Penting bagi pertumbuhan emosional dan sosial anak dan mengajarkan untuk menghadapi tantangan, mengambil risiko, dan percaya pada kemampuan diri. Namun, perilaku tertentu — yang sebagian besar tidak disengaja — dapat mengikis kualitas penting ini.
.
Jangan dikritik terus-menerus
Anak-anak tumbuh dengan impulsif. Kemudian, kritik konstan bisa menimbulkan bekas luka emosional tak terlihat. Mengecilkan kesalahan memang penting, tapi kalau nada kasar atau sangat sering bisa membuat anak bertanya-tanya kemampuan dirinya. Fokuslah pada punybsuban yang membangun. Alih-alih mengatakan, “Kamu selalu membuat berantakan,” cobalah, “Ayo kita cari jalan untuk merapikannya lain kali.”
Membandingkan dengan orang lain
Persepsi seperti, “Mengapa kamu tidak bisa seperti saudaramu?” dapat sangat menyakitkan perasaan anak. Perbandingan dapat membuat anak merasa tidak bisa dan dapat menimbulkan pengutamaan terhadap orang yang dibandingkan. Terimalah kekuatan dan kelebihan unik anak. Gantilah perbandingan dengan pujian yang bersifat personal, seperti, “Ibu suka betapa kreatifnya ide anakmu!”
Perlindungan yang berlebihan
Atau kekecewaan, perlindungan yang berlebihan dapat menghalangi kemampuan mereka untuk mengatasi tantangan. Anak yang dilarang berbuat salah dapat tumbuh dengan keraguan terhadap kemampuannya. Biarkan mereka menyelesaikan masalah kecil secara sendiri. Mulailah dengan pekerjaan-pekerjaan yang mudah dilakukan seperti mengemas tas sekolah atau menyelesaikan konflik kecil dengan teman.
Mengabaikan prestasi anak
Tidak mengakui usaha atau keberhasilan anak, baik beratnya gampangnya, bisa membuatnya merasa kurang dihargai. Lama kelamaannya, mungkin ia akan berhenti mencoba karena murosanya tidak penting. Rayakan pencapaian, bahkan yang kecil sekali pun.
Ucapan sederhana, “Aku bangga denganmu karena sudah mencobamu!” akan sangat membantu dalam membangun kepercayaan diri anak.
Memberi label negatif
Mengatakan anak malas, pemalu atau canggung mungkin terlihat tidak berbahaya pada saat itu. Tetapi label seperti itu dapat melekat dan membentuk persepsi diri anak. Seiring waktu, mereka mungkin akan menginternalisasi kata-kata tersebut dan mulai percaya kata-kata itu mendefinisikan siapa mereka. Fokuslah pada perilaku, bukan sifat. Daripada mengatakan, “Kamu malas sekali,” coba katakan, “Ayo kita berusaha untuk lebih proaktif dalam mengerjakan tugas-tugasmu.”