Harga Beras Masih di Atas HET Meski Produksi Mulai Menurun
Di tengah penurunan harga gabah, harga beras di tingkat konsumen masih berada di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan. Hal ini terjadi khususnya untuk beras medium dan premium. Kementerian Pertanian melaporkan bahwa rata-rata harga beras premium dan medium di zona 1 mengalami penurunan pada Juli 2025. Zona 1 mencakup wilayah seperti Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi.
Data menunjukkan bahwa rata-rata harga beras premium dan medium di zona 1 masing-masing sebesar Rp15.552 per kilogram dan Rp13.974 per kilogram. Sementara itu, HET untuk beras premium dan medium di zona 1 ditetapkan sebesar Rp14.900 per kilogram dan Rp12.500 per kilogram. Pada Agustus 2025, tren penurunan harga beras di tingkat konsumen mulai terlihat.
Penjelasan Menteri Pertanian tentang Anomali Harga
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjelaskan bahwa meskipun harga gabah mengalami penurunan, harga beras di tingkat konsumen justru meningkat. Ini menunjukkan adanya anomali dalam tata kelola perberasan nasional.
“Kami ingin menyampaikan hal penting tentang tata kelola perberasan Indonesia, mulai dari produksi aman, bahkan data tadi itu gabah produksi, harga gabah turun, tetapi [beras] harga di konsumen naik. Ini anomali juga terjadi,” ujar Amran.
Menurutnya, produksi beras nasional tetap terjaga, namun kondisi harga beras di pasar tidak sesuai dengan harapan. Hal ini menunjukkan ketidakseimbangan antara regulasi harga, biaya produksi, dan tata niaga pangan.
Data Bapanas: Harga Beras Masih di Atas HET
Badan Pangan Nasional (Bapanas) melaporkan bahwa harga beras premium mengalami penurunan tipis sebesar 0,94% atau Rp153 per kilogram dibandingkan pekan lalu. Namun, harga beras premium masih berada di atas HET di seluruh zonasi.
Perinciannya:
– Zona 1: Rp15.436 per kilogram (naik 3,6%)
– Zona 2: Rp16.565 per kilogram (naik 7,56%)
– Zona 3: Rp18.373 per kilogram (naik 16,28%)
Sementara itu, harga beras medium juga mengalami penurunan sebesar Rp134 per kilogram atau 0,93%. Meskipun demikian, harga beras medium di semua zona masih berada di atas HET.
Perinciannya:
– Zona 1: Rp13.873 per kilogram (naik 10,98%)
– Zona 2: Rp14.553 per kilogram (naik 11,09%)
– Zona 3: Rp16.431 per kilogram (naik 21,71%)
Kritik dari Komisi IV DPR
Ketua Komisi IV DPR, Titiek Soeharto, menyoroti kenaikan harga beras yang masih berada di atas HET. Ia menilai bahwa masyarakat kembali dihadapkan pada tantangan serius di sektor pangan, termasuk kenaikan harga bawang merah dan minyak goreng.
“Harga beberapa komoditas utama seperti beras, bawang merah, hingga minyak goreng mengalami kenaikan, masih berada di level tinggi, bahkan untuk komoditas beras melampaui harga eceran tertinggi yang ditentukan,” ujarnya.
Menurut Titiek, harga beras yang mahal semakin menekan daya beli masyarakat, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah. Ia juga menyoroti adanya praktik beras oplosan yang tidak sesuai mutu dan kualitas. Beberapa merek beras premium tidak memenuhi standar yang tercantum di kemasan.
Permasalahan Tata Kelola Pangan
Titiek menegaskan bahwa praktik beras oplosan menunjukkan adanya masalah mendasar dalam tata kelola pangan, mulai dari produksi, distribusi, hingga pengawasan. Pemerintah telah melakukan tindakan terhadap pelaku beras oplosan, namun perlu diperketat pengawasan agar tidak terulang.
Selain itu, ia juga mengkritik kenaikan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang mencapai Rp7.000–Rp7.500 per kilogram, melebihi harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi penggilingan dalam memproduksi beras dengan harga sesuai HET.
“Akibatnya, penggilingan kesulitan memproduksi beras dengan harga sesuai HET. Hal ini menandakan adanya ketidakseimbangan serius antara regulasi harga, biaya produksi, dan tata niaga pangan kita,” tandasnya.
