Efisiensi Berkelanjutan! Sri Mulyani Rilis PMK Baru, Ada Keringanan?

Posted on

Peraturan Menteri Keuangan tentang Efisiensi Belanja APBN

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 yang mengatur tata cara pelaksanaan efisiensi belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). PMK ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan fiskal sekaligus mendukung berbagai program prioritas pemerintah. Dalam aturan ini, efisiensi belanja diterapkan pada beberapa pos anggaran, seperti anggaran belanja kementerian atau lembaga, serta transfer ke daerah.

Salah satu poin penting dalam PMK adalah bahwa hasil efisiensi digunakan untuk kegiatan prioritas Presiden, yang akan diatur oleh Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara. Hal ini dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menariknya, dalam beleid ini tidak semua pos anggaran masuk dalam kategori yang diefisiensi. Jumlah pos anggaran yang terkena efisiensi berkurang dari 16 menjadi 15, jika dibandingkan dengan Surat Menteri Keuangan No: S-37/MK.02/2025.

Daftar Pos Anggaran yang Terkena Efisiensi

Berdasarkan PMK tersebut, beberapa pos anggaran yang terkena efisiensi antara lain:

  • Alat tulis kantor
  • Kegiatan seremonial
  • Rapat, seminar, dan sejenisnya
  • Kajian dan analisis
  • Diklat dan bimtek
  • Honor output kegiatan dan jasa profesi
  • Percetakan dan souvenir
  • Sewa gedung, kendaraan, dan peralatan
  • Lisensi aplikasi
  • Jasa konsultan
  • Bantuan pemerintah
  • Pemeliharaan dan perawatan
  • Perjalanan dinas
  • Peralatan dan mesin
  • Infrastruktur

Meskipun demikian, PMK ini tidak secara spesifik menyebutkan besaran anggaran yang terkena efisiensi. Aturan ini hanya menekankan bahwa Menteri Keuangan dapat menyesuaikan item anggaran yang terkena efisiensi sesuai arahan presiden.

Hak dan Kewajiban Kementerian dan Lembaga

Selain itu, Menteri Keuangan memiliki hak untuk menetapkan besaran efisiensi anggaran dan menyampaikannya kepada masing-masing kementerian dan lembaga. Beleid ini juga memerintahkan kementerian dan lembaga untuk mengidentifikasi rencana efisiensi belanja. Identifikasi ini dilakukan melalui pengenalan jenis belanja, item belanja, atau sumber dana. Sumber dana yang dimaksud bisa berasal dari pinjaman hibah, rumah murni pendamping, PNBP BLU dan SBSN.

Jika hasil identifikasi tidak cukup untuk mencapai target efisiensi, kementerian atau lembaga dapat melakukan penyesuaian. Penyesuaian ini harus memastikan bahwa besaran efisiensi anggaran belanja tetap stabil, ketersediaan anggaran untuk pemenuhan Belanja Pegawai, Penyelenggaraan Operasional Kantor, Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Dasar, serta pelaksanaan Pelayanan Publik. Selain itu, efisiensi dilakukan pada seluruh item belanja, dan pengurangan pegawai non aparatur sipil negara hanya boleh dilakukan jika kontrak mereka berakhir.

Persetujuan DPR dan Revisi Anggaran

Rencana efisiensi anggaran belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 harus disampaikan kepada mitra Komisi Dewan Perwakilan Rakyat terkait untuk mendapatkan persetujuan, sesuai dengan kebijakan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, efisiensi juga perlu mempertimbangkan pencapaian target penerimaan perpajakan.

Jika efisiensi telah ditentukan, kementerian dan lembaga dapat mengajukan revisi anggaran ke Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Dalam proses revisi ini, Kemenkeu akan melakukan penelaahan dengan memperhatikan empat hal utama, yaitu:

  1. Besaran efisiensi anggaran belanja yang telah mendapat persetujuan DPR.
  2. Ketersediaan anggaran untuk pemenuhan Belanja Pegawai, Penyelenggaraan Operasional Kantor, Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Dasar, serta pelaksanaan Pelayanan Publik.
  3. Efisiensi dilakukan pada seluruh item belanja.
  4. Menghindari pengurangan pegawai non aparatur sipil negara kecuali karena berakhirnya kontrak.

Setelah proses telaah selesai, pemerintah akan membuka atau memblokir anggaran yang diefisiensi. Menteri Keuangan memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan pembukaan blokir hasil efisiensi anggaran belanja hanya untuk belanja pegawai, penyelenggaraan operasional kantor, pelaksanaan tugas dan fungsi dasar, serta pelaksanaan pelayanan publik; kegiatan prioritas Presiden; dan kegiatan yang dilakukan untuk menambah penerimaan negara.