Pembatalan Aksi Unjuk Rasa di Pati dan Isu Pemakzulan Bupati
Rencana aksi unjuk rasa besar yang direncanakan oleh Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) pada Senin, 25 Agustus 2025, akhirnya dibatalkan. Meski tidak terlaksana, isu pemakzulan Bupati Pati, Sudewo, tetap menjadi perhatian masyarakat. Kini, isu tersebut bergerak melalui jalur hukum dengan desakan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Jurnalis Senior Hersubeno Arief, pembatalan aksi justru memicu spekulasi politik yang lebih luas. Kabupaten Pati, yang sebelumnya jarang menjadi sorotan, kini menjadi pusat perlawanan yang menginspirasi gerakan di berbagai daerah. “Ini mengejutkan karena Pati sebelumnya bukan pusat gerakan massa, tiba-tiba menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lain,” ujar Hersubeno Arief dalam acara siniar.
Pemicu Protes dan Target yang Tidak Jelas
Gerakan massa di Kabupaten Pati dipicu oleh protes terhadap kenaikan pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 250% di pedesaan dan perkotaan. Namun, menurut analisis yang berkembang, pemakzulan Sudewo disebut bukan tujuan akhir, melainkan langkah antara dari skenario yang lebih besar. “Dugaan kuat, target sesungguhnya adalah mengguncang pemerintahan Presiden Prabowo,” ungkap Hersubeno Arief.
Spekulasi semakin kuat setelah koordinator awal aksi, Ahmad Husein, secara mengejutkan berdamai dengan Sudewo. Jejak digital menunjukkan bahwa Husein dan Sudewo pernah mengunjungi rumah mantan Presiden Joko Widodo di Solo. Selain itu, Sudewo juga pernah mengunggah pertemuannya dengan Jokowi pada Oktober 2024 menjelang Pilkada bersama calon wakil bupati Risma Ardi Candra. Fakta ini memunculkan dugaan bahwa keduanya berada dalam lingkaran politik yang memiliki keterkaitan dengan pengaruh lama Jokowi.
Gerakan Sistematis dan Skenario Politik Nasional
Hersubeno Arief menghubungkan peristiwa di Pati dengan pernyataan Jenderal TNI (Purn.) Gatot Nurmantyo yang menyebut adanya gerakan sistematis untuk melemahkan pemerintahan Prabowo agar tidak bertahan lebih dari dua tahun. Salah satu instrumen utamanya adalah krisis keuangan daerah akibat berkurangnya transfer keuangan pusat ke daerah, yang memaksa banyak kepala daerah menaikkan PBB secara drastis.
Selain Pati, beberapa wilayah lain seperti Jombang, Malang, Banyuwangi, Cirebon, hingga Sulawesi Selatan sempat menunjukkan gejolak serupa. Di Sulawesi Selatan, aksi protes bahkan berujung pada pembakaran fasilitas umum. Namun, sebagian besar dapat diredam sebelum berkembang menjadi aksi lanjutan.
“Jika ini dibiarkan meluas, dampaknya bisa serius. Pemerintah pusat bisa kewalahan, dan ini bisa dijadikan pemicu disintegrasi seperti yang pernah diingatkan Presiden Prabowo sebelum Pilpres,” ungkapnya.
KPK sebagai Jalur Baru
Dengan meredanya aksi pemakzulan, jalur yang kini didorong adalah melalui KPK. Dugaan keterlibatan Sudewo dalam kasus korupsi proyek pembangunan rel kereta api di Jawa Tengah saat ia menjadi anggota DPR kembali disorot. Jika KPK menetapkannya sebagai tersangka, maka pemberhentian bisa dilakukan tanpa melalui proses pemakzulan yang panjang dan berliku.
Namun, langkah ini juga menjadi ujian bagi KPK: apakah lembaga antirasuah tersebut benar-benar sudah independen dari pengaruh politik masa lalu, atau masih terbelenggu oleh kepentingan tertentu.
Peta Politik yang Lebih Luas
Kasus Pati tidak bisa dipandang sebagai peristiwa lokal semata. Hersubeno memaparkan bahwa ada indikasi kaitan lebih luas yang melibatkan strategi politik jangka panjang peninggalan Jokowi, termasuk dukungan terhadap banyak kepala daerah di Jawa. Dengan jumlah pemilih Jawa mencapai 51% secara nasional, pengaruh politik di wilayah ini dinilai krusial untuk peta kekuasaan menuju Pemilu 2029.
“Jika ini benar, maka kita sedang menyaksikan bukan sekadar konflik antara rakyat Pati dengan kepala daerahnya, melainkan bagian dari puzzle yang lebih besar: upaya menggoyang fondasi pemerintahan Prabowo dari tingkat daerah,” pungkas Hersubeno Arief.
