Dua Cucu Terkena Keracunan Setelah Makan MBG, Mahfud MD Kritik Prabowo: Ini Soal Nyawa

Posted on

Kritik Mahfud MD terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang Menimbulkan Keracunan Massal

Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, kini ikut menyampaikan kritik tajam terhadap program unggulan Presiden Prabowo Subianto, yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini dilakukan setelah terus terjadi kasus keracunan massal di berbagai daerah. Program MBG, yang diterapkan sejak 6 Januari 2025, bertujuan untuk memberikan makan siang gratis kepada siswa PAUD hingga SMA/SMK serta ibu hamil dan menyusui.

Kritik Mahfud MD menjadi lebih personal karena dua cucunya turut menjadi korban keracunan setelah mengonsumsi menu MBG. Ia mengecam sikap Presiden Prabowo yang dinilainya terlalu menyederhanakan kasus keracunan dengan hanya mengedepankan statistik. Mahfud menilai bahwa masalah ini tidak hanya sekadar angka, tetapi berkaitan langsung dengan nyawa manusia.

Data Keracunan yang Mengkhawatirkan

Berdasarkan data dari Badan Gizi Nasional, terdapat lonjakan tajam dalam jumlah penerima MBG yang mengalami mual sepanjang tahun 2025 hingga 25 September. Secara khusus, pada bulan September saja, tercatat 2.210 korban keracunan, mulai dari siswa hingga guru. Angka ini menunjukkan adanya masalah serius dalam pelaksanaan program MBG.

Mahfud MD membandingkan pernyataan Presiden Prabowo tentang tingkat keracunan yang hanya 0,0017 persen dari total penerima manfaat sebanyak 30 juta orang dengan fenomena kecelakaan pesawat. Menurutnya, meskipun tingkat kecelakaan pesawat sangat rendah, satu kecelakaan saja bisa memicu reaksi hebat karena menyangkut nyawa manusia. “Jadi persoalan angka. Ini harus diteliti apa penyebabnya,” ujarnya.

Cucu Mahfud MD Masih Dirawat di Rumah Sakit

Dua cucu Mahfud MD yang menjadi korban keracunan MBG masih dirawat di rumah sakit. Salah satunya hanya perlu dirawat selama satu hari, sementara yang lain harus dirawat selama empat hari. Mahfud menjelaskan bahwa dalam satu kelas terdapat delapan orang yang langsung muntah-muntah setelah mengonsumsi makanan MBG.

Perbaikan Tata Kelola MBG

Mahfud MD menilai bahwa yang perlu diperbaiki adalah kejelasan pihak yang bertanggung jawab atas program MBG di level bawah jika terjadi masalah seperti keracunan. Pemerintah daerah tidak pernah dilibatkan dalam tata kelola MBG dan hanya melaksanakan instruksi dari pusat. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan dalam penanggung jawaban.

“Ada guru yang tidak digaji, tidak menjadi panitia, tapi ikut membersihkan ompreng. Lalu ada yang hilang (ompreng), dia harus ganti padahal dia bukan panitia,” jelas Mahfud. Ia menilai bahwa carut marut dalam tata kelola MBG disebabkan oleh kurangnya aturan yang jelas dari pemerintah.

Temuan Ombudsman RI

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan bahwa belum ada bukti mengenai dugaan sabotase terhadap program MBG yang menyebabkan keracunan di sejumlah daerah. Menurut informasi yang diperoleh Ombudsman, keracunan MBG cenderung disebabkan oleh penanganan bahan baku dan pengiriman makanan yang lama.

Yeka menyebutkan bahwa terdapat pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) dalam pelaksanaan program MBG, terutama terkait waktu penyimpanan dan distribusi makanan. Misalnya, ayam yang dibeli hari Sabtu baru dimasak hari Rabu akan bermasalah. Ia juga menyoroti lemahnya sistem pengawasan sebagai akar persoalan di balik berbagai insiden yang terjadi.

Harapan Ombudsman dan Rekomendasi

Yeka berharap insiden keracunan yang terjadi saat ini menjadi yang terakhir, dan pemerintah harus lebih berhati-hati serta tidak terburu-buru dalam mengejar target kuantitas program. Ia menekankan agar pemerintah tidak memaksakan percepatan target penerima MBG jika belum benar-benar siap.

“Kalau mau membangun infrastruktur silakan, tapi pastikan penyalurannya aman. Pemerintah sebaiknya berhati-hati ketimbang grasak-grusuk,” jelas Yeka. Ia juga menyarankan agar semua Satuan Pengelola Program Gizi (SPPG) memiliki sertifikasi keamanan pangan, baik yang bermasalah maupun yang tidak.