Janji Wakil Bupati Bangkalan Saat PBB Naik di Berbagai Wilayah: Kami Akan Ringankan

Posted on

Kenaikan PBB Menjadi Sorotan di Berbagai Daerah

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kembali menjadi topik utama yang dibicarakan oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Isu ini menimbulkan kekhawatiran terhadap beban ekonomi warga, terutama karena kenaikan pajak yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Wakil Gubernur Moh Fauzan Ja’far memberikan pernyataan bahwa PBB tidak akan mengalami kenaikan pada tahun 2025. Ia menegaskan bahwa pemerintah setempat akan memberikan berbagai bentuk relaksasi untuk meringankan beban masyarakat. Misalnya, diskon hingga penghapusan denda pajak diberikan sebagai upaya untuk membantu warga yang merasa terbebani.

Namun, meskipun PBB tidak naik, jumlah ketetapan pajak di tahun 2025 mengalami kenaikan sebesar 5 persen dibandingkan tahun 2024. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penambahan objek pajak baru akibat berkembangnya perumahan dan adanya perubahan status dari lahan menjadi bangunan.

Untuk memperbaiki situasi tersebut, pemerintah kabupaten juga memberikan stimulus berupa diskon Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 40 persen untuk waris dan 30 persen untuk Akta Pembagian Harta Bersama (APHB). Selain itu, denda PBB dari masa pajak tahun 2014 hingga 2024 juga dihapuskan.

Kenaikan PBB yang Menghebohkan di Beberapa Daerah

Berbeda dengan Kabupaten Bangkalan, di beberapa daerah lain, warga mengeluhkan kenaikan PBB yang sangat tajam. Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, warga melakukan protes bahkan berunjuk rasa terhadap kebijakan Bupati Sudewo yang mencanangkan kenaikan pajak hingga 250 persen. Meski akhirnya kebijakan tersebut dibatalkan, banyak daerah lain juga mengalami kenaikan pajak yang tidak kalah besar.

Contohnya, di Jombang dan Semarang, warga mengeluhkan kenaikan pajak yang bisa mencapai 400 persen. Salah satu contoh adalah Joko Fattah dari Jombang, yang membawa segalon uang koin untuk membayar pajak. Uang koin tersebut merupakan tabungan anaknya yang dikumpulkan selama bertahun-tahun. Sebelumnya, pajak yang dia bayarkan hanya sekitar Rp300.000 per tahun, namun kini meningkat menjadi Rp1,2 juta.

Sementara itu, nenek Tukimah dari Semarang mengalami kenaikan pajak yang sangat drastis. Tagihan PBB-nya melonjak dari Rp161 ribu menjadi Rp872 ribu. Penyebabnya adalah kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang naik dari Rp425,37 juta menjadi Rp1,067 miliar dalam waktu satu tahun.

Penjelasan dari Instansi Terkait

Instansi terkait seperti Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Badan Keuangan Daerah (BKUD) menjelaskan bahwa kenaikan pajak disebabkan oleh naiknya NJOP. NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar atau nilai transaksi yang wajar. Dalam beberapa kawasan perkotaan, kenaikan NJOP bisa mencapai ribuan persen.

Kepala Bapenda Jombang, Hartono, menyampaikan bahwa ada wilayah yang mengalami kenaikan pajak yang sangat tinggi. Contohnya, PBB di Jalan Wahid Hasyim yang sebelumnya hanya Rp1,1 juta, kini naik menjadi Rp10 juta setelah dilakukan survei ulang.

Sementara itu, BKUD Kabupaten Semarang menjelaskan bahwa penilaian pajak dilakukan secara selektif berdasarkan data lapangan dan kondisi pasar. Untuk kasus Tukimah, penilaian ulang dilakukan karena lokasi rumahnya berada dekat jalan provinsi dan belum dievaluasi selama belasan tahun.

Mekanisme Pengajuan Keberatan

Warga yang merasa tidak puas dengan kenaikan pajak dapat mengajukan keberatan secara tertulis. Proses ini diatur dalam Perda 13 Tahun 2023 dan Perbup 87 dan 89. Selain itu, pemerintah juga memberikan ruang untuk insentif fiskal seperti pengurangan atau penundaan pajak.

Dalam prosesnya, pihak terkait akan melakukan verifikasi lapangan dan mengevaluasi kembali jika ada ketidaksesuaian. Warga di Jombang, misalnya, dapat mengajukan keberatan secara tertulis, dan pemerintah akan turun langsung ke lapangan untuk meninjau kembali.

Kesimpulan

Isu kenaikan PBB terus menjadi perhatian masyarakat di berbagai daerah. Meski beberapa wilayah seperti Bangkalan berhasil menghindari kenaikan pajak, di tempat lain, warga masih merasakan dampaknya secara langsung. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah terus memberikan relaksasi dan mekanisme pengajuan keberatan agar warga tetap merasa didengar dan dilayani dengan baik.