BI Bocorkan Seluruh Transaksi Melalui Payment ID, Ini Fakta Lengkapnya

Posted on

Rencana Penerapan Payment ID oleh Bank Indonesia Mengundang Kontroversi

Bank Indonesia (BI) tengah merancang penerapan sistem pemantauan transaksi melalui Payment ID, yang berpotensi memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan para ahli. Meskipun tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan transparansi dan mencegah penyalahgunaan transaksi, banyak pihak masih meragukan kesiapan infrastruktur keamanan dan aturan yang jelas sebelum sistem ini diterapkan.

Anggota Komisi I DPR RI dari Partai PDI Perjuangan, Sarifah Ainun Jariyah, menyarankan agar pelaksanaan sistem ini ditunda sementara. Menurutnya, pengawasan yang melekat pada Payment ID rentan terhadap risiko keamanan karena infrastruktur yang dinilai belum sepenuhnya siap.

“Kita harus belajar dari negara lain. Insentif, bukan paksaan. Perlindungan, bukan eksploitasi. Komisi I DPR akan terus mengawal isu ini untuk memastikan hak warga terlindungi,” ujar Sarifah dalam pernyataannya.

Apa Itu Payment ID?

Payment ID bisa diartikan sebagai sistem pemantauan transaksi yang mencakup seluruh warga Indonesia. Setiap individu akan memiliki identitas pembayaran yang terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga BI dapat memantau berbagai jenis transaksi, termasuk perbankan, multifinance, pinjaman online (pinjol), hingga e-wallet.

Dalam catatan Bisnis, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Dudi Dermawan, menjelaskan bahwa Payment ID merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030. Dalam sistem ini, setiap orang akan memiliki kode unik untuk mengidentifikasi transaksi pembayaran.

“Payment ID di-generate dari NIK, NIK di-generate dari data kependudukan. Jadi, seluruh data di bank nantinya terkait dengan nomor rekening maka akan ada ekuivalen yang terkait dengan Payment ID-nya,” ujar Dudi.

Fungsi Utama Payment ID

Berdasarkan BSPI 2030, Payment ID memiliki tiga fungsi utama:

  1. Kunci identifikasi untuk membentuk data profil pelaku sistem pembayaran.
  2. Kunci otentifikasi data dalam pemrosesan transaksi.
  3. Kunci unik dalam proses agregasi antara data profil individu dengan data transaksional.

Dudi menjelaskan bahwa Payment ID dapat mengintegrasikan seluruh aktivitas keuangan dengan identitas tersebut. Misalnya, BI dapat mengidentifikasi seseorang yang memiliki lebih dari satu rekening bank, memiliki pinjaman/kredit di multifinance, memiliki akun e-wallet dan uang elektronik, hingga memiliki akun pinjaman online (pinjol).

Data Transaksi Mencurigakan Januari – Juni 2025

Sumber: PPATK, non bank termasuk e-wallet

Data tersebut menurutnya bisa menjadi acuan untuk menilai kesehatan keuangan seseorang, apakah rasio pinjaman atau kreditnya masih dalam batas aman terhadap total penghasilannya, juga profil keuangan seseorang yang terkait dengan aktivitas berisiko seperti pinjol ilegal.

“Payment ID ini sangat powerful … Ini jauh lebih akurat dibandingkan sistem penilaian konvensional seperti SLIK [Sistem Layanan Informasi Keuangan OJK],” ujarnya.

Implementasi Bertahap

BI mengungkapkan bahwa implementasi sistem pemantauan transaksi seluruh warga Indonesia alias Payment ID akan dilakukan secara bertahap mulai tahun 2026.

“Payment ID sebagai bagian dari pengembangan infrastruktur data SP akan diimplementasikan secara bertahap mulai 2026,” ungkap Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Dicky Kartikoyono, dalam keterangan resmi.

Pada tahap awal, pengembangan sistem itu akan diawali dengan tahap eksperimen untuk menguji model bisnis, mekanisme pembentukan, dan pemanfaatan Payment ID. Eksperimen dilakukan secara terbatas, antara lain pada use case penyaluran bantuan sosial (Bansos) untuk mendukung program digitalisasi Bansos yang dilakukan oleh pemerintah.

Tujuan dan Manfaat Payment ID

Dicky menjelaskan bahwa BI akan mengembangkan Payment ID sebagai unique identifier yang merepresentasikan pelaku sistem pembayaran, baik individu maupun entitas. Tujuannya, untuk mendukung penguatan integritas transaksi pembayaran, perluasan inklusi keuangan, dan perumusan kebijakan.

Nantinya, format Payment ID terdiri dari 9 digit alfanumerik yang akan dibentuk berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang di-hash dengan formula enkripsi terkini.

Adapun pembentukan dan pemanfaatan Payment ID akan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keamanan data sesuai Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), antara lain pemanfaatan Payment History hanya dapat dilakukan setelah memperoleh consent atau persetujuan dari individu pemilik data.

Dicky berharap implementasi secara bertahap ini setidaknya memberikan manfaat bagi masing-masing pelaku terkait. Pertama, bagi pemerintah hal ini akan mendukung program transformasi digital pemerintah dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kedua, bagi Bank Indonesia, hal ini memperkuat kapabilitas bank sentral dalam memelihara stabilitas sistem pembayaran, mencapai stabilitas nilai rupiah, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan. Ketiga, bagi industri, Payment ID menjadi alat untuk menjamin ekosistem dan integritas transaksi, serta mendukung sistem keuangan yang built on trust.

Sementara bagi masyarakat, pembentukan payment history akan mendukung perluasan akses pembiayaan dan kualitas kredit.