani yang dipinjam dari PSG. Mulai saat itu, Vlahovic hanya diberi kesempatan untuk memulai pertandingan sebanyak dua kali, termasuk dalam laga menghadapi Cagliari pada tanggal 24 Februari 2025, di mana ia mencetak satu-satunya gol kemenangan bagi timnya.

Setelah pertandingan itu, seperti dilansir oleh Football Italia via
detik.com
, Motta menyampaikan penghormatan kepada Vlahovic dengan berkata: “Ia berada di lapangan karena layak mendapatkan tempat tersebut. Kita punya ikatan yang sangat baik. Dia mempunyai kepribadian serta sikap mental yang tangguh. Pada hari ini, dia menampilkan dedikasi profesi yang luar biasa dan selalu siap membantu teman setimnya. Sangat mudah bagi kami untuk menjalankan tugas bersama seseorang petarung sekelas dirinya.”

Setelah itu, Vlahovic kembali diturunkan sebagai pemain utama di Juventus Stadium dua hari kemudian dalam pertandingan perempat final Coppa Italia menghadapi Empoli. Pada laga tersebut, Bianconeri harus angkat koper lewat babak penalty setelah bertahan dengan skor seri 1-1 selama waktu normal. Salah seorang dari para tendangan penalti yang tidak berhasil adalah Dusan Vlahovic.

Pemain tersebut telah lama menjadi kambing hitam untuk hasil negatif tim sejak awal musim. Wajar jika tampaknya tak adil, mengingat dia adalah satu-satunya penyerang yang ada saat itu, pasca cederanya ArkadiuszMilik dan kedatangan KoloMuani masih menunggu.

Terkesan juga bahwa dia mengalami kelelahan berkepanjangan, terutama disebabkan oleh kerapnya ketidakhadirannya akibat cidera otot.

Terdepak dari Dua Kompetisi dan Dua Kekalahan Terbaru

Juventus belum memenangkan Liga Champions sejak 1995/1996 dan pasti sangat menginginkannya sebagai salah satu klubbesar di Italia. Tetapi melihat situasi tim saat ini, rasanya lebih masuk akal untuk tidak memiliki harapan yang tinggi pada musim ini.

Permasalahannya adalah bahwa mereka tereliminasi dari fase gugur ketika berhadapan dengan PSV Eindhoven. Di leg pertama, Bianconeri berhasil memenangkan laga 2-1 di Turin pada tanggal 12 Februari 2025. Namun, satu minggu kemudian, tim tersebut melakukan comeback yang sangat dramatis namun akhirnya kalah 3-1 usai perpanjangan waktu melawan PSV.

Kekecewaan ini dilanjutkan dua minggu kemudian dalam pertandingan Coppa Italia menghadapi Empoli seperti telah disebutkan sebelumnya. Secara praktis, harapan untuk memenangkan trofi tersisa hanya pada Serie A saja, namun hal itu cukup sulit tercapai.

Sebab itu, di kedua pertandingan terakhir mereka ditundukkan mentah-mentah oleh dua tim kuat lainnya. Bertindak sebagai tuan rumah menghadapi Atalanta pada tanggal 10 Maret kemarin, Manuel Locatelli dan kawan-kawannya dikalahkan dengan sangat memprihatinkan dengan skor akhir 0-4!

Tidak berhenti di sana saja, pada hari berikutnya gilirannya ke Artemio Franchi, Fiorentina mengalahkan mereka dengan skor telak 0-3!

Secara praktis, dampak dari perubahan tersebut menyebabkan kritikan negatif tentang kemampuan Thiago Motta dalam menyusun strategi bertransformasi menjadi sebuah kontroversi besar. Mantan pemain bintang klub, Alessandro Del Piero, mencatat bahwa hal ini disebabkan oleh hilangnya ciri khas tim.

“Membingungkan bagiku untuk berpendapat karena aku tersentuh secara emosi,” ujar Del Piero setelah Juventus kalah di markas Fiorentina seperti dilansir dari
bola.net
.

Masalah utamanya adalah ketiadaan respons. Malam itu sepenuhnya menunjukkan kurangnya semangat Juventus. Anda mungkin kalah namun dengan kepala tertinggi. Pada hari ini, tak satu pun dari mereka, apakah duduk di bench pemain cadangan ataupun dalam tim manajerial, bisa merasa lega atau menyebut dirinya sudah berusaha maksimal. Tak terlihat adanya respon di lapangan dan juga di bangku cadangan.

Ideologi yang Tidak Cocok

Bicaranya tentang Juventus, jelas bahwa gaya kemenangan yang praktis dan pertahanan kuat menjadi ciri utamanya. Menunjuk Thiago Motta oleh pengelola klub mestinya telah memberikan indikasi “melupakan” tradisi tersebut.

Pria asal Italia yang berumur 42 tahun tersebut telah diidentifikasi dengan gaya permainan serangan ketika memimpin Bologna pada musim sebelumnya. Bahkan, ia populer karena menggunakan formasi 2-7-2 secara vertikal guna mendominasi sisi-sisi lapangan.

Mengimplementasikan hal serupa di Turin, meski dengan peningkatan kualitas pemain, ternyata tak berhasil menciptakan harmoni dalam tim. Di separuh awal musim, mereka terkenal sebagai skuad yang tangguh bertahan namun kurang produktif di lini depan. Namun pada bagian musim berikutnya, barisan belakang justru mengalami kemerosotan performa.

Konflik ideologi dianggap sebagai tantangan signifikan untuk Motta. Juventus memang terkenal karena pendekatan pragmatismenya dengan kedua eks pelatihnya, yaitu Antonio Conte dan Max Allegri, meskipun keduanya cenderung idealistis. Namun, prestasi akhirnya diraih oleh Motta.

Kenapa Harus Igor Tudor?

Jadi pembicaraan panas dan déjà vu bagi saya tentang tim nasional Indonesia, merupakan rencana menunjuk Igor Tudor. Berdasarkan popularitasnya, Thiago Motta telah disebut-sebut sebagai salah satu pelatih muda terbaik di Italia. Dia hanya diberi waktu kurang dari satu musim untuk membuktikan dirinya.

Ada dugaan tentang Roberto Mancini dan Max Allegri sebagai kandidat penggantinya, tetapi Igor Tudor malah lebih unggul dalam persaingannya. Igor Tudor, seorang lelaki 46 tahun berasal dari Kroasia, pernah menjadi pemain Juventus serta menjabat sebagai asisten pelatih bagi Andrea Pirlo pada musim 2020-2021.

Masalah utamanya, rekornya sebagai pelatih belum cukup meyakinkan untuk membawa klub sekelas Juventus keluar dari kesulitan tersebut. Ia baru pernah melatih Hajduk Split selama lebih dari satu musim, sementara banyak tim lain yang ia tangani hanyalah sebagai gantian di pertengahan musim, seperti saat memimpin Lazio pada musim lalu.

Mengelola Hajduk, Galatasaray, Udinese, Verona, Marseille, dan Lazio, namun prestasinya pun tak luar biasa. Koleksi gelarnya hanyalah satu piala Piala Kroasia.

Mengapa Igor Tudor dipilih? Kemungkinannya adalah kecepatan adaptasinya menjadi faktor utama bagi pengelola klub, dengan penawaran kontrak jangka pendek pula. Pada awal musim depan, mungkin akan ada figur terkenal lainnya yang dijadikan pelatih baru. Siapa tahu itu bisa jadi Allegri, Mancion, atau malah Zinedine Zidane?

Oke, mari kita tinjau ketentuan dari skema reformasi yang ada di tim pemenang 36 kali Scudetto tersebut sampai “here we go”. Sementara itu, kita juga bisa membandingkannya dengan Tim Nasional Indonesia; apakah strategi baru dengan sasaran jangka pendek ini akan menghasilkan akhir yang membahagiakan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *