Ethereum Siap Menggeser Dominasi Bitcoin
Ethereum (ETH) sedang menunjukkan potensi besar untuk menggeser posisi Bitcoin sebagai aset kripto terbesar di dunia. Pendiri Ethereum, Joseph Lubin, menyatakan bahwa dalam waktu satu tahun ke depan, kapitalisasi pasar ETH bisa melebihi Bitcoin. Perkiraan ini didasarkan pada berbagai faktor seperti lonjakan harga, dukungan institusi yang semakin kuat, dan adopsi yang pesat.
Masa “Broadband Moment” bagi Ethereum
Dalam wawancara dengan CNBC, Lubin menyebut bahwa Ethereum saat ini memasuki masa yang disebutnya sebagai “broadband moment”. Titik krusial ini mencerminkan kesatuan antara skalabilitas, kemudahan penggunaan, dan kepastian hukum yang mendorong adopsi arus utama. Ia juga menegaskan bahwa jika Bitcoin bernilai USD 20 triliun, maka nilai ekonomi global yang dibangun di atas Web3 dan kepercayaan terdesentralisasi akan jauh lebih besar.
Optimisme Lubin juga didukung oleh Tom Lee, co-founder Fundstrat. Menurutnya, Ethereum kini berada dalam posisi mirip Bitcoin saat booming pada 2017. Namun, Ethereum memiliki keunggulan tambahan, seperti potensi hasil dari staking dan teknologi smart contract yang mendasari seluruh ekosistem DeFi dan tokenisasi.
Lonjakan Harga dan Kapitalisasi Pasar
Harga Ethereum telah melonjak tajam dalam sepekan terakhir, dengan kenaikan sebesar 21 persen. Saat ini, ETH diperdagangkan di kisaran USD 4.300 atau sekitar Rp 71 juta. Kapitalisasi pasar Ethereum pun meningkat menjadi USD 520 miliar (sekitar Rp 8.580 triliun), melampaui valuasi perusahaan-perusahaan besar seperti Mastercard dan Netflix.
Ethereum kini menjadi aset terbesar ke-22 di dunia, dan para analis memperkirakan bahwa jika reli terus berlanjut, ETH bisa menyalip Visa. Di balik kenaikan ini, masuknya dana dari institusi sangat signifikan. Perusahaan seperti JPMorgan dan Robinhood mulai membangun infrastruktur keuangan langsung di atas jaringan Ethereum.
Dukungan Institusi dan Investor Besar
Perusahaan treasury seperti BitMine, yang meniru langkah MicroStrategy dalam mengakumulasi aset kripto, diproyeksikan bisa menghasilkan lebih dari USD 100 juta (Rp 1,65 triliun) per tahun dari hasil staking Ethereum. Selain itu, investor besar seperti Galaxy Digital juga aktif membeli ETH senilai USD 158 juta (Rp 2,6 triliun) dalam 14 jam saja.
Sejumlah alamat dompet whale juga menunjukkan pola akumulasi yang signifikan. Salah satunya menarik 8.745 ETH senilai USD 37,6 juta (Rp 620 miliar) dari Binance dalam satu jam terakhir. Secara keseluruhan, alamat tersebut telah mengakumulasi 65.001 ETH dengan nilai lebih dari USD 281 juta (Rp 4,6 triliun), yang kini mencetak keuntungan belum terealisasi lebih dari Rp 1,8 triliun.
Potensi Flippening dan Stabilisasi Sistem Pembayaran
Meski Bitcoin masih unggul dengan kapitalisasi di atas USD 1 triliun, para analis mulai memperkirakan bahwa Ethereum bisa menyusul. Jika ETH berhasil mencapai harga sekitar USD 20.000 atau Rp 330 juta, maka flippening—momen ketika kapitalisasi pasar Ethereum menyalip Bitcoin—resmi terjadi.
Selain itu, Ethereum menjadi rumah utama bagi stablecoin seperti USDT dan USDC, yang berperan besar dalam modernisasi sistem pembayaran global. Disahkannya Genius Act di Amerika Serikat juga memberi kepastian hukum terhadap stablecoin, yang hampir seluruhnya beroperasi di jaringan Ethereum.
Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Joseph Lubin menegaskan bahwa tidak ada ekosistem lain yang skalanya sebesar Ethereum. Ia menyebut perusahaannya, Sharplink Gaming, siap menjadi pemegang ETH korporat terbesar, mirip peran MicroStrategy terhadap Bitcoin.
Dengan ulang tahun ke-10 Ethereum dan lonjakan adopsi dari institusi, investor ritel, dan proyek tokenisasi aset, bukan tidak mungkin Ethereum benar-benar menggeser tahta Bitcoin lebih cepat dari dugaan. Kehadiran Ethereum dalam ekosistem Web3 dan inovasi teknologinya membuatnya menjadi pilihan utama bagi banyak pelaku pasar.


