Cara Mudah Membiasakan Puasa pada Anak dengan Mindset Growth
Saya mulai belajar puasa Ramadan saat masih di TK, begitupun dengan anak-anak saya belajar puasa sejak mereka masih TK. Saya maupun anak-anak walau masih dalam kondisi belajar berpuasa (karena belum masa baligh) tetapi kami tetap berbuka puasa saat maghrib, kami tidak mengalami berbuka sebelum maghrib.
Bukan hal yang mudah karena untuk usia yang masih muda (TK) godaan makanan seperti kue-kue kesukaan, minuman apalagi es, juga jajanan kesukaan membuat sulit untuk tidak mengeluh atau malah ada masanya “ngadat”.
Pengetahuan tips cara mudah membiasakan puasa pada anak yang sedang belajar puasa dilakukan dengan try and error karena saat itu akses pengetahuan tidak semudah saat ini sehingga pengetahuan sebagai orangtua paling banyak didasari atas pengalaman dan paling jauh dari buku yang juga sulit didapatkan karena saat itu toko buku tidak sesemarak dan sekomplit sekarang ini.
Sekarang akses pengetahuan, data, dan yang lainnya bisa dengan mudah didapat dengan cepat, banyak, dan lengkap walau tetap kita juga harus selalu cek dan ricek agar pengetahuan yang didapat valid, tidak salah, menyimpang, atau hoax.
Karena sedang menyukai bahasan Minset Growth dan kebetulan saat ini adalah bulan Ramadan maka artikel kali ini saya buat tentang tips untuk para Ibu yang memiliki anak yang sedang belajar puasa agar mudah dan terbiasa saat menjalankan puasa Ramadan. Semoga bermanfaat.
Membiasakan Puasa Sejak Dini dengan Cara yang Tepat
Bulan Ramadan adalah momen istimewa bagi umat Muslim, termasuk bagi anak-anak yang baru mulai belajar berpuasa. Banyak orang tua bertanya-tanya, bagaimana cara terbaik agar anak terbiasa berpuasa hingga Maghrib tanpa merasa tertekan?
Salah satu pendekatan yang efektif adalah mindset growth, yaitu pola pikir yang menekankan proses belajar dan usaha berkelanjutan. Dengan pendekatan ini, anak akan memahami bahwa belajar puasa adalah perjalanan, bukan sekadar target harian yang harus dicapai sempurna.
Konsep Belajar Puasa yang Sesuai
Sebelum membahas bagaimana mindset growth diterapkan dalam puasa, orang tua perlu memahami konsep belajar puasa yang benar:
1. Sejak dini, anak perlu diperkenalkan bahwa puasa itu dilakukan dari terbit fajar hingga terbenam matahari (kita menandainya dengan azan Maghrib).
2. Anak belum baligh belum wajib berpuasa, tetapi tetap dianjurkan untuk mulai berlatih sejak usia 7 tahun ke atas.
3. Jika anak batal sebelum Maghrib, itu bukan kegagalan, melainkan bagian dari proses latihan.
4. Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih kesabaran dan pengendalian diri.
Maka dari itu, tidak masalah jika anak belum bisa sampai Maghrib di awal latihan, karena tujuannya adalah membangun kebiasaan secara bertahap.
Mengapa Mindset Growth Penting dalam Belajar Puasa?
Mindset growth adalah keyakinan bahwa kemampuan seseorang dapat berkembang dengan usaha dan latihan. Ini sangat penting diterapkan dalam puasa, agar anak tidak merasa gagal saat belum berhasil berpuasa penuh.
Perbedaan Pola Pikir yang Diterapkan:
Fixed Mindset (Pola Pikir Tetap):
“Aku tidak kuat puasa, berarti aku gagal.”
“Aku batal sebelum Maghrib, percuma saja.”
“Aku selalu lapar, puasa itu sulit.”
Growth Mindset (Pola Pikir Berkembang):
“Aku belum kuat puasa, tapi aku bisa berlatih.”
“Hari ini aku sudah lebih lama dari kemarin!”
“Aku bisa mengatasi rasa lapar dengan kegiatan lain.”
Dengan mindset growth, anak akan melihat puasa sebagai tantangan yang bisa diatasi, bukan sebagai beban.
Langkah-Langkah Membantu Anak Berpuasa dengan Mindset Growth 1. Beri Pemahaman yang Benar Sejak Awal
Jelaskan kepada anak bahwa tujuan utama puasa adalah beribadah kepada Allah dan bahwa proses belajar itu lebih penting daripada hasil langsung.
“Success is the sum of small efforts, repeated day in and day out.” — Robert Collier
Artinya, setiap usaha anak dalam berpuasa adalah langkah kecil menuju kesuksesan.
2. Gunakan Kata-Kata yang Mendorong Pertumbuhan
Ketika anak batal sebelum Maghrib, hindari mengatakan:
“Kamu kok nggak kuat sih? Harusnya bisa dong!”
Sebaliknya, gunakan kata-kata yang membangun:
“Hari ini kamu sudah mencoba sampai jam 3 sore, hebat! Besok kita coba lebih lama lagi, ya?”
“The only limit to our realization of tomorrow is our doubts of today.” — Franklin D. Roosevelt
Anak harus percaya bahwa mereka bisa berkembang jika terus mencoba.
3. Gunakan Sistem Tantangan, Bukan Paksaan
Buat tantangan yang menyenangkan agar anak termotivasi, misalnya:
Grafik pencapaian puasa Anak bisa menandai berapa jam mereka berhasil berpuasa setiap hari.
Sistem reward Beri apresiasi ketika mereka berhasil lebih lama dari sebelumnya.
Dengan tantangan ini, anak akan merasa bahwa puasa adalah proses yang bisa dinikmati, bukan tekanan.
4. Berikan Contoh dan Dukungan Positif
Anak belajar dari melihat. Jika orang tua menikmati Ramadan dengan penuh semangat, anak akan lebih mudah meniru.
Makan sahur bersama dengan suasana menyenangkan.
Ajak anak berbuka dengan doa dan rasa syukur.
Libatkan anak dalam ibadah lain seperti membaca Al-Qur’an dan shalat tarawih.
“Do not judge me by my success, judge me by how many times I fell down and got back up again.” — Nelson Mandela
Artinya, yang terpenting bukanlah apakah anak sudah berhasil puasa penuh, tetapi bagaimana mereka terus berusaha dan belajar dari pengalaman.
Proses Lebih Penting dari Hasil
Membiasakan anak berpuasa tidak bisa instan, tetapi bisa dibangun dengan pendekatan yang tepat. Dengan mindset growth, anak akan memahami bahwa setiap usaha berharga, dan mereka bisa terus berkembang dari hari ke hari.
Puasa bukan sekadar menahan lapar, tetapi latihan kesabaran, keuletan, dan kedisiplinan. Dengan bimbingan yang tepat, Ramadan akan menjadi momen yang menyenangkan dan penuh makna bagi anak-anak.
Selamat membimbing anak berpuasa dengan penuh cinta dan kesabaran!
Karla Wulaniyati untuk