Influencer Menangis, Menyesal Akibat Ikuti Saran ChatGPT

Posted on

Pengalaman Mery Caldass yang Viral di Media Sosial

Seorang influencer asal Spanyol, Mery Caldass, kini menjadi sorotan di dunia maya setelah videonya yang menunjukkan ia menangis di bandara mendadak viral. Dalam video tersebut, Caldass mengungkapkan kekecewaannya karena perjalanan romantis ke Puerto Riko, sebuah wilayah kepulauan Karibia di Amerika Serikat (AS), gagal dilakukan.

Menurut pengakuan Caldass, penyebab kegagalan ini bukan karena dirinya terlambat tiba di bandara atau ketinggalan pesawat. Melainkan karena informasi yang diberikan oleh ChatGPT, sebuah chatbot berbasis AI, yang salah dalam menjawab pertanyaannya. Caldass menggunakan ChatGPT untuk menanyakan apakah dirinya dan kekasihnya memerlukan visa saat masuk ke Puerto Riko.

Jawaban yang diberikan oleh ChatGPT terdengar meyakinkan dan percaya diri. Bot tersebut menyatakan bahwa Caldass dan kekasihnya tidak memerlukan visa. Namun, secara teknis, jawaban tersebut tidak sepenuhnya benar. Warga Uni Eropa seperti Caldass memang diperbolehkan berkunjung ke Puerto Riko tanpa visa untuk jangka waktu singkat. Namun, ada syarat tambahan lain yang harus dipenuhi, yaitu dokumen Electronic System for Travel Authorization (ETA).

Dokumen ini sangat penting sebagai persyaratan masuk ke Puerto Rico. Sayangnya, Caldass dan kekasihnya lupa untuk melengkapi ETA tersebut, sehingga mereka gagal melewati proses pemeriksaan keimigrasian. Akibatnya, perjalanan liburan yang sudah direncanakan sebelumnya harus dibatalkan.

Kehilangan Kepercayaan pada ChatGPT

Setelah kejadian tersebut, Caldass menyampaikan penyesalannya atas ketidaktahuan dalam memverifikasi informasi dari sumber resmi seperti lembaga imigrasi. Ia mengungkapkan bahwa kini ia memiliki “trust issue” terhadap jawaban yang diberikan oleh ChatGPT. Bahkan, Caldass mengaku enggan lagi mengandalkan chatbot tersebut untuk bertanya hal-hal penting di masa depan.

“Saya tidak percaya lagi pada yang itu,” ujar Caldass sambil menunjuk ke arah layar ChatGPT. Ia juga bercanda dengan mengatakan bahwa AI tersebut mungkin sedang “balas dendam”. Menurut dugaannya, ChatGPT kesal karena ia sering mengolok-olok bot tersebut saat memberikan jawaban yang kurang sesuai.

Kasus Lain yang Melibatkan Kesalahan Informasi dari ChatGPT

Kasus Caldass bukanlah satu-satunya yang melibatkan kesalahan informasi dari ChatGPT. Sebelumnya, AI ini juga pernah memberikan saran yang tidak tepat kepada seorang pria di AS. Dalam kasus tersebut, pria berusia 60 tahun harus dilarikan ke rumah sakit setelah mengikuti rekomendasi diet yang diberikan oleh ChatGPT.

ChatGPT menyarankan agar pria tersebut menghindari garam dapur natrium klorida (NaCl) dan menggantinya dengan natrium bromida (NaBr). Padahal, senyawa ini dulu digunakan dalam obat-obatan, tetapi kini diketahui berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. Akibatnya, pria tersebut mengalami keracunan serius akibat konsumsi natrium bromida.

Dokter yang menangani kasus ini menyebut kondisi tersebut sebagai bromisme, yaitu gangguan yang disebabkan oleh kadar bromida yang tinggi dalam tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa ChatGPT tidak mampu memahami konteks pertanyaan yang diberikan manusia. Oleh karena itu, jawaban yang diberikan bersifat umum dan tidak sesuai dengan situasi nyata.

Tantangan dalam Menggunakan AI

Kejadian-kejadian ini menunjukkan betapa pentingnya memverifikasi informasi yang diberikan oleh AI. Meskipun AI seperti ChatGPT dapat memberikan jawaban yang tampak meyakinkan, namun tidak selalu akurat atau sesuai dengan konteks yang sebenarnya. Pengguna harus tetap waspada dan mencari sumber informasi yang lebih andal, terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan hukum, kesehatan, atau kebijakan pemerintah.

Dengan semakin populer dan banyaknya penggunaan AI, masyarakat perlu meningkatkan kesadaran akan potensi risiko dan kekurangan dari teknologi ini. Dengan demikian, pengguna bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan berdasarkan informasi yang diberikan oleh AI.