Judi Online Ancam Ekonomi dan Kesehatan Mental, Transaksi Capai Rp 927 Triliun

Posted on

Dampak Judi Online terhadap Ekonomi dan Masyarakat

Judi online tidak hanya menjadi masalah pribadi, tetapi juga berdampak luas terhadap ekonomi nasional. Dalam acara Katadata Policy Dialogue yang bertajuk “Strategi Nasional Memerangi Kejahatan Finansial”, di Jakarta pada Selasa (5/8/2025), beberapa ahli menyampaikan bahwa judi online mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3%.

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Firman Hidayat menjelaskan bahwa jika pertumbuhan ekonomi tahun lalu mencapai 5%, maka tanpa adanya praktik judi online, angka tersebut bisa meningkat hingga 5,3%. Angka 0,3% ini sangat penting untuk mencapai target Presiden.

Dana masyarakat yang seharusnya digunakan dalam sektor konsumsi dan investasi justru terbuang percuma. Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa hingga Kuartal I 2025, nilai perputaran dana judi online telah mencapai Rp 927 triliun. Dari jumlah tersebut, 70% mengalir ke luar negeri, sehingga tidak memberikan dampak positif bagi perekonomian dalam negeri.

Banyak negara lain juga mengalami kerugian serupa. Di Hong Kong, kerugian pajak akibat judi ilegal mencapai HK\$9,4 miliar per tahun. Sementara itu, Afrika Selatan kehilangan sekitar R110 juta setiap tahun karena judi ilegal.

Praktik Jual Beli Rekening Mengancam Stabilitas Keuangan

Suburnya judi online tak lepas dari maraknya praktik jual beli rekening. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa dari 1,5 juta rekening yang ditelusuri, 150 ribu merupakan rekening nominee. Sebagian besar rekening tersebut terindikasi sebagai hasil dari jual beli. Rekening-rekening ini digunakan untuk menyamarkan transaksi ilegal dan memperlancar bisnis judi yang kini merajalela.

Ketua Umum Perbanas Hery Gunardi menambahkan bahwa bank telah memperketat sistem pengawasan terhadap rekening dorman sesuai regulasi OJK. Tindakan seperti pembekuan sementara, pembatasan transaksi, hingga penutupan rekening dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan.

PPATK juga menerapkan kebijakan penghentian sementara terhadap rekening yang mencurigakan. Hasilnya cukup signifikan: transaksi judi online turun 72% pada Semester I 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Dampak Sosial dan Mental dari Judi Online

Selain berdampak pada ekonomi, judi online juga memiliki efek buruk terhadap masyarakat. Hasil kajian Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan bahwa mayoritas pelaku judi berasal dari kalangan menengah ke bawah. Banyak dari mereka mengalami gangguan mental hingga keretakan rumah tangga.

Data BPS mencatat kenaikan 83,8% kasus perceraian akibat judi pada 2024, dengan lebih dari 2.800 perkara. DEN juga mengingatkan bahwa judi online bisa menjadi jalan masuk tindak kriminal. Studi di Amerika Serikat menemukan bahwa penjudi muda yang merugi antara USD 500–1.000 memiliki potensi 15% melakukan kejahatan, dan angka ini melonjak menjadi 27,5% jika kerugian lebih besar.

Kolaborasi Lintas Sektor untuk Mengatasi Masalah

Dengan kompleksitas modus kejahatan digital yang makin canggih—dari penggunaan IP palsu, text crawler, hingga pencarian gambar—Direktur Kemenkominfo Teguh Arifiyadi menekankan perlunya sinergi lintas sektor. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, lembaga penegak hukum, dan masyarakat adalah kunci utama untuk menghentikan laju kejahatan finansial berbasis teknologi ini.

Fransiska Oei dari Perbanas menyatakan bahwa industri perbankan sudah memperkuat sistem verifikasi dan bekerjasama dengan Dukcapil, AHU, dan Ditjen Pajak. “Penipu sangat dinamis. Strategi bank juga harus fleksibel dan adaptif,” katanya. Ia menegaskan pentingnya edukasi dan literasi digital sebagai tameng pertama agar masyarakat tak mudah terjerumus dalam kejahatan finansial.

Dengan sinergi nasional yang kuat, Indonesia berpeluang menekan kerugian akibat judi online dan membangun sistem keuangan yang lebih tangguh. Seperti dikatakan Ivan Yustiavandana, “PPATK tidak bisa sendirian. Semua lembaga harus bergerak bersama. Kuncinya adalah kolaborasi.”