Kebiasaan Harian yang Bisa Merusak Otak dan Cara Mengatasinya
Ada banyak kebiasaan sehari-hari yang mungkin terlihat biasa saja, tetapi secara perlahan bisa memengaruhi kinerja otak Anda. Mulai dari cara tidur hingga kebiasaan multitasking, berikut ini adalah penjelasan mengenai kebiasaan-kebiasaan tersebut dan bagaimana sains menilainya.
1. Kurang Tidur
Kurang tidur kronis tidak hanya membuat Anda merasa lelah dan cemas, tetapi juga dapat mengganggu kemampuan otak untuk membersihkan diri sendiri. Saat tidur, otak melakukan proses detoksifikasi dengan menghilangkan produk limbah seperti beta-amiloid, protein yang berkaitan dengan penyakit Alzheimer.
Penelitian menunjukkan bahwa bahkan satu malam tidur yang buruk bisa mengganggu pengambilan keputusan dan konsolidasi memori. Tidur sangat penting untuk menjaga jalur saraf yang mendukung pembelajaran dan pengaturan emosi.
2. Kurang Aktivitas Fisik
Otak berkembang pesat karena gerakan. Olahraga rutin meningkatkan aliran darah ke otak, mendukung neurogenesis (pembentukan neuron baru), serta meningkatkan suasana hati melalui neurotransmiter seperti dopamin dan serotonin.
Namun, duduk dalam waktu lama tanpa stimulasi mental dikaitkan dengan penyusutan area otak yang terkait dengan memori dan pembelajaran. Jadi, anggaplah gerakan sebagai nutrisi mental—tanpa gerakan, otak akan kekurangan nutrisi.
3. Multitasking
Meski terlihat produktif, multitasking justru membebani otak. Terus-menerus beralih antar tugas meningkatkan beban kognitif dan hormon stres, serta mengurangi akurasi dan retensi memori.
Gangguan digital sering kali memecah rentang perhatian dan melatih otak untuk mengharapkan stimulasi konstan. Penelitian menunjukkan bahwa multitasking dapat merusak memori jangka pendek dan mengurangi kinerja pada tugas kompleks.
4. Pola Makan yang Tidak Sehat
Pola makan memainkan peran besar dalam fungsi otak. Makanan olahan, tinggi gula, karbohidrat olahan, dan lemak trans dikaitkan dengan peningkatan peradangan dan resistensi insulin di otak.
Makanan yang sangat diproses juga bisa mengubah sumbu otak-usus, yang memengaruhi suasana hati, kognisi, dan respons imun. Makanan bergizi seperti buah-buahan, sayuran, lemak sehat, dan omega-3 dapat membantu fokus dan mengurangi risiko depresi.
5. Stres Kronis
Stres kronis bisa menjadi pembunuh otak yang sering luput dari perhatian. Hidup dalam kondisi “lawan atau lari” membanjiri otak dengan kortisol, yang jika berlebihan dapat merusak hipokampus—area otak yang bertanggung jawab atas memori dan pembelajaran.
Kadar kortisol yang tinggi juga dapat merusak plastisitas sinaptik, sehingga lebih sulit untuk berpikir jernih atau mengingat informasi. Mengelola stres melalui latihan pernapasan, meditasi, atau sekadar memperlambat ritme hidup bisa membantu menjaga kesehatan otak.
6. Isolasi Sosial
Isolasi sosial ternyata bisa menjadi faktor risiko kognitif. Manusia terprogram untuk terhubung, dan kesepian yang berkepanjangan bisa membahayakan kesehatan otak seperti merokok atau obesitas.
Individu dengan kehidupan sosial yang kuat cenderung memiliki pikiran yang lebih tajam dan risiko demensia yang lebih rendah. Percakapan yang bermakna dan koneksi antarmanusia penting, terutama seiring bertambahnya usia.
7. Kurang Stimulasi Mental
Membiarkan otak bekerja secara otomatis bisa menyebabkan penurunan kognitif. Otak seperti otot—jika tidak dilatih, ia akan melemah. Kebiasaan pasif seperti menonton TV terlalu lama atau menggulir media sosial selama berjam-jam tidak memberikan keterlibatan kognitif yang cukup.
Belajar bahasa baru, memainkan alat musik, mengerjakan teka-teki, atau membaca mendalam bisa membantu menjaga otak tetap tajam dan neuroplastisitas tetap tinggi. Kesehatan otak bukan hanya tentang apa yang Anda hindari, tetapi juga tentang apa yang Anda masukkan ke dalam pikiran Anda.
