Gerakan Poe Ibu Dedi Mulyadi Dianggap Gimmick, Berisiko Korupsi, dan Langgar Aturan Pungutan

Posted on

Gerakan Poe Ibu: Niat Baik atau Gimmick?

Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bertujuan untuk membangun solidaritas sosial dengan mengajak masyarakat menyisihkan uang sebesar Rp 1.000 per hari. Namun, gerakan ini justru menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Kritik terhadap Gerakan Poe Ibu

Banyak pihak menilai bahwa gerakan ini tidak realistis, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Seorang pedagang di kawasan Masjid Agung Baiturrahman, Ilyas, menyampaikan protesnya secara lugas. Menurutnya, kebijakan donasi ini memberatkan karena masyarakat sudah memenuhi kewajiban membayar pajak. Ia berharap pemerintah membuat kebijakan yang lebih masuk akal.

“Berat atuh Pak, kapan geus mayar pajeg (pajak),” kata Ilyas.

Engkus, seorang warga dengan tujuh anak, juga menyampaikan keberatannya. Uang Rp 1.000 per hari memiliki arti yang sangat besar bagi keluarganya. Apalagi, tiga dari tujuh anaknya masih bersekolah. Penghasilannya hanya sekitar Rp 30.000 hingga Rp 50.000 per hari.

Melanggar Hukum?

Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Giri Ahmad Taufik menilai bahwa pungutan yang dilakukan pemerintah daerah hanya diperbolehkan dalam dua bentuk, yaitu pajak daerah dan retribusi daerah. Kedua hal tersebut diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

“Di luar itu, tidak ada bentuk pungutan lain yang diperbolehkan. Jika pemerintah daerah memungut dana tanpa dasar hukum, apalagi mengatasnamakan sumbangan sukarela, tetap bisa dikategorikan melanggar hukum,” ujarnya.

Giri juga mengingatkan agar Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak menggunakan dalih Pasal 75 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 untuk melegalkan pungutan tersebut. Menurutnya, dalam regulasi turunan seperti Permensos Nomor 8 Tahun 2021, gubernur hanya berperan memberikan izin kepada ormas atau lembaga kesejahteraan sosial yang ingin melakukan penggalangan dana, bukan sebagai pihak yang memungut langsung.

Kritik dari Pengamat Kebijakan Publik

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono, menilai bahwa Pemprov Jabar seharusnya fokus pada optimalisasi sumber daya yang sudah ada dari pajak dan retribusi, bukan malah menciptakan pungutan anyar.

“Mestinya solusi yang ditawarkan adalah inovasi program. Yang secara esensial perlu didorong adalah meningkatkan kemampuan pengelola sektor publik dalam berinovasi,” ujar Kristian.

Kristian juga menyampaikan kekhawatiran tentang potensi bahaya di balik pengumpulan dana publik dalam skala besar. Tanpa mekanisme pengawasan yang ketat dan transparan, gerakan ini bisa menjadi ladang baru bagi praktik korupsi.

Gimmick atau Niat Baik?

Sekretaris Jenderal Perkumpulan Inisiatif Dadan Ramdan mempertanyakan surat edaran gerakan tersebut yang dipandangnya bukan dari aspirasi masyarakat. Jika surat edaran tersebut diperuntukan untuk semua warga baik kaya dan miskin, hal tersebut bakal menambah beban warga miskin.

“Sepertinya ini hanya gimmick saja untuk dongkrak citra,” katanya.

Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jabar Amo Abubakar mengatakan, gerakan Poe Ibu jika dijadikan gerakan sosial (nonkebijakan) itu bagus, namun kalau diinisiasi oleh Dedi Mulyadi sebagai gubernur, maka sebaiknya mengikuti peraturan perundang-undangan.

Partisipasi Masyarakat

Di Purwakarta, ASN mulai menyumbangkan uangnya untuk Gerakan Poe Ibu. Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Purwakarta memastikan, tak ada paksaan kepada para ASN.

“Tidak ada paksaan. Alhamdulillah antusias sekali rekan-rekan di BKPSDM ini, tujuan mulia untuk berbagi ke sesama yang membutuhkan,” kata Kepala BKPSDM Purwakarta Sri Jaya Midan pada hari pertama pelaksanaan program Poe Ibu.

Tak hanya ASN, gerakan tersebut juga diikuti para pegawai honorer hingga pelajar yang melakukan praktik kerja apangan. Sumbangan dari mereka dikumpulkan melalui kotak amal atau koropak yang digilir ke setiap orang di kantor tersebut.

Pandangan dari Sosiolog

Sosiolog dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Garlika Martanegara menyampaikan pandangan perihal Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu. Setelah membaca surat edaran, Garlika memahami tujuan gerakan itu baik, tapi pelaksanaannya sarat kerumitan.

“Gerakan itu baik untuk mengetuk kesetiakawanan sosial. Akan tetapi, pencatatannya terbaing rumit,” ujar Garlika.

Anggota Komisi I DPRD Jawa Barat Syahrir meminta Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk tidak terburu-buru memutuskan kebijakan, terlebih jika menyangkut dengan penggalangan dana di masyarakat.

“Kami juga meminta Biro Hukum untuk menelaah bagaimana dari segi aturan jika ada penggalangan dana hanya sebatas dengan surat edaran saja, beserta dengan rujukan-rujukan hukum lainnya sehingga program ini tidak melanggar aturan,” ujar Syahrir.

Jika memang terjadi pelanggaran, Syahrir meminta Biro Hukum pun turut mempelajari bagaimana proses pengembalian dan pertanggungjawaban dananya.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *