Kasus Pemerasan Sertifikasi K3 di Kemenaker: Fakta Terbaru yang Menggemparkan
Kasus dugaan pemerasan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) kembali memunculkan fakta baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap berbagai aspek terkait kasus ini, termasuk peran para tersangka dan modus operandi yang digunakan untuk mengeksploitasi sistem sertifikasi.
Tersangka Utama: Mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan
Salah satu tokoh utama dalam kasus ini adalah mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer alias Noel. Dalam konferensi pers, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut bahwa Noel menerima uang sebesar Rp3 miliar pada Desember 2024. Selain itu, ia juga diketahui menerima hadiah berupa sepeda motor mewah merek Ducati dari salah satu tersangka lain, yaitu Irvian Bobby Mahendro.
Dalam percakapan antara Noel dan Irvian, Noel menyampaikan keinginannya untuk memiliki kendaraan bermotor besar. Irvian langsung merespons dengan membelikan sebuah motor Ducati yang kemudian dikirimkan ke rumah anak Noel. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang tidak wajar antara para tersangka dalam menjalankan aksi korupsi.
Uang Hasil Pemerasan Disimpan di Rekening Nominee
Selain itu, KPK juga mengungkap bahwa Irvian Bobby Mahendro, yang disebut sebagai sosok “sultan” dalam kasus ini, menyimpan uang hasil pemerasan di tiga rekening nominee. Salah satu rekening tersebut bahkan dimiliki oleh seorang petani. Menurut penjelasan dari Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, rekening nominee adalah rekening yang secara formal tercatat sebagai milik pihak tertentu, namun sebenarnya hanya bertindak atas nama pihak lain yang menjadi pemilik sesungguhnya.
Dalam kasus ini, Irvian menerima total uang sebesar Rp69 miliar, yang merupakan bagian terbesar dari kerugian negara sebesar Rp81 miliar. Uang tersebut digunakan untuk kebutuhan pribadi seperti belanja dan pembayaran DP rumah. Selain itu, dua rekening lainnya digunakan oleh Irvian untuk menampung uang hasil pemerasan, yang masing-masing dimiliki oleh saudara dan stafnya.
Modus Operasi yang Sangat Merugikan
Modus yang digunakan oleh Noel dan rekan-rekannya sangat merugikan para pemohon sertifikasi K3. KPK menjelaskan bahwa tarif pengajuan sertifikasi K3 yang semestinya hanya sebesar Rp275 ribu justru dinaikkan hingga 20 kali lipat, mencapai Rp6 juta. Para tersangka mengancam para pekerja jika tidak membayar biaya tambahan tersebut, dengan cara memperlambat atau mempersulit proses pengurusan sertifikasi.
Setyo Budiyanto menegaskan bahwa sertifikasi K3 merupakan syarat mutlak bagi tenaga kerja di bidang tertentu, yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman. Namun, hal ini justru dijadikan peluang oleh para tersangka untuk melakukan pemerasan.
Daftar Tersangka dalam Kasus Ini
Sebanyak 11 tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini, antara lain:
- Irvian Bobby Mahendro selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 Kemenaker tahun 2022–2025
- Gerry Adita Herwanto Putra selaku Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja Kemenaker
- Subhan selaku Subkoordinator Keselamatan Kerja Direktorat Bina K3 Kemenaker tahun 2020–2025
- Anitasari Kusumawati selaku Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja Kemenaker
- Fahrurozi selaku Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Kemenaker
- Hery Sutanto selaku Direktur Bina Kelembagaan Kemenaker 2021–2025
- Sekarsari Kartika Putri selaku subkoordinator
- Supriadi selaku koordinator
- Temurila selaku PT KEM Indonesia
- Miki Mahfud selaku pihak PT KEM Indonesia
- Immanuel Ebenezer Gerungan alias Noel selaku Wamenaker
Para tersangka ini diduga melanggar Pasal 12 e atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tersangka dari Pihak Swasta: Miki Mahfud
Salah satu tersangka dari pihak swasta adalah Miki Mahfud, yang bekerja di PT KEM Indonesia. Fakta mengejutkan pun terungkap bahwa Miki ternyata adalah suami dari seorang pegawai KPK. Namun, penyidik KPK menegaskan bahwa istri Miki tidak terlibat dalam kasus ini. Hal ini menunjukkan bahwa KPK tetap menjalankan proses hukum tanpa memandang status apapun.
Langkah KPK dalam Menghadapi Kasus Ini
KPK terus mengembangkan kasus ini dengan menindaklanjuti dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap para tersangka. Dengan temuan terbaru ini, KPK menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi dengan ketat dan tanpa kompromi.
