Dharma Wanita di Bawah Semangat Konstitusi: Dari Rumah ke Negeri

Posted on

Peran Dharma Wanita dalam Membentuk Karakter Bangsa

Perayaan 5 Agustus sebagai Hari Dharma Wanita menjadi momen penting untuk merefleksikan kontribusi perempuan dalam membangun bangsa. Di balik gempita perayaan, organisasi istri aparatur sipil negara (ASN) memiliki peran yang lebih luas dari sekadar mendukung kegiatan suami. Dharma Wanita juga menjadi aktor kultural yang menyemai nilai-nilai konstitusi di dalam keluarga.

Keluarga adalah tempat pertama di mana nilai-nilai seperti keadilan sosial, supremasi hukum, hak asasi manusia, dan demokrasi partisipatoris mulai tumbuh. Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa lebih dari 63 persen pembentukan karakter anak terjadi dalam keluarga, terutama pada usia emas (golden age). Oleh karena itu, rumah menjadi sekolah pertama demokrasi, dan ibu—termasuk anggota Dharma Wanita—adalah guru pertamanya.

Dharma Wanita tidak hanya berperan mendukung tugas suami sebagai aparatur negara, tetapi juga menjadi penjaga integritas keluarga. Mereka bisa memperkuat nilai-nilai anti-korupsi, kejujuran, tanggung jawab, dan kepatuhan terhadap hukum. Sayangnya, tekanan gaya hidup keluarga menjadi salah satu pemicu utama praktik korupsi pada ASN. Dengan demikian, Dharma Wanita memiliki peran strategis sebagai aktor penguat integritas domestik.

Literasi Konstitusi dalam Keluarga

Pendidikan konstitusional tidak selalu harus berbentuk pelajaran formal. Nilai-nilai konstitusi dapat diinternalisasi melalui kebiasaan sehari-hari, seperti mengajarkan anak untuk menghargai perbedaan, berdiskusi tentang keadilan, memberi contoh sikap jujur dalam hal kecil, serta memperkenalkan fungsi lembaga-lembaga negara secara sederhana.

Namun, Indeks Kesadaran Konstitusi Nasional yang dirilis oleh Mahkamah Konstitusi (MK) RI tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya 41,2% masyarakat Indonesia memiliki pemahaman memadai terhadap nilai-nilai dasar konstitusi. Persentase ini bahkan lebih rendah di kalangan masyarakat usia muda dan rumah tangga non-pendidik. Dharma Wanita berpotensi menjadi motor penggerak literasi konstitusi dari akar rumput.

Beberapa program seperti Keluarga Cinta Konstitusi yang pernah digagas di Jawa Timur bisa direplikasi lebih luas. Dharma Wanita di berbagai kementerian dan daerah juga dapat bekerja sama dengan lembaga negara untuk mengarusutamakan pendidikan konstitusi dalam rumah tangga ASN.

Perempuan dan Etika Publik

Etika publik adalah jantung dari demokrasi substantif. Banyak krisis dalam sistem hukum dan birokrasi kita sesungguhnya bukan semata karena kelemahan regulasi, tetapi karena lunturnya etika warga negara. Di sinilah kontribusi perempuan sangat penting.

Seorang ibu tidak hanya mendidik anak, tetapi juga dapat menjadi pengingat bagi suami agar bekerja jujur, taat aturan, dan tidak tergoda kekuasaan. Survei Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) tahun 2023 mencatat bahwa sekitar 49% pelanggaran kode etik ASN terjadi akibat konflik kepentingan domestik, mulai dari penggunaan jabatan untuk kepentingan keluarga hingga gaya hidup tidak sesuai pendapatan.

Maka, membangun etika publik dalam keluarga ASN adalah bagian penting dari reformasi birokrasi. Dharma Wanita dapat menjadi ruang kolektif perempuan untuk saling menguatkan dan menumbuhkan kesadaran moral kolektif. Agenda pelatihan etika publik, diskusi nilai konstitusi, hingga advokasi anti-korupsi berbasis keluarga bisa menjadi bagian dari program kerja Dharma Wanita yang berdampak langsung terhadap kesehatan tata kelola negara.

Revitalisasi Dharma Wanita

Saat ini, sebagian besar masyarakat masih memandang Dharma Wanita sebagai organisasi pelengkap yang identik dengan kegiatan seremonial. Padahal, potensinya sangat besar untuk turut membentuk arah pembangunan sosial nasional. Revitalisasi Dharma Wanita harus dimulai dari pergeseran paradigma: dari sekadar wadah sosial menjadi agen konstitusi.

Ini bisa dilakukan dengan menyusun ulang program kerja Dharma Wanita agar relevan dengan agenda pembangunan nasional: literasi hukum, pemberdayaan ekonomi perempuan, penguatan keluarga tangguh, advokasi kesetaraan, hingga kampanye kebangsaan. Negara juga perlu hadir memperkuat organisasi ini. Dharma Wanita Persatuan harus bersifat independen, netral, dan non-politik.

Penguatan organisasi ini secara kelembagaan akan sangat berarti bila dibarengi dengan pembinaan ideologis dan konstitusional secara berkelanjutan.

Penutup: Perempuan, Rumah, dan Konstitusi

Peringatan Hari Dharma Wanita bukan sekadar perayaan simbolik. Ini adalah kesempatan untuk memperkuat kesadaran bahwa pembangunan bangsa bukan hanya dilakukan di gedung-gedung negara, tetapi juga di dapur, ruang tamu, dan kamar belajar anak-anak. Dharma Wanita adalah wajah lain dari konstitusi bukan dalam teks hukum, melainkan dalam praktik hidup sehari-hari.

Perempuan yang menanamkan nilai konstitusi dalam rumah tangga akan melahirkan generasi yang tidak hanya paham hak dan kewajiban sebagai warga negara, tetapi juga memiliki karakter kuat dalam menjaga demokrasi, hukum, dan keadilan. Dari rumah, spirit konstitusi dijaga. Dari rumah, masa depan Indonesia disemai. Dan dari Dharma Wanita, peradaban bangsa diperkuat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *