Peran Budaya Pop dalam Aksi Protes Anak Muda di Berbagai Negara
Aksi protes yang terjadi di beberapa negara seperti Indonesia, Nepal, dan Prancis belakangan ini menunjukkan adanya kecenderungan penggunaan simbol-simbol dari budaya populer sebagai bentuk ekspresi. Salah satu contoh paling mencolok adalah munculnya ikon One Piece, seperti bendera Jolly Roger dan topi jerami dari karakter utamanya, Monkey D. Luffy. Fenomena ini tidak hanya menjadi tanda kekecewaan anak muda terhadap kondisi politik dan sosial, tetapi juga menunjukkan bagaimana budaya populer dapat menjadi jembatan antara kemarahan dan ekspresi yang bisa dipahami oleh banyak orang.
Sosiolog Okky Madasari menjelaskan bahwa budaya pop menjadi alat penting bagi generasi muda untuk menyampaikan perasaan mereka. “Budaya pop menjadi jembatan antara kemarahan mereka dengan bentuk ekspresi yang bisa dipahami semua orang,” ujarnya. Dengan mengangkat bendera One Piece, anak muda bisa menyampaikan pesan tanpa harus menggunakan bahasa formal atau simbol resmi yang sering kali dianggap tidak relevan.
Persamaan Masalah yang Memicu Aksi Anak Muda
Ada beberapa kesamaan masalah yang memicu aksi anak muda di berbagai negara. Di Indonesia, misalnya, isu utama adalah kesenjangan ekonomi dan korupsi. Pemutusan hubungan kerja, kenaikan pajak, serta ketidakadilan dalam distribusi sumber daya membuat masyarakat marah. Kejadian tersebut semakin memicu kemarahan saat gaji anggota DPR yang sangat tinggi dibandingkan upah minimum daerah terungkap ke publik.
Di Nepal, aksi protes dipicu oleh pemblokiran media sosial dan tudingan korupsi yang melibatkan para pejabat. Rakyat merasa ditekan dan tidak memiliki ruang untuk menyampaikan pendapat mereka. Akibatnya, ribuan anak muda turun ke jalan dan bahkan menyerbu parlemen. Situasi ini memicu tanggapan keras dari pemerintah, termasuk pengunduran diri perdana menteri dan penerapan darurat militer.
Sementara itu, di Prancis, gerakan “bloquons tout” (blokir semuanya) muncul sebagai respons terhadap kebijakan efisiensi anggaran yang dianggap tidak adil. Banyak anak muda menutup sekolah dan mengganggu layanan publik sebagai bentuk protes. Gerakan ini mendapatkan dukungan dari partai ekstrem kiri dan berdampak pada pergantian kepemimpinan pemerintahan.
Kekuatan Budaya Pop sebagai Simbol Perlawanan
Simbol-simbol dari budaya pop seperti One Piece bukan hanya hiburan, tetapi juga identitas bagi anak muda. Menurut Thea, seorang penggemar setia One Piece, cerita-cerita dalam anime ini menggambarkan perjuangan melawan ketidakadilan dan represi. Arc Negeri Wano, misalnya, menjadi representasi dari situasi di mana rakyat hidup dalam kemiskinan sementara pemimpinnya hidup dalam kemewahan. Hal ini sangat relevan dengan kondisi yang dialami oleh masyarakat di berbagai negara.
Okky Madasari menambahkan bahwa budaya pop menjadi “bahasa generasi” yang lebih mudah dipahami oleh anak muda. Dalam konteks global, simbol-simbol seperti bendera One Piece bisa menjadi alat untuk menyampaikan pesan politik secara emosional dan kreatif. “Anak muda hari ini tumbuh dengan anime, K-pop, komik, film—dan mereka menjadikannya alat untuk berbicara sekaligus cara untuk mendefinisikan diri mereka,” ujarnya.
Tantangan dan Harapan untuk Masa Depan
Meski simbol-simbol budaya pop memberikan ruang alternatif untuk ekspresi, Okky Madasari menegaskan bahwa simbol-simbol ini harus disertai dengan gerakan yang konkret dan terus-menerus. “Jangan sampai ini jadi tren sesaat tanpa arah. Simbol harus disambung dengan gerakan yang konkret, terus-menerus, dan punya arah perjuangan,” katanya.
Kehadiran bendera One Piece dalam aksi-aksi protes menunjukkan bahwa generasi muda saat ini tidak lagi percaya pada simbol-simbol negara yang sudah kehilangan makna. Mereka menciptakan makna baru lewat ikon yang mereka pilih sendiri. Ini bukan hanya bentuk penolakan terhadap dominasi budaya formal, tetapi juga upaya merebut ruang wacana publik dengan cara yang tidak bisa dikontrol sepenuhnya oleh negara atau elit.
Dengan demikian, budaya populer tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menjadi alat penting dalam membangkitkan kesadaran kolektif dan menyuarakan keadilan.
