Alvan Anwar Ibrahim, anak laki-laki ini adalah bibit generasi emas yang patut dibanggakan. Pada usianya lima tahun, dia sudah menghafal juz 30.
Palangka Raya
ayat suci menggema di dalam aula Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalteng.
Suara itu berpadu dengan alunan musik islami yang mengiringi langkah-langkah kecil para penghafal Al-Qur’an. Mereka berjalan dengan khidmat menuju panggung. Mengenakan pakaian serbaputih yang melambangkan kesucian.
Para wisudawan laki-laki tampil gagah dengan kopiah dan kain yang melilit di kepala, sementara wisudawati tampak anggun dengan kerudung putih yang dihiasi rangkaian bunga melati.
Di hadapan mereka, para orang tua menyaksikan dengan mata berbinar. Sebagian bahkan tak kuasa menahan haru.
Perjalanan panjang penuh ketekunan dan doa kini berbuah manis. Tiap ayat yang dilantunkan bukan sekadar hafalan, tetapi juga cerminan dari ketulusan dan dedikasi yang telah mereka tanamkan sejak dini.
Salah satu peserta tahfiz Al-Qur’an angkatan ke-2 Yayasan Raisa Alya Fakhira adalah Alvan Anwar Ibrahim.
Pada usianya yang baru lima tahun, bocah kecil ini telah menorehkan prestasi luar biasa. Dia menjadi penghafal juz 30 termuda di tempatnya mengaji.
Tak hanya itu, ia juga meraih dua penghargaan sekaligus atas ketekunan dan kelancarannya dalam menghafal.
Sementara banyak anak sebayanya masih belajar mengeja, Alvan sudah melangkah jauh, mengukir ayat-ayat suci dalam hatinya. Rutinitas yang padat tak membuatnya lelah. Tiap pulang sekolah, tanpa perlu diminta, ia langsung bersiap untuk berangkat ke rumah mengaji.
Semangatnya tak pernah surut. Seolah ada cahaya yang membimbing langkah kecilnya menuju cita-cita besar—menjadi penghafal Al-Qur’an sejati.
Saat teman sekolahnya bermain gawai, ia justru memilih duduk bersila dengan Al-Qur’an di pangkuan. Bibir mungilnya melafalkan ayat demi ayat dengan lancar. Seolah-olah hafalan itu sudah melekat dalam ingatannya.
“Alvan ini semangat sekali kalau berangkat mengaji. Jam setengah tiga sore, dia akan menelepon saya untuk minta diantar,” ungkap Salman, ayahnya.
Salman (35) dan Hernilawati (34), orang tua Alvan, mengaku awalnya hanya ingin menitipkan anak mereka itu agar bisa belajar sambil bermain. Tak ada paksaan untuk menjadi penghafal Al-Qur’an.
Saat pertama kali dititipkan, usia Alvan baru tiga tahun. Namun, ia justru sangat menikmati kegiatannya. Seolah mengaji menjadi hal yang paling dinantikannya tiap hari.
Salman menyampaikan, ia dan istrinya merasa bangga sekaligus terharu, karena pada usia yang masih belia, Alvan berhasil menghafal juz 30 dan masuk dalam kategori penghafal termuda. Selain itu, buah hati mereka itu juga mendapatkan penghargaan atas kelancaran dalam menghafal, berdasarkan penilaian kumulatif para ustaz dan ustazah.
“Dapat laporan ustazah pembimbing, dikatakan Alvan sudah lancar hafalan dan siap lanjut ke hafalan berikut,” ujarnya.
Di tengah kesibukan bekerja, Salman dan istrinya tetap memantau serta mengawasi tumbuh kembang anak mereka. Mereka telah menyusun jadwal rutin agar anak-anak tidak terlalu sering terpapar gawai.
“Paginya sekolah, sorenya mengaji, malamnya les. Menjelang tidur, mengulang kembali bacaan hafalan Al-Qur’an,” tuturnya.
Mengenai masa depan anak, Salman menegaskan akan mendukung sepenuhnya apa pun yang menjadi impian dan keputusan Alvan. Namun, hal terpenting adalah pembentukan akhlak yang baik sebagai fondasi utama.
“Akhlak itu yang utama. Soal pekerjaan atau di mana pun dia nanti ditempatkan, selama akhlaknya baik, saya yakin akan berjalan dengan aman,” tambahnya.
Ayah dari tiga anak itu berencana memasukkan Alvan ke sekolah di bawah naungan Kementerian Agama, agar nilai-nilai islami dan akhlaknya terbentuk dengan baik.
Ia percaya dengan akhlak yang kuat, anaknya akan mampu menyesuaikan diri dalam situasi dan kondisi apa pun di masa mendatang.