Dulunya Polisi, Kini Tersangka OTT KPK

Posted on

Penangkapan Bupati Kolaka Timur oleh KPK

Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Sebelumnya, dia adalah seorang anggota Polri dengan pangkat Aipda. Karier yang dibangunnya mulai dari polisi hingga menjadi politisi NasDem akhirnya terhenti karena terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

Abdul Azis dilantik sebagai Bupati Kolaka Timur oleh Presiden Prabowo Subianto lima bulan lalu. Namun, hanya beberapa bulan setelah menjabat, dia ditangkap dan kini resmi menjadi tersangka. OTT ini terjadi di tiga kota yaitu Kendari, Jakarta, dan Makassar pada 7–8 Agustus 2025. Dalam operasi tersebut, tim KPK mengamankan total 12 orang.

Peran Sentral Bupati dalam Kasus Suap

Dalam konstruksi perkara yang dipaparkan KPK, peran Abdul Azis sangat sentral. Pada Januari 2025, ia diduga bersama sejumlah pejabat Pemkab Koltim melakukan pengkondisian agar PT Pilar Cerdas Putra (PCP) memenangkan lelang pembangunan RSUD Kelas C Kabupaten Koltim. Setelah PT PCP ditetapkan sebagai pemenang pada Maret 2025 dengan nilai kontrak Rp126,3 miliar, komitmen fee sebesar 8 persen atau sekitar Rp9 miliar dari nilai proyek mulai direalisasikan.

Pada Agustus 2025, tersangka Deddy Karnady (DK) dari pihak swasta menarik cek senilai Rp1,6 miliar yang kemudian diserahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Ageng Dermanto (AGD). Uang tersebut lalu diteruskan kepada staf Abdul Azis yang bernama Yasin (YS). Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui oleh Bupati Abdul Azis, yang digunakan untuk kebutuhan pribadinya.

Proyek Prioritas Nasional yang Dikorupsi

Proyek peningkatan RSUD Kolaka Timur dari tipe D menjadi tipe C ini merupakan bagian dari program prioritas nasional yang didanai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan. KPK menyayangkan program vital untuk pelayanan publik ini justru disalahgunakan. Pembangunan RSUD ini memiliki urgensi tinggi untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat dan menyangkut hajat hidup orang banyak, namun justru disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Latar Belakang Bupati Abdul Azis

Jika melihat jejak karir Abdul Azis, ia merupakan mantan anggota Polri atau Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Terakhir sebelum mengakhiri karir di kepolisian, Azis memiliki pangkat Aipda atau Ajun Inspektur Polisi Dua. Abdul Azis bisa saja memecahkan ‘rekor’ sebagai bintara tinggi tingkat satu Polri yang resmi menjabat kepala daerah.

Lahir di Kabupaten Enrekang, Sulsel, 5 Januari 1986, atau berusia 39 tahun. Sebelum menjabat kepala daerah, Aipda Abdul Azis adalah anggota Polri. Bertugas di Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra), dengan tanda pangkat 1 balok perak bergelombang.

Pada Pilkada 2024, Kader NasDem ini maju sebagai calon bupati Kolaka Timur dan berhasil memenangkan suara rakyat. Ia resmi dilantik sebagai Bupati Kolaka Timur periode 2025-2030, berpasangan dengan Yosep Sahaka SPd MPd. Pelantikan dilakukan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada 20 Februari 2025.

Tersangka dan Ancaman Hukuman

Selain Bupati Abdul Azis, KPK juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Andi Lukman Hakim (ALH) selaku PIC dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Ageng Dermanto (AGD) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, serta dua pihak swasta dari kontraktor pelaksana, Deddy Karnady (DK) dari PT Pilar Cerdas Putra (PCP) dan Arif Rahman (AR) dari KSO PT PCP.

Atas perbuatannya, Bupati Abdul Aziz bersama AGD dan ALH sebagai pihak penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, Deddy Karnady dan Arif Rahman sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kelima tersangka saat ini telah ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 8 hingga 27 Agustus 2025, guna kepentingan penyidikan lebih lanjut.