Film Besar dengan Karakter Hantu: Cara Orang Tua Menjelaskannya kepada Anak

Posted on



– Pengguna media sosial di X mengulas tentang kesesuaian film Jumbo untuk penayangan pada kalangan anak-anak karena dalam film tersebut terdapat karakter hantu dan beberapa adegan fiktif.

Oleh karena itu, beberapa netizen berpendapat bahwa movie tersebut kurang sesuai untuk dilihat oleh kalangan anak-anak, salah satunya menyampaikan hal tersebut lewat akunnya.
@h*s***
pada Senin (14/4/2025).

“Pendapat sy ga cocok dok. anak sy jadi bertanya: kita bisa komunikasi dengan orang meninggal lewat radio?”

Selain itu, sebagian warganet juga mengatakan bahwa film tersebut mengandung karakter antagonis berlebihan, seperti yang dilansir dari akun
@ya***_su****
pada Senin (14/4/2025).

Ceritanya tentang musuh yang marah lantaran makam istrinya dirobohkan sepertinya terlalu ekstrem untuk anak usia dini. Kalau musuhnya adalah perampok atau penculik mungkin lebih mudah kami jelaskan kepada si kecil, tapi kalau begini jujur sedikit sulit ya Dok.

Maka, apa yang dikatakan oleh dokter anak tentang masalah ini?

Dampak dari tontonan film horor dengan elemen makhluk gaib serta ber-genre fantastik terhadap anak-anak

Saat dimintakan pendapat tentang hal tersebut, Dokter Anak di RS UNS, Aisya Fikritama, mengatakan bahwa film yang memuat tokoh hantu sejenis dalam Film Jumbo tetap bisa disaksikan oleh si kecil.

Meskipun demikian, Aisya mengakui bahwa orangtua merasa sedikit kesulitan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anak-anak mereka setelah menonton film itu.

Misalkan pertanyaannya “Mengapa ada setan ya Mbak yang bermain dengan Don?”, maka kita dapat jelaskan kalau hal tersebut cuma berasal dari imajinasi cerita saja,” jelas Aisya ketika diwawancara.
, Jumat (18/4/2025).

“Sekaligus kita dapat mengungkapkan bahwa di dunia ini benar-benar ada makhluk seperti malaikat, jin, dan setan. Namun, kami tidak bertemu atau berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu, apa yang terjadi dalam film memiliki perbedaan dengan kehidupan sebenarnya,” imbuhnya.

Aisyah menyatakan bahwa penjelasan tersebut bisa disampaikan pada anak berusia di atas 4 tahun, saat mereka telah memahami hal-hal dengan baik.

Akan tetapi, Aisya menyatakan bahwa karakter hantu ataupun fantasi tersebut memiliki perbedaan dibandingkan dengan film horor bertema tersebut.
thriller
dan pembunuhan, misalnya Chucky.

Saya ingat pernah terjadi suatu insiden di Jawa Barat dimana seorang anak melakukan pembunuhan terhadap saudara kandungnya atau bahkan mungkin anak lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh pengaruh dari menonton beberapa film.
thriller
/horror,” ujar Aisya.

Aisya menyatakan bahwa anak-anak sebenarnya tertanam dalam diri mereka melalui apa pun yang mereka saksikan. Ini karena anak-anak cenderung dengan cepat mengikuti perilaku yang mereka amati.

Maka itu, Aisya menyatakan bahwa film horor yang berdampak pada aspek psikologi cenderung lebih kuat dibandingkan dengan film horor bertema lainnya.
thriller
seperti ini.

Film-film horor bisa membuat anak menjadi terlalu ketakutan, cemas, mengalami mimpi buruk, bahkan sampai trauma yang dapat menghambat fokus mereka dalam belajar.

“Film horor mungkin seperti ini. Namun, untuk film Jumbo sepertinya tidak demikian. Hanya saja, kita perlu bisa membedakan antara fiksi dan kenyataan, sambil mendampingi anak saat menonton film itu,” ujarnya.

Film berperan tokoh penjahat serta film yang sesuai untuk dilihat oleh anak-anak

Berikutnya, Aisya menyebutkan bahwa karakter antagonis atau yang jahat dalam film bisa ditangani lewat penjelasan dari orangtua mirip seperti halnya dengan tokoh hantu sebelumnya.

“Bisa dikatakan bahwa terdapat hal-hal positif serta negatif… akan tetapi yang terpenting adalah kita tidak menjadi seperti mereka. Harusnya kita berusaha menjadi pribadi yang baik layaknya sang protagonis, contohnya,” ungkap Aisya.

Aisya menyebutkan bahwa film yang sesuai untuk dilihat anak-anak adalah film dengan kategori “Semua Umur” serta membawa pesan atau pengalaman kehidupan di dalamnya.

Maka dari itu, tontonan yang sesuai untuk anak-anak sebaiknya bebas dari elemen-elemen dewasa seperti cuplikan ciuman atau konten seksual yang mungkin berdampak traumatik bagi mereka.

Di samping itu, para orangtua bisa memilih tayangan yang melibatkan bintang-bintang cilik atau animasi, kendati tak seluruhnya kartun sesuai untuk dikonsumsi si kecil.

“Dan jangan sampai ada unsur kekerasan,” kata Aisya.