Fenomena Bendera One Piece sebagai Ekspresi Sosial dan Politik
Menjelang peringatan HUT ke-80 RI, masyarakat dihebohkan dengan fenomena pengibaran bendera bergambar tengkorak khas bajak laut dalam anime One Piece. Fenomena ini terjadi di berbagai tempat, termasuk di Kalimantan Tengah. Banyak pihak menilai tindakan ini sebagai bentuk sindiran terhadap kondisi bangsa saat ini. Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Sadar, memberikan tanggapan mengenai hal tersebut.
Sadar menyebut fenomena ini merupakan bagian dari ekspresi sosial-politik masyarakat yang wajar terjadi dalam sistem demokrasi. Ia menjelaskan bahwa hal ini bisa dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sosial dan politik. Dari sisi sosial, fenomena ini terjadi di tengah masyarakat menjelang HUT RI yang biasanya identik dengan pengibaran Bendera Merah Putih. Dari sisi politik, bendera ini menjadi simbol kritik terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
Pengampunan Narapidana di Kalimantan Tengah
Pada kesempatan yang sama, lima warga binaan atau narapidana di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kalimantan Tengah mendapat amnesti menjelang HUT ke-80 kemerdekan Indonesia. Amnesti tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2025 tentang Pemberian amnesti bagi warga binaan.
Kepala Kanwil Ditjenpas Kalteng, I Putu Murdiana, memonitoring langsung pelaksanaan Kepres tersebut di lingkungan Unit Pelaksana Teknis (UPT) se Kalteng. Monitoring ini bagian dari komitmen Kanwil Ditjenpas Kalteng dalam menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia, serta upaya pembinaan dan reintegrasi sosial bagi narapidana yang memenuhi kriteria pemberian amnesti.
Narapidana Kasus Perdagangan Manusia Memenuhi Kriteria Amnesti
Seorang narapidana kasus human trafficking atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atas nama Pitna Wati, diusulkan dan disetujui sebagai penerima amnesti berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2025. Pitna Wati merupakan narapidana dengan vonis 3 tahun penjara berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kalimantan Tengah, I Putu Murdiana, menjelaskan bahwa pemberian amnesti ini telah sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Amnesti ini diberikan atas dasar kemanusiaan setelah melalui proses verifikasi yang ketat oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palangka Raya dan Kantor Wilayah Ditjenpas Kalimantan Tengah.
Potensi Kecemburuan Sesama Narapidana
Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Genta Keadilan, Parlin B Hutabarat, mengatakan bahwa pemberian amnesti di Kalimantan Tengah rentan memicu kecemburuan sesama narapidana. Ia menyoroti bahwa Kepres nomor 17 itu merujuk pada beberapa delik yakni narkotika, ITE, pidana politik atau tahanan politik. Namun, masih ada kriteria lainnya, yakni terpidana yang berusia lanjut dan menderita penyakit.
Parlin menyampaikan bahwa kriteria amnesti dengan alasan narapidana usia lanjut dan menderita penyakit itu, beresiko menimbulkan kecemburuan sesama narapidana. Oleh karena itu, ia menyarankan agar kriteria ini harus didasarkan pada assessment dan verifikasi yang objektif.
Dua Narapidana Narkoba Mendapatkan Amnesti
Dua orang Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) atau narapidana Kasus Narkotika, di Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas Kelas IIB Muara Teweh Kalimantan Tengah, mendapatkan amnesti dari Presiden RI, Prabowo Subianto. Amnesti itu tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia melalui surat Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia Nomor: R-274 /M/D-1/HK.08.01/08/20 01 Agustus 2025 tentang Tindak Lanjut Keputusan Presiden terkait Pemberian Amnesti.
Kepala Lapas Kelas IIB Muara Teweh, Halasson Sinaga, menyampaikan bahwa amnesti tersebut bentuk penghormatan negara terhadap nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan hak asasi manusia. Ia menyebut bahwa amnesti diberikan setelah melalui proses verifikasi dan pertimbangan hukum yang matang Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Penutupan Masjid demi Keamanan
Plt Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Kalimantan Tengah, Hasan Basri, angkat bicara mengenai fenomena penutupan masjid setelah salat berjamaah yang terjadi di sejumlah daerah di Kalimantan Tengah. Menurutnya, kebijakan ini sejatinya bukan untuk membatasi akses umat, melainkan lebih kepada upaya menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan masjid.
Hasan menjelaskan bahwa masjid-masjid di kota besar, terutama pada malam hari dan setelah salat Subuh, sering ditutup rapat oleh pengurusnya. Ini dilakukan agar masjid tidak disalahgunakan atau menjadi sasaran pencurian. Ia mencontohkan, di sejumlah daerah, peralatan masjid seperti pengeras suara, kotak amal, hingga barang inventaris lain kerap menjadi incaran pencuri. Hal ini membuat pengurus masjid mengambil langkah antisipatif dengan hanya membuka masjid pada waktu-waktu salat tertentu.
