Bedhaya Semang di Era Digital: Sakral atau Sekadar Konten?

Posted on

,YOGYAKARTA — Digitalisasi membawa banyak perubahan dalam cara budaya diperkenalkan dan dikonsumsi, termasuk dalam dunia seni dan tradisi.

Salah satu yang kini menjadi perhatian adalah tarian sakral Bedhaya Semang, warisan Keraton Yogyakarta yang penuh filosofi dan nilai spiritual.

Namun, di tengah era media sosial, muncul pertanyaan besar, apakah budaya sakral seperti ini masih bisa dijaga atau justru hanya menjadi konten yang kehilangan esensinya?

Isu ini menjadi sorotan dalam Seminar Tourism Outlook 2025, yang digelar Universitas BSI Kampus Yogyakarta pada Rabu, 19 Februari 2025 di Hotel Crystal Lotus Yogyakarta.

Dalam seminar ini, Gusti Kanjeng Ratu Bendara, Ketua Badan Promosi Pariwisata DIY, menegaskan pentingnya batasan dalam digitalisasi budaya agar nilai-nilai luhur tidak tergerus oleh tren modern.

“Bedhaya Semang bukan sekadar tarian, melainkan ritual sakral yang memiliki aturan ketat. Jika disebarluaskan tanpa kontrol di platform digital, ada risiko tarian ini kehilangan makna dan dipentaskan di tempat yang tidak sesuai,” ujar dikutip, Rabu (5/3/2025).

Ia mencontohkan bagaimana media sosial sering kali menjadikan budaya sebagai konten viral tanpa memahami nilai historis di baliknya. Meskipun teknologi bisa membantu memperkenalkan budaya ke dunia, tetap diperlukan pemahaman dan penghormatan terhadap esensinya.

Diskusi semakin menarik ketika Nurwulan Isnielma, Head of Creative & Innovation HeHa Group, berbagi perspektif tentang bagaimana pariwisata berbasis budaya bisa berkembang tanpa menghilangkan unsur sakralnya.

“Teknologi harus menjadi alat edukasi, bukan sekadar hiburan. Jika dikemas dengan bijak, budaya seperti Bedhaya Semang tetap bisa eksis tanpa kehilangan identitasnya,” jelasnya.

Seminar ini membuka mata banyak peserta tentang pentingnya keseimbangan antara eksistensi digital dan pelestarian budaya. Di era di mana segalanya bisa viral dalam hitungan detik, budaya tradisional harus tetap dijaga agar tidak menjadi sekadar konten yang kehilangan makna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *