Daftar Pelatih Timnas Indonesia Lengkap dengan Prestasi dan Masa Jabatan

Posted on

Sejarah Pelatih Timnas Indonesia: Perjalanan Panjang dan Pengaruh Besar

Tim nasional sepak bola Indonesia telah melalui perjalanan panjang sejak era Hindia Belanda hingga masa modern saat ini. Dari pelatih pertama yang memimpin tim pada Piala Dunia 1938 hingga pelatih terkini yang berusaha membawa Garuda ke panggung dunia, setiap pelatih memiliki peran penting dalam mengubah wajah sepak bola Indonesia.

1. Johannes Christoffel Van Mastenbroek

Johannes Christoffel van Mastenbroek dianggap sebagai pelatih pertama yang memimpin tim nasional Indonesia. Meski ia bukan melatih tim nasional PSSI, tetapi ia memimpin tim NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) milik Belanda. Tim NIVU dan PSSI sedang mempersiapkan tim untuk Piala Dunia 1938. Di tengah perjalanan, NIVU melanggar perjanjian dan mengirimkan tim sendiri. Tim yang masih memakai nama Hindia Belanda itu langsung rontok pada ronde pertama Piala Dunia 1938 setelah digebuk Hungaria, 6-0.

2. Choo Seng Quee (Singapura/1951-1953)

Choo Seng Quee disebut-sebut sebagai pelatih pertama Garuda jika tolok ukurnya ialah kemerdekaan Indonesia. Ia menerapkan metode latihan superketat dan disiplin. Hasilnya, Indonesia berhasil mencetak 46 gol dan hanya kebobolan sembilan gol dalam sembilan laga uji coba tahun 1953. Satu-satunya kekalahan ialah saat ditekuk Korsel 1-3. Choo cuma bisa membawa Indonesia ke perempat final Asian Games 1951.

3. Antun “Tony” Pogacnik (Yugoslavia/1954-1964 & 1977)

Pelatih asing yang begitu mencintai Indonesia. “Tentu saja saya mencintai negeri kelahiran Yugoslavia. Namun, saya juga mencintai Indonesia. Saya ingin menjadi warga negara negeri ini dan terkubur di sini,” ujarnya seperti ditulis BOLAVAGANZA. Empat tahun setelah berujar begitu, pelatih dikenal dengan nama Tony Pogacnik itu wafat di Indonesia. Ia pun sudah menjadi warga negara Indonesia sebelum wafat. Selama 10 tahun, ia membawa banyak catatan positif buat timnas Indonesia. Indonesia menghuni peringkat keempat Asian Games 1954 Manila, menahan imbang Uni Soviet 0-0 pada Olimpiade 1956, dan medali perunggu Asian Games 1958.

4. Endang Witarsa (1966-1970, 1981)

Meski bergelar dokter gigi, Endang Witarsa (Liem Soen Joe) memilih mengabdi di dunia sepak bola. Bersama timnas Indonesia ia sudah melalui beberapa laga internasional. Seperti dilansir BOLA edisi April 2008, pelatih yang akrab disapa Opa Endang itu sudah menggondol gelar Piala Raja (Bangkok/1968), Merdeka Games (Malaysia/1969), Aga Khan Cup (Banglades/1969), dan Anniversary Cup (Jakarta/1972).

5. EA Mangindaan (1970-1971)

Erents Albert Mangindaan mulai naik ketika menjadi asisten Antun “Tony” Pogacnik. Ia menjadikan pemain-pemain PSM, seperti Ramang, Suwardi Arland, dan Nursalam, sebagai trio penyerang paling fenomenal waktu itu. Di bawah arahannya Indonesia menempati peringkat ketiga di Saigon Cup 1970.

6. Suwardi Arland (1971-1974 & 1976-1978)

Suwardi bersama Ramang dan Nursalam memang top sebagai trio maut ketika masih aktif menjadi pemain. Namun, tak demikian dengan karier kepelatihan Suwardi. Karier kepelatihannya tak mentereng meski lumayan punya kesempatan lama membesut Merah-Putih.

7. Djamiat Dalhar (1974)

Djamiat Dalhar menjadi salah satu ikon fenomenal dalam sepak bola Indonesia. Djamiat mencetak sejarah manis setelah tim besutannya mengalahkan Uruguay 2-1 dalam pertandingan persahabatan di Jakarta tahun 1974. Prestasi top ini dipersembahkan Djamiat sekaligus kado ulang tahun ke-44 PSSI.

8. Aang Witarsa (1974-1975)

Semasa menjadi pemain, Aang dikenal memiliki kualitas apik. Dia merupakan salah satu anggota skuat Indonesia pada Olimpiade 1956. Sebelum meracik timnas, ia lebih dulu menangani Persib Bandung. Tak ada hasil signifikan di timnas sebab ia hanya melatih satu tahun. Meski demikian, Aang menyerap ilmu kepelatihan dari Leipzig, Jerman Timur.

9. Wiel Coerver (Belanda/1975-1976 & 1979)

Arsitek asal Belanda Wiel Coerver dan asistennya Wim Hendriks didaratkan PSSI demi target lolos Kualifikasi Olimpiade 1976. Coerver punya catatan manis, yakni gelar Piala UEFA bersama Feyenoord Rotterdam. Ia lalu menggagas terbentuknya turnamen segitiga antara Indonesia, Ajax Amsterdam, dan Manchester United. Selanjutnya giliran klub asal Austria, Voest Linz, dan Grasshopper. Ia menggembleng 40 pemain di Diklat Salatiga. Pada 12 Januari 1976, Indonesia menahan imbang Grasshopper 3-3. Ketika melawan Voest Linz pada 14 Desember 1975, 25.000 penonton Indonesia harus kecewa. Kondisi nonteknis tim juga panas berkaitan dengan bongkar-pasang kepengurusan PSSI. Campur tangan terhadap kekuasaan Coerver di lapangan juga kerap terjadi. Intervensi Maladi–saat itu sebagai Dewan Penasihat PSSI–ketika melawan Voest Linz semakin menambah panas hubungan antara Coerver dan federasi. Konflik itu mengerucut dan membuat pelatih yang terkenal dengan metode piramidanya itu tak betah. Alhasil, target lolos ke Olimpiade 1976 itu pun gagal tercapai.

10. Marek Janota (Polandia/1979)

Marek melatih Persija pada 1977. Ia bergelar Master of Physical Education dari Wychowenie Fizycnego, Akademi Pendidikan Jasmani di Warsawa. Ia juga mengantongi sertifikat dari “Chairman Committee of Physical Culture and Touring” Polandia yang menobatkannya sebagai Pelatih Kelas Satu pada 1971. Janota tercatat pernah menangani tim nasional remaja dan junior. Sayang, Marek tidak memiliki kesempatan untuk berjuang di SEA Games 1979. Ia memilih mundur karena merasa diintervensi PSSI.

11. Frans van Balkom (Belanda/1980-1981)

Frans van Balkom menjadi pelatih Belanda ketiga yang menukangi Indonesia. Indonesia membidik juara SEA Games 1981, Kualifikasi Olimpiade 1980, dan Kualifikasi Piala Dunia 1982. Cuma satu tugas Balkom yang berhasil dikerjakan, yaitu Kualifikasi Olimpiade 1980. Namun, ia gagal membawa Indonesia lolos. Catatan itu membuat PSSI tak memperpanjang kontraknya.

12. Harry Tjong (1981 dan 1985)

Pelatih kelahiran Makassar ini tak lama menahkodai Indonesia. Ia diganti Endang Witarsa setelah timnas dikalahkan Australia, Selandia Baru, dan ditahan Fiji di Kualifikasi Piala Dunia 1982. Tjong dipercaya lagi pada SEA Games 1985. Timnas ke semifinal, tapi kalah 0-7 dari tuan rumah Thailand.

13. Bernd Fischer (Jerman/1981-1983)

Bernd Fischer dikontrak dengan bayaran Rp5 juta per bulan. Ia diberi tugas meraih emas SEA Games 1981. Namun, ia cuma berhasil mendapat perunggu. Kontraknya berakhir pada 1983.

14. Muhammad Basri (1983)

Setelah membawa Niac Mitra juara Galatama, M Basri mengantar tim asuhannya itu memenangi seleksi timnas untuk Kualifikasi Olimpiade 1984. Sukses menahan imbang Arab Saudi 1-1 di Jakarta pada partai pertama fase grup, Indonesia akhirnya menjadi juru kunci setelah gagal mengatasi Malaysia, Singapura, dan India.

15. Iswadi Idris (1983)

Dengan Bernd Fischer sebagai penasihat teknis, Iswadi membawa timnas ke SEAG 1983 di Singapura. Untuk pertama kali timnas gagal lolos fase grup setelah antara lain dikalahkan Thailand 0-5 dan ditahan Brunei 1-1.

16. Sinyo Aliandoe (1983 dan 1984-1985)

Tak ada prestasi mentereng ketika pelatih bernama lengkap Sebastian Sinyo Aliandoe ini menukangi tim nasional Indonesia pada 1983. Namun, ia kemudian membawa timnas menjuarai subgrup Kualifikasi Piala Dunia 1986 pada Maret-April 1985 setelah mengatasi Thailand, India, dan Bangladesh. Impian lolos ke Meksiko dibuyarkan Korea Selatan.

17. Joao Lacerda Filho Barbatana (1984)

Barbatana mulai melatih PSSI Garuda pada medio 1983. Meski menjadi pelatih tim junior, skuat asuhan Barbatana tampil di Kualifikasi Piala Asia 1984.

18. Bertje Matulapelwa (1985-1987)

Bertje memotivasi anak asuhnya selepas kekalahan telak 0-7 kontra Thiland di semifinal SEA Games 1985. Asian Games 1986 menjadi pembuktian. Indonesia mampu menembus semifinal sebelum digebuk Korea Selatan 0-4 pada 3 Oktober 1986. Indonesia harus puas di posisi keempat setelah pada perebutan perunggu kalah dari Kuwait 0-5. Bertje memberikan obat pelipur lara dengan menorehkan sejarah di SEA Games 1987 Jakarta. Ia sukses meraih emas.

19. Trio Basiska (Muhammad Basri, Iswadi Idris, dan Abdul Kadir/1989)

Trio Basiska disatukan tahun 1989 untuk laga Kualifikasi Piala Dunia 1990. Banyaknya komando dari bangku cadangan membuat para pemain kebingungan. Tengok saja pertandingan uji coba ke Jerman Barat dan Belanda. Gawang timnas kebobolan 23 gol dan hanya memasukkan lima gol.

20. Anatoli Fyodorovich Polosin (Rusia/1990-1992 & 1994)

Pelatih asal Rusia ini disambut dengan nada pesimisme. Metode kepelatihannya yang superkeras juga sempat menjadi perdebatan. Keraguan tersebut akhirnya terbayar dengan hasil manis. Polosin mampu melahirkan pemain yang mampu berlari sepanjang 4 kilometer dalam waktu 15 menit dan membuat VO2max pemain Indonesia seperti pemain Eropa. Timnas Indonesia yang bergaya Eropa Timur itu meraih emas SEAG 1991 di Manila.

21. Ivan Toplak (Yugoslavia/1992-1993)

Ivan Toplak asal Yugoslavia punya tugas memimpin Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 1994. Hasilnya gagal total. Target emas SEA Games 1993 di Singapura juga meleset. Garuda hanya menempati posisi keempat.

22. Romano Matte (Italia/1995)

Pada 20 Januari 1995, Romano Matte resmi melatih timnas setelah hampir dua tahun berkutat dengan Primavera. Di SEA Games 1995, Garuda mencetak skor terbesar sepanjang sejarah kala itu, yakni 10-0 versus Kamboja. Namun, Indonesia gagal lolos dari fase grup.

23. Andi M. Teguh

Andi M Teguh menjadi caretaker untuk Kualifikasi Piala Asia 1996 menggantikan Romano Matte. Dia meloloskan tim ke putaran final setelah menyisihkan India dan Malaysia.

24. Danurwindo (1996-1997)

Ilmu Danurwindo dari Italia (Baretti) dimanfaatkan. Pada Februari 1996, PSSI menunjuk Danurwindo. Ia membawa Indonesia ke putaran final Piala Asia 1996 meski cuma menjadi juru kunci Grup A. Setelah itu ia gagal pada Kualifikasi Piala Dunia 1998.

25. Henk Wullems (1997)

SEA Games 1997 di Jakarta menjadi hajatan besar PSSI di akhir tahun. Henk Wullems menjadi juru racik timnas usai mengantarkan Bandung Raya kampiun Liga Indonesia. Sayang, Indonesia hanya kebagian perak.

26. Rusdy Bahalwan (1998)

Tim asuhan Rusdy Bahalwan di Piala Tiger 1998 membuat kontroversi sepak bola gajah. Saat itu, karena ingin menghindari tuan rumah Vietnam, Indonesia dan Thailand sama-sama ingin menghindari kemenangan. Yang paling mencengangkan ialah setelah skor bertahan 2-2, bek timnas Mursyid Effendi dengan sengaja menceploskan bola ke gawang Hendro Kartiko.

27. Bernard Schumm (Jerman/1999)

Bernard Schumm mendapatkan tugas ganda: menjadi direktur teknik dan pelatih timnas. Tugasnya ialah di SEA Games 1999 dan Kualifikasi Olimpiade 2000. PSSI masih memercayai Schumm untuk menukangi timnas SEA Games 1999 meskipun gagal di Kualifikasi Olimpiade 2000. Kekalahan telak dari Korea Selatan 0-7 pada ajang itu tak bisa diterima masyarakat. Tak sampai di situ. Schumm kembali membuat keputusan kontroversial soal timnas SEA Games 1999. Beberapa pemain muda Kualifikasi Olimpiade 2000 turut ia bawa masuk. Salah satunya Bambang Pamungkas. Schumm merintis konsep pembinaan U-16, U-19, dan U-23 sejak Desember 1996 atau saat dia masih menjabat sebagai Direktur Teknik. Dia ingin membentuk timnas masa depan.

28. Nandar Iskandar (1999-2000)

Kualifikasi Piala Asia 2000 dan Piala Tiger 2000 menjadi tugas Nandar. Indonesia dibawanya lolos ke Piala Asia 2000 di Lebanon. Kiprah Garuda cuma sampai fase grup. Kursi kepelatihan Nandar mulai panas. Piala Tiger 2000 menjadi ajang pembuktian. Indonesia finis sebagai runner-up grup. Setelah membungkam Filipina 3-0, Kurniawan dkk takluk 1-4 dari tuan rumah Thailand. Kekalahan itu yang membuat posisi Nandar terus digoyang. Nandar pun lengser dan digantikan asistennya Dananjaya. Indonesia melanjutkan Piala Tiger 2000 tanpa Nandar.

29. Dananjaya

Ditugaskan sebagai caretaker setelah Nandar Iskandar didepak. Ia berhasil mengantar Indonesia ke final dan menjadi runner-up Piala Tiger 2000.

30. Benny Dollo (2000-2002 & 2008-2010)

Benny Dollo hanya mengantar Indonesia ke peringkat empat SEA Games 2001. Pada Kualifikasi Piala Dunia 2002 juga Bendol gagal meloloskan Indonesia ke babak berikut. Empat tahun kemudian, Bendol dipercaya lagi melatih timnas. Gelar juara Piala Kemerdekaan 2008 mampir ke lemari kaca timnas. Pada Piala AFF 2008, prestasi timnas tak urung membaik cuma menjadi semifinalis. Lalu, Indonesia kembali gagal lolos dari Kualifikasi Piala Asia 2011 setelah menjadi juru kunci.

31. Ivan Venkov Kolev (Bulgaria/2002-2004 & 2007)

Kolev cuma berhasil meraih runner-up Piala Tiger 2002. Sementara pada putaran final Piala Asia 2004, skuad Garuda mentok di fase grup. Namun, dia membawa timnas meraih kemenangan pertama pada Piala Asia (Vs Qatar 2-1). Kolev kemudian angkat kaki karena arogansi pengurus PSSI yang menganggapnya gagal pada 2004. Ia kembali lagi pada 2007 ketika Indonesia menjadi tuan rumah Piala Asia 2007 bersama Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Meski gagal lagi di Piala Asia 2007, Kolev kembali dipanggil untuk menukangi timnas di Kualifikasi Piala Dunia 2010. Takluk 1-4 dari Suriah pada pertemuan pertama di Senayan, Kolev justru melakukan blunder. Menurunkan Indonesia U-23 pada pertemuan kedua karena yakin tidak akan lolos, semakin membenamkan Indonesia yang akhirnya kalah 0-7.

32. Peter Withe (Inggris/2004-2007)

Peter White membawa Indonesia tampil mencengangkan pada Piala Tiger 2004. Indonesia pulang sebagai runner-up. Skemanya reformasinya berantakan setelah pada Piala AFF 2007 (sebelumnya bernama Piala Tiger) tak lolos fase grup.

33. Alfred Riedl (Austria/2010-2011, 2013-2014 & 2016)

Indonesia kembali menjadi runner-up pada Piala AFF 2010. Riedl kembali pada 2013 dan gagal di Piala AFF 2014. Pada 2016 ia dipanggil untuk menangani timnas lagi. Namun, prestasinya terbaiknya belum beranjak karena cuma meraih runner-up Piala AFF 2016.

34. Wim Rijsbergen (Belanda/2011-2012)

Wim Rijsbergen tak bertahan lama. Ia didepak dalam tugasnya pada Kualifikasi Piala Dunia 2014.

35. Aji Santoso (2012)

Aji Santoso ditunjuk sebagai caretaker setelah kepergian Wim Rijsbergen. Ia meneruskan tugas Wim yang gagal membawa Indonesia menang di Kualifikasi Piala Dunia 2014. Aji memimpin timnas senior untuk menghadapi partai sisa melawan Bahrain. Indonesia kalah telak 0-10 dari Bahrain.

36. Nilmaizar (2012-2013)

Menghadapi dualisme sehingga tidak bisa leluasa memilih pemain, Nil Maizar membawa Indonesia mencapai semifinal Piala Internasional Palestina 2012. Sementara pada Piala AFF 2012, Tim Garuda tak lolos fase grup. Setelah kalah tipis 0-1 dari Irak di Kualifikasi Piala Asia 2015, sejak 27 Februari 2013 Nil tidak lagi menjadi pelatih timnas.

37. Luis Manuel Blanco (2013)

Blanco tak pernah turun bertanding. Pengangkatan Blanco ke tubuh timnas juga menimbulkan kontroversi. Pada 7 Februari 2013, Blanco resmi diperkenalkan Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin. Lolos Kualifikasi Piala Asia 2015 dan juara Piala AFF 2014 menjadi target.

38. Rahmad Darmawan (2013)

Seusai pemecatan Blanco, Rahmad Darmawan ditugaskan menjadi caretaker sebelum beralih ke Jacksen F. Tiago.

39. Jacksen F Tiago (Brasil/2013)

Setelah berkolaborasi dengan Rahmad Darmawan, Jacksen sendirian membesut timnas di Kualifikasi Piala Asia 2015. Dia lengser setelah gagal dalam kualifikasi tersebut.

40. Pieter Huistra (Belanda/2015)

Huistra menjadi pelatih interim pada 2015. Ia ditunjuk menjadi direktur teknik timnas pada akhir Desember 2014. Tugasnya ialah Kualifikasi Piala Dunia 2018 dan Kualifikasi Piala Asia 2019. Namun, Indonesia dijatuhkan sanksi oleh FIFA sehingga tak bisa mengikuti turnamen-turnamen tersebut.

41. Luis Milla (Spanyol/2017-2018)

Luis Milla dikontrak pada Januari 2017. Pelatih asal Spanyol tersebut diberikan target menjuarai SEA Games 2017 dan lolos semifinal Asian Games 2018. Namun, Luis Milla gagal memenuhi target tersebut. Pencapain terbaik Luis Milla adalah meraih perunggu di SEA Games 2017.

42. Bima Sakti (Indonesia/2018)

Bima Sakti ditunjuk PSSI sebagai pengganti Luis Milla. Bima Sakti yang sebelumnya menjadi tangan kanan Luis Milla diharapkan bisa membawa Indonesia bersaing di Piala AFF 2018. Nyatanya, Indonesia malah gagal lolos ke semifinal. Indonesia finis di peringkat keempat fase grup setelah menelan dua kekalahan dan masing-masing mengoleksi satu hasil imbang serta kemenangan. Bima kemudian tidak dipertahankan sebagai pelatih timnas senior. Pelatih asal Balikpapan tersebut diplot PSSI sebagai pelatih timnas U-16 Indonesia.

43. Simon McMenemy (Skotlandia/2018-2019)

Simon ditunjuk PSSI untuk menukangi timnas Indonesia pada 20 Desember 2018 dengan durasi kontrak dua tahun. Namun, Simon gagal membawa Timnas Indonesia berprestasi. Di bawah asuhan Simon, Timnas Indonesia gagal total saat mengikuti Kualifikasi Piala Dunia 2022. Tergabung di Grup G, timnas Indonesia kalah beruntun pada empat laga awal sehingga peluang untuk lolos ke babak berikutnya nyaris tertutup. Penurunan performa timnas Indonesia membuat PSSI memilih memecat Simon McMenemy pada 6 November 2019. Simon dipecat empat hari setelah Mochamad Iriawan terpilih menjadi Ketua Umum PSSI periode 2019-2023 dalam Kongres Luar Biasa (KLB). Meski hanya sebentar, Simon menilai melatih timnas Indonesia adalah salah satu pengalaman terbaik dalam hidupnya. Di Indonesia, Simon tercatat pernah melatih tiga tim yakni Mitra Kukar, Pelita Bandung Raya, dan Bhayangkara FC. Prestasi terbaik Simon adalah membawa Bhayangkara FC juara Liga 1 2017 dan finis urutan ketiga pada musim berikutknya.

44. Shin Tae-yong (Korea Selatan/2019-2025)

Shin Tae-yong lima tahun melatih Timnas Indonesia. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) memperkenalkan pelatih asal Korea Selatan itu ke publik pada 28 Desember 2019. Kontraknya diperpanjang hingga 2027 sejak pertengahan 2024, namun di awal tahun 2025 dicopot dan diganti oleh Patrick Kluivert. Diberitakan Kompas.com, Minggu (5/1/2025), Shin Tae-yong pertama kali melatih timnas Indonesia U20 pada laga persahabatan lawan Bulgaria pada September 2020. Kemenangan pertama timnas Indonesia bersama STY terjadi pada laga persiapan Piala Dunia U20 2021 yang dimenangkan timnas dengan skor 2-1 lawan Qatar pada 17 September 2020. STY lalu debut melatih timnas senior dalam pertandingan persahabatan kontra Oman pada Mei 2021 yang berakhir dengan kekalahan 1-3. Timnas Garuda mendapat kemenangan pertama bersama STY saat melawan Taiwan pada Oktober 2021 dalam laga kualifikasi pertama Piala Asia 2022 dengan skor 2-1. Hingga kini, STY tercatat melatih timnas U23 sebanyak 21 kali, timnas U19 18 kali, dan timnas U20 14 kali. Menjadi pelatih timnas Indonesia selama sekitar lima tahunan, berikut sederet prestasi yang diraih Shin Tae-yong bersama timnas Indonesia: Runner Up Piala AFF 2020, Medali perunggu SEA Games 2021, Runner Up Piala AFF U23 2023, Fase grup Piala Asia U20 2023, Babak 16 besar Piala Asia 2023, Peringkat keempat Piala Asia U23 2024, Lolos Piala Asia 2027. Tak hanya mendapatkan prestasi, beberapa partisipasi timnas Indonesia dalam kejuaraan-kejuaraan tersebut didapat dengan memecahkan rekor bersama STY. Dikutip dari Kompas.com (31/1/2024), Timnas Indonesia U20 lolos ke Piala Asia U20 2023 untuk kali pertama dalam sembilan tahun terakhir. Timnas Garuda pertama kali ikut Piala Asia 2023 sejak 18 tahun lalu. Kelolosan ke babak 16 besar Piala Asia 2023 bahkan baru pertama kali didapat Indonesia sepanjang sejarah. Meski hanya mendapat peringkat keempat, prestasi itu didapat timnas dalam Piala Asia U23 2024 yang baru pertama kali diikuti. Sementara kelolosan timnas Indonesia ke Piala Asia 2027 didapat secara beruntun sejak 2023. Sederetan prestasi tersebut juga menjadi bukti STY mampu membawa tiga kelompok usia timnas Indonesia, yakni U-20, U-23, dan senior lolos ke Piala Asia. Selain itu, terdapat juga sejumlah rekor lain yang dipecahkan timnas Indonesia selama dilatih Shin Tae-yong. Berikut rincian rekor timnas Indonesia bersama STY: Ranking timnas terus meningkat. Saat STY bergabung, timnas senior menempati ranking FIFA 173 pada 19 Desember 2019. Sejak itu, ranking timnas senior terus naik. Ranking tertinggi dicapai timnas pada 28 November 2024 dengan peringkat 125. Sebelumnya, timnas belum pernah meraih ranking setinggi itu pada abad ke-21. Namun, di masa lalu, ranking timnas tercatat sempat berada di ranking ke-76 pada September 1998. Lolos putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Bersama Shin Tae-yong, timnas Garuda berhasil melaju ke putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 untuk kali pertama dalam sejarah. Dilansir dari Kompas.com (12/6/2024), pencapaian ini didapat usai Indonesia menduduki peringkat kedua Grup F Kualifikasi Piala Dunia 2026 dengan raihan 10 poin. Negara Asia Tenggara tersukses di putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia 2026. Lolosnya timnas Indonesia ke putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 juga membuat Indonesia menjadi negara Asia Tenggara tersukses dalam laga tersebut. Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang lolos ke putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, mengungguli Vietnam dan Thailand yang lebih diunggulkan.

45. Patrick Kluivert (Belanda/2025-sekarang)

Gambaran kerja Patrick Kluivert di timnas Indonesia sejak ditunjuk awal tahun ini mulai terlihat. Patrick saat itu langsung bertugas mengawal timnas untuk putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Sejak ditunjuk menggantikan Shin Tae-yong, beberapa eksperimen mulai dilakukan. Utamanya terkait penggunaan empat bek yang terus dipertahankan sejak laga debutnya melawan Australia. Dia sebenarnya sempat melanjutkan pakem tiga bek warisan Shin dan cukup sukses mendatangkan dua kemenangan melawan Bahrain dan China. Dari delapan pertandingan, Patrick sudah memberikan tiga kemenangan, satu seri, dan empat kekalahan. Total skuad Garuda sudah kemasukan 15 gol dari kualifikasi Piala Dunia 2026 di bawah komando sang pelatih tepatnya saat melawan Australia, Jepang, Arab Saudi, dan terakhir Irak. Eksperimen gagal yang terus berulang menjadi salah faktor turunnya performa timnas di ajang internasional. Petaka mulai muncul dengan menggantikan pemain kunci di pertahanan skuad Garuda saat melawan Australia. Dia mengandalkan trio Jay Idzes, Mees Hilgers, dan Calvin Verdonk. Hasilnya, gagal total dengan kekalahan telak dengan skor 5-1. Kekalahan kembali hadir saat laga tandang ke markas Jepang. Kali ini tiga bek yang digunakan adalah Justin Hubner, Jay, dan Mees Hilgers. Namun, kekalahan justru didapatkan dengan skor menyakitkan 6-0. Pada bulan September, skema baru mulai digunakan oleh Patrick. Skuad Garuda dengan gagah menggunakan formasi tiga bek dengan taktik 4-3-3. Mengandalkan dua bek, kemenangan sukses didapatkan saat melawan Taiwan dengan skor 6-0. Melawan Lebanon dengan taktik yang sama, laga justru berakhir imbang dengan skor 0-0 dan gagal mencetak gol ke gawang lawan. Dengan percaya diri, mantan pelatih Curacao ini menggunakan formasi 4-2-2 untuk menantang Arab Saudi. Pada laga penentu nasib ini kekalahan justru hadir dengan skor 2-3. Pemilihan pemain di sektor bek dinilai kurang tepat saat Jay dan Kevin Diks harus menutup ruang dari gelandang yang terbuka lebar. Selain itu, eksperimen gagal seperti memainkan Marc Klok dan Beckham Putra sejak menit awal juga membuat merekaa semakin sulit. Ada momen krusial saat Yakob Sayuri yang biasa bertugas sebagai winger justru ditunjuk sebagai bek sayap dengan formasi empat bek. Hasilnya, Yakob menjadi sasaran empuk pemain lawan dan satu kali blundernya berujung penalti. Terakhir, saat melawan Irak, Timnas Indonesia harus menyerah 0-1 dan akhirnya gagal lolos Piala Dunia 2026.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *